YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Senin, 31 Agustus 2020

Murottal Misyary Rasyid

Assalamualaikum
Ini link murottal tanpa Harus Download,
Semoga bermanfaat

Mishary Rasyid per Juz.... 

Juz 1 ⇨ http://j.mp/2b8SiNO
Juz 2 ⇨ http://j.mp/2b8RJmQ
Juz 3 ⇨ http://j.mp/2bFSrtF
Juz 4 ⇨ http://j.mp/2b8SXi3
Juz 5 ⇨ http://j.mp/2b8RZm3
Juz 6 ⇨ http://j.mp/28MBohs
Juz 7 ⇨ http://j.mp/2bFRIZC
Juz 8 ⇨ http://j.mp/2bufF7o
Juz 9 ⇨ http://j.mp/2byr1bu
Juz 10 ⇨ http://j.mp/2bHfyUH
Juz 11 ⇨ http://j.mp/2bHf80y
Juz 12 ⇨ http://j.mp/2bWnTby
Juz 13 ⇨ http://j.mp/2bFTiKQ
Juz 14 ⇨ http://j.mp/2b8SUTA
Juz 15 ⇨ http://j.mp/2bFRQIM
Juz 16 ⇨ http://j.mp/2b8SegG
Juz 17 ⇨ http://j.mp/2brHsFz
Juz 18 ⇨ http://j.mp/2b8SCfc
Juz 19 ⇨ http://j.mp/2bFSq95
Juz 20 ⇨ http://j.mp/2brI1zc
Juz 21 ⇨ http://j.mp/2b8VcBO
Juz 22 ⇨ http://j.mp/2bFRxNP
Juz 23 ⇨ http://j.mp/2brItxm
Juz 24 ⇨ http://j.mp/2brHKw5
Juz 25 ⇨ http://j.mp/2brImlf
Juz 26 ⇨ http://j.mp/2bFRHF2
Juz 27 ⇨ http://j.mp/2bFRXno
Juz 28 ⇨ http://j.mp/2brI3ai
Juz 29 ⇨ http://j.mp/2bFRyBF
Juz 30 ⇨ http://j.mp/2bFREcc

Silahkan disebarluaskan semoga menjadi amal jariyah bagi anda..

Minggu, 30 Agustus 2020

Faedah mengasihi anak yatim

*Faidah Mengasihi Anak Yatim dan Cara Mengusap Kepala Anak Yatim*


Rasulullah Saw bersabda:
"Apakah kamu ingin hatimu lembut dan hajatmu terpenuhi? Maka Kasihi anak yatim, usap kepalanya dan beri ia makan dari makananmu, maka hatimu jadi lembut dan hajatmu terpenuhi."

*Cara mengusap kepala anak yatim:*

Mengusap dari bagian atas kepala ke arah depan, sambil berdoa:
جبر الله يتمك وجعلك خلفا من ابيك
_Jabbaraallaahu yatamaka wa ja'alaka khalfan min abiika_

"Semoga Allah menutupi keyatimanmu dan memberikan pengganti ayahmu ( yang memenuhi kebutuhanmu)."

Referensi: Faidhul Qadir Syarh al-Jami' as-Shagir

Filosopi Kusen

Filosofi KUSEN (Husain) WALISONGO

Cara Bijak Leluhur Jawa Melawan Lupa Tragedi Karbala

Jika Anda bertanya kepada masyarakat Jawa, apa nama penyangga pintu yang terpasang di rumahnya, mereka akan menjawab: kusen. Mereka yakin, tanpa kusen, pintu rumah takkan jadi kokoh dan mudah roboh.

Tapi pernahkan Anda menyangka bahwa nama ‘kusen’ bukan hanya sekadar nama tanpa makna?

Tahukah Anda bahwa ternyata inilah satu di antara banyak pesan tersembunyi dari ekspresi cinta masyarakat Jawa kepada keluarga Nabi yang disimbolkan melalui bagian penting dari sebuah rumah?

