YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Senin, 20 November 2017

Islam Nusantara merambah Timur tengah

Harian al-Arab , koran berbahasa Arab yang terbit di London menurunkan tulisan panjang dengan judul Islam Nusantara Madkhal Indonesia li Mujtama' Mutasamih . Artinya: Islam Nusantara adalah gerbang Indonesia menuju masyarakat toleran. Beberapa bulan yang lalu, harian terbesar di Mesir Al-Ahram dan al-Masry al-Youm juga memotret Islam Indonesia yang ramah dan toleran, khususnya Nahdlatul Ulama .
Namun yang unik pdan menarik dari liputan Harian
al-Arab ini, karena secara khusus memotret Islam Nusantara yang secara resmi digaungkan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang. Islam Nusantara terus membahana di Amerika Serikat, Eropa, Asia, bahkan hingga Amerika Latin.
Kali ini, media yang berbahasa Arab tidak ketinggalan untuk mengetengahkan gerakan Islam Nusantara yang dianggap telah berhasil menghadapi paham dan kelompok-kelompok ekstremis yang kerap menggunakan jubah agama. Sebagai sebuah nama, Islam Nusantara bisa dikatakan baru. Tetapi sebagai sebuah gerakan, Islam Nusantara sudah lama sekali tumbuh dan berkembang, terutama jika merujuk kepada sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang dikenal menghargai tradisi dan budaya lokal. Corak tersebut ingin menegaskan bahwa Islam yang dibawa dan datang ke Nusantara, khususnya Indonesia, adalah Islam yang ramah, moderat, dan toleran.
Ketika Islam Nusantara menjadi perbincangan di media berbahasa Arab, maka hal tersebut akan menjadi dentuman yang dahsyat. Pasalnya, dunai Arab saat ini sedang menghadapi tantangan yang cukup serius perihal maraknya ekstremisme dan terorisme.
Sejak jatuhnya Dinasti Ottoman di Turki pada 1923, dunia Arab sulit bangkit dari keterpurukan. Alih-alih bangkit, justru mereka terperosok dalam kubungan maraknya ideologi-ideologi ekstremis-radikal, yang hingga sekarang ini memecah belah dunia Arab. Mereka masih enggan untuk memasuki era demokrasi dan modernitas yang memberikan ruang pada rasionalitas. Mayoritas dunia Arab ingin kembali ke masa lalu.
Nah, munculnya Islam Nusantara merupakan wajah baru yang bisa dijadikan sebagai oase pemikiran bagi dunia Arab, dan dunia Islam pada umumnya. Mereka selama ini alergi terhadap segala hal yang berbau Barat, karena Barat identik dengan kolonialisme. Mereka pun mulai melirik wajah Islam lain yang tumbuh subur di Indonesia. Akhirnya, Islam Nusantara mendapatkan perhatian khusus.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Islam Nusantara? Kiai Said Aqil Siradj dalam pidato pembukaan Muktamar NU ke-33 di Jombang menggarisbawahi beberapa karakteristik dari Islam Nusantara. Pertama, semangat keagamaan (al-ruh al-diniyyah ). Semangat keagamaan yang dimaksudkan bukan untuk mengedepankan formalisasi agama, melainkan mengutamakan
akhlaqul karimah . Ini sejalan dengan misi utama kedatangan Nabi Muhammad yang membawa misi untuk menyempurnakan akhlaqul karimah .
Kedua, semangat kebangsaan ( al-ruh al-wathaniyyah). Setiap umat Islam di negeri ini hendaknya mempunyai nasionalisme, cinta Tanah Air. Hal tersebut sudah terbukti dalam sejarah pra-kemerdekaan, para ulama bersama para pendiri bangsa yang lain saling bahu membahu untuk mewujudkan kemerdekaan, dan bersama-sama untuk melahirkan Pancasila sebagai falsafah bernegara. Bahkan, para ulama menegaskan Pancasila sebagai dasar negara sudah bersifat final.
Ketiga, semangat kebhinnekaan ( al-ruh al-
ta'addudiyyah). Setiap umat Islam harus mengenali dan menerima keragaman budaya, agama, dan bahasa. Tuhan pasti bisa jika hendak menjadikan makhluk-Nya seragam, tetapi Tuhan sudah memilih untuk menciptakan makhluk-Nya beragam agar di antara mereka saling mengenali, menghormati, serta merayakan kebhinnekaan.
Keempat, semangat kemanusiaan (al-ruh al-insaniyyah ). Setiap umat Islam hendaknya mampu menjadi prinsip kemanusiaan sebagai pijakan utamanya. Persaudaraan kemanusiaan harus diutamakan dalam rangka menjaga tatanan sosial yang damai dan harmonis. Islam pada hakikatnya adalah agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Keempat karakter tersebut memang secara distingtif menjadi unsur pembeda antara Islam Nusantara dengan Islam ala Timur Tengah. Salah satu yang mencolok perbedaannya karena Islam ala Timur Tengah cenderung bersifat politis. Sedangkan Islam Nusantara bersifat kultural.
Meskipun demikian, tantangan di masa kini dan masa mendatang tidaklah mudah. Globalisasi telah mengubah banyak hal. Karena intensitas interaksi dan pertukaran pemikiran begitu tinggi, maka diperlukan upaya-upaya serius untuk revitalisasi paradigma Islam Nusantara, terutama dalam rangka membumikan paham keagamaan yang makin dinamis.
Semua menyadari, kaum muda yang dikenal dengan "kaum milenial" kerap menjadi sasaran utama kelompok ekstremis. Karena keterbatasan pemahaman tentang keislaman dan gairah yang meluap untuk mencari jati diri dan identitas, maka mereka mudah dicekoki dengan paham-paham transnasional yang dapat mengancam solidaritas kebangsaan. Akhirnya mereka terjerembab dalam paham khilafah.
Di era Google , setiap orang mempunyai kebebasan dan kemerdekaan untuk menganggap dirinya sebagai "muslim sejati". Setiap orang mempunyai kemungkinan yang sama untuk mengetahui banyak hal tentang pemahaman keislaman, meskipun hanya di permukaan, sehingga muncul istilah "muslim google" dan "muslim wikipedia".
Maka dari itu, para penggiat studi keislaman harus mampu mengartikulasikan pemikiran-pemikiran keislaman kontemporer yang konstruktif dan mampu menjawab beberapa problem kemanusiaan. NU melalui diskursus Islam Nusantara berada di garda terdepan untuk senantiasa menggelorakan paham Islam
Rahmatan lil 'Alamin yang mengukuhkan moderasi dan toleransi, serta nasionalisme yang tinggi.
Apresiasi media berbahasa Arab terhadap Islam Nusantara merupakan modal dan bukti nyata, bahwa keberislaman kita tidak kalah bersaing dengan paham-paham yang berkembang di Timur Tengah. Bahkan, kita bisa menyumbangkan pemikiran kita kepada Timur Tengah yang saat ini sedang galau dan kehilangan arah.

Zuhairi Misrawi intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Jumat, 17 November 2017

Penyusup dalam islam

Kelompok khilafah ini memang sangat licik...

Mereka menyusup ke dalam ormas-ormas dan menunggangi untuk tujuan jangka panjang mereka.

Di dalam, mereka berteriak-teriak “persatuan Islam”, tetapi sesungguhnya apa yang mereka lakukan adalah mencari simpati dengan mulut manis. Pada prakteknya, yang mereka lakukan adalah mengadu domba umat Islam sendiri dengan ceramah2nya..

Mereka mengklaim kata “Islam” dan kata “ulama” dan berlindung di baliknya. Ketika mereka di pukul mundur oleh kelompok lain seperti Banser dan Ansor misalnya, mereka teriak “persatuan”. Dan di sisi lain mereka menikam dalam-dalam..

Tidak mudah melihat pergerakan mereka, kecuali bisa membaca apa yang terjadi di Suriah pada awal-awal peperangan..

Di Suriah mereka melakukan hal yang sama, mengklaim persatuan Islam untuk melawan pemerintahan yang sah. Mereka menyusup ke militer dengan baju ustad dan ulama, memberi pengajian sekaligus mencuci otak militer untuk melakukan pemberontakan karena pemerintah yag sah sudah “melenceng dari jalur agama”.

Banyak yang tidak sadar di Suriah, karena mereka berbaju ulama. Tetapi salah satu ulama kharismatik Sunni yaitu Syaikh Ramadhan Al Bouthi, tahu siapa musang berbulu domba di belakang nama agama.

Dan apa yang mereka lakukan ?

Pada bulan Maret 2013, ketika Syaikh sedang memberi ceramah di depan jamaahnya, bom bunuh diri meledak tepat di hadapan Syaikh, di dalam masjid, sehingga Syaikh Ramadhan Al Bouthi tewas seketika beserta beberapa jamaahnya.

Mereka membungkam orang2 yang membongkar kedok mereka..

Di Indonesia ini, salah satu kelompok ormas yang membuka kedok mereka adalah Nahdlatul Ulama. NU sudah tahu pergerakan mereka sejak lama. Bahkan almarhum KH Hasyim Muzadi pernah mengingatkan bahayanya kelompok transnasional ini..

Salah satu yang perlu diwaspadai adalah yang bernama BN. BN ini sepak terjangnya di Indonesia sudah lama. Dia termasuk penggerak dan ketua banyak ormas baru yang ekstrim. Ia menguasai jalur penyiaran televisi dan sumber dananya berasal dari gerakan2 sosial yang dia ciptakan.

Salah satu rekam jejaknya yang menunjukkan siapa dirinya, adalah ketika di Indonesia ia keliling dengan membawa bendera pemberontak Suriah. Bendera yang berwarna hijau, putih dan hitam itu adalah bendera pemberontak yang diklaim sebagai “pemerintah yang sah”

Kelompok pemberontak inilah yang menguasai jalur bantuan sosial ke Suriah. Dengan menjual gambar wajah memelas dan kata “Save Suriah” ia mengumpulkan banyak dana untuk kepentingan kelompoknya.

Belakangan diketahui bahwa pemberontak Suriah itu berdampingan dengan ISIS dalam melawan pemerintahan sah di Suriah, walau akhirny mereka juga perang sendiri rebutan siapa yang jadi khilafah..

Dan kembali BN ini mencari panggung dengan mendatangi beberapa daerah melakukan apa yang dia namakan tabligh akbar. Inilah yang hendak dicegah Banser dan Ansor dengan menolak kehadirannya.

Meski di permukaan tampak adem ayem, di bawah sebenarnya sedang panas2nya “pertarungan” antara kelompok pro khilafah dan NU sebagai benteng NKRI. Yang bisa melawan mereka cuma NU saat ini, karena NU sudah tahu apa yang mereka inginkan untuk negeri ini.

Lihat saja, bentar lagi akan banyak yang teriak ini status “adu domba” dan “memecah belah Islam”. Itulah yang mereka lakukan sambil terus bergerak dalam misi mereka, menjadikan Indonesia seperti Suriah..

Waspadalah..

www.dennysiregar.com

Selasa, 14 November 2017

Hiruk Pikuk Garut

HU Pikiran Rakyat, Rabu 15 Nopember 2017

HIRUK  PIKUK GARUT
Asep Salahudin
Esais

Saya sengaja tidak bikin tulisan ketika Garut masih dalam suasana mencekam atas pro dan kontra kedatangan Bachtiar Nashir untuk memberikan tablig akbar di Masjid Agung Garut. Walau pun sempat memanas namun akhirnya bisa terlaksana berpindah di lain tempat dalam sebuah pengamanan ketat.

Bagi saya keberatan ormas NU terhadap kehadiran BN dan kawan-kawannya, tidak perlu dibaca secara lahiriah tapi lebih kepada makna simbolik. Keberatan itu sebagai counter culture atas seringnya dakwah dijadikan panggung  politik untuk mempromosikan sikap keberagamaan yang nyata-nyata berseberangan dengan roh bernegara. Ceramah yang bukan membawa pada ketenangan tapi malah menuduh mereka  yang berbeda sebagai kafir,  Pancasila dan  UUD 1945   thagut. Jejak digital tidak mudah dihapas tentang potret ormas yang nyata-nyata masuk dalam kategori sebagaimana ditenggarai Perppu No 2 tentang keormasan tahun 2017.

Garis politik

Sikap tegas NU seperti itu seringkali dibaca naif sebagian kalangan bahkan tidak sedikit juga akademisi yang menyimpulkan secara tergesa-gesa seolah-olah NU adalah ormas yang telah terbeli penguasa. Kesimpulan seperti ini tidak hanya melambangkan sesat pikir, rabun sejarah tapi juga kekanak-kanakan kalau tidak harus disebut kajahilan.

Sedikit saja membuka lembaran sejarah, ketika Jenderal Soeharto berkuasa dan NU menjadi ormas yang “dipinggirkan” tidak kemudian sikapnya terhadap negara berubah. Bahkan tahun 1984  dalam    Munas Alim Ulama di Situbondo (1983) menerima Pancasila sebagai asas tunggal   justru ketika ormas lain menolak. Kata  KH. Achmad Siddiq, “Nahdlatul Ulama menerima Pancasila menurut bunyi dan makna yang terkandung dalam Undang-Undang 1945 (bil lafdhi wal ma’nal murad), dengan rasa tanggung jawab dan tawakkal kepada Allah.” 

Dalam ungkapan KH Abdurrahman Wahid, “Penerimaan atas Pancasila sebagai asas itu juga dilakukan secara keagamaan, dalam arti mendudukan agama dan Pancasila pada tempat masing-masing tanpa harus dipertentangkan. Antara Pancasila sebagai landasan ideologis-konstitusional dan akidah Islam menurut faham ahlisunnah waljamaah sebagai landasan keimanan, tidak dapat dipertentangkan...berakidah adalah tindakan  mengkonkretkan Pancasila dalam salah satu bidang kehidupan bangsa, yaitu kehidupan beragama.”.

Sikap “akomodatif” bukan hanya hari ini, tapi sejak silam. KH Hasyim Asy’ari untuk kepentingan jangka panjang  menyerukan santri-santrinya ikut latihan militer bersama Jepang bahkan mbah Hasyimnya sendiri  sempat menjadi menteri agamanya (Shumubu). Kyai Wahab Hasbullah dituduh komunis gara-gara menerima faham nasakomnya Bung Karno. Sikap sikap seperti  itu malah yang mempercepat keruntuhan Jepang dan gagalnya kudeta komunis.  HMI yang semula hendak dibubarkan Bung Karno tidak jadi karena saran NU.

NU (dan Muhamadiyah) bisa membedakan antara negeri (country), negara (state), bangsa (nation), masyarakat (society), dan rakyat (people). Misalnya  saja dalam konsep nation melekat sebuah peneguhan  untuk menghargai keragaman. Bhineka tunggal ika bukan sekadar slogan tapi menjadi bagian dari pengalaman. Kebencian terhadap pemerintah tidak harus kemudian kehilangan akal sehat menawarkan sistem lain  di luar kesepakatan bersama yang telah diikrarkan para pendiri bangsa yang di antara mereka adalah ulama.

Totoh Ghozali

Melihat hiruk pikuk Garut, saya jadi rindu sosok penceramah kondang yang lahir  di Limbangan Garut KH Abdul Fatah Ghozali atau terkenal Totoh Ghozali. Ajengan  sederhana dengan tutur kata santun, lembut  dan penggunaan bahsa Sunda yang ngaguluyur.

Dalam setiap ceramahnya tidak pernah ada nada menghasut dan menghina tapi justru menginjeksikan pentingnya keberanian mengkritik diri sendiri.
Ceramah-ceramahnya  benar-benar mampu masuk dalam alam pikiran manusia Sunda. Nada bicaranya  sama sekali tidak ada kesan menggurui  tapi khalayak di bawa bersama-sama merenungkan hakikat hidupnya dengan menghidupkan banyak tokoh dalam narasi ceramahnya. Tokoh-tokoh dalam isi ceramahnya satu sama lain berdialog  dan seolah justru kita yang ada menjadi bagian dari dialog itu.

Ajengan  Ghozali seandainya  merasa perlu mengkritik penguasa maka hal itu dilakukan dengan cerdas dan sama sekali tidak kemudian bermetamorfosa sebagai agitator tetapi tetap istikomah  dalam maqam keulamaannya. Hal lain sebagai salah satu kelebihannya adalah kemampuannya menghidupkan suasana dengan lelucon  terukur.  Leluconnya sama sekali tidak berlebihan. Humor-humornya bukan untuk mentertawakan orang lain tapi  mentertawakan diri sendiri. Maka nyaris dalam setiap ceramahnya tidak pernah terdengar jamaah meneriakkan “Allahu Akbar” dengan tangan terkepal dan muka penuh kemarahan.

Kabupaten unik

Garut sebagai tempat kelahiran saya memang kabupaten unik. Banyak peristiwa nasional terjadi di Garut. Sebut saja misalnya pada masa kolonial pemberontakan lokal Cimareme (1919), gerakan bawah tanah Afdeling B (1919), setelah kemerdekaan gerakan DI/NII. Pasca reformasi hanya  di kabuaten Garut yang pernah terjadi pergantian Bupati sampai tiga kali dalam satu periode pemerintahan dan yang terakhir adalah Aceng Fikri yang diturunkan paksa gara-gara nikah siri tapi setelah itu karier politiknya menaik mejadi anggota DPD merangkap Ketua Partai Hanura Jawa Barat. Tahun 1926 seorang novelis asal Yaman Sayid Ahmad bin Abdullah Assegaf pernah nenulis novel Fatat Garut yang memotret kejelitaan gadis Garut sekaligus peristiwa sosial yang mengitarinya  pada tahun 1922. Tahun 2016 di Garut Selatan  ditemukan banyak patung harimau unik yang bisa tertawa yang hebatnya dipajang di markas tentara.

Satu hal lain yang juga hari ini banyak diprotes  masyarakat adalah (rencana) pembukaan pabrik di lahan-lahan  subur dan kawasan pendidikan di Garut Utara. Ini harus dibicarakan tuntas oleh seluruh elemen masyarakat dilihat dari semua aspeknya, dipercakapkan manfaat dan madaratnya dengan tidak terburu-buru. Sebab kalau tidak bisa menjadi api dalam sekam. Khawatir yang terjadi bukan adu domba, tapi adu manusia.