Ya. Kusen tak lain adalah personifikasi dari Husen (Husein) cucunda Nabi yang dibantai 30 ribu tentara Muslim atas perintah khalifah Yazid bin Muawiyah. Sedangkan pintu adalah personifikasi Ali bin Abi Thalib, sebagaimana Nabi SAW pernah bersabda, “Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya”.

Secara samar dan unik rupanya leluhur kita ingin menyampaikan pesan sejarah, bahwa, ajaran yang diwarisi Ali dari sang Nabi SAW hampir saja punah sia-sia, jika Husen tidak menapaki jalan kesyahidan seperti Ali, ayahnya.

Dan bukan hal baru bahwa masyarakat Jawa seringkali mengajarkan etik dan moral melalui simbol-simbol. Mereka memang punya cara yang khas dalam menyampaikan pesan, baik melalui syair, sanepa, perlambang penamaan pada benda-benda, aneka kuliner (seperti bubur suro, ketupat dll), maupun melalui pemadatan bahasa.

Kata “Suro” misalnya, adalah pemadatan dari kata “Asyura” yang bermakana peristiwa menyedihkan hari kesepuluh di bulan Muharam, mengacu pada tragedi berdarah pembantaian Husein dan keluarganya yang terjadi di Karbala atas perintah penguasa zalim zaman itu.

Pada bulan tersebut, umumnya masyarakat Jawa tidak akan mengadakan pesta tasyakuran dalam bentuk apapun, mulai dari mendirikan rumah, resepsi pernikahan, sunatan atupun hajatan sukacita lainya.

Tradisi dan simbol semacam ini tak hanya dimaksudkan sebagai ungkapan duka, tapi juga menjadi instrumen pendidikan dalam membentuk kepribadian masyarakat yang ikhlas berkorban, setulus pengorbanan pemimpin pemuda surga Sayidina Husein as.

Jejak Asyura melimpah di negeri ini. Sejak masa lalu hingga kini, kuliner bubur suro masih marak mentradisi, tak lain sebagai cara bijak mengabarkan ulang kepahlawanan Sayidina Husein as beserta keluarga dan sahabatnya dalam peristiwa Karbala.

Cara ini sengaja diabadikan sebagai ajakan untuk melawan lupa serta seruan belasungkawa pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW atas gugurnya Sayidina Husein as di Karbala.

Masyarakat Jawa pada bulan Muharam juga biasa menaburkan bunga di tiap perempatan jalan yang sering dilalu-lalangi masyarakat, sebagai pengingat bahwa dulu rombongan kafilah keluarga Nabi SAW yang terdiri dari perempuan dan anak-anak ditawan, diarak bersama penggalan kepala Sayidina Husein as dan 16 kepala lainya sejauh 1.200 km mulai Karbala, Kufah dan Damaskus Suriah. Tradisi menebar bunga juga ditujukan agar malapetaka serupa tak terulang kembali dimasa-masa mendatang.

Tentu yang utama dimaksud “musibah” di sini adalah, upaya penghancuran nilai-nilai kemanusian serta penipuan atas nama agama, dan juga atas nama rakyat biasa melalui propaganda dan dalil-dalil absurd yg ditafsir untuk menindas dan demi kepentingan kekuasaan semata.

Tidak hanya di Jawa, berbagai ungkapan duka di hari Asyura menjelma menjadi tradisi yang masih ditemukan di berbagai daerah di Nusantara. Sebut saja misalnya Perayaan Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman Sumatra Barat. Ada juga di Painan, Padang, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil.
Dari batang pisang Tabot dibuat, ```dihiasi bunga-bunga beraneka warna, diarak ke pantai bersama ribuan orang sambil diiringi teriakan “Hayya Husein hayya Husein” (“Hidup Husein, hidup Husein”). Demikianlah ``` prosesi tersebut diakhiri dengan pelarungan Tabot di laut lepas. Benda yang disebut tabot itulah perlambang keranda jenazah suci Sayyidina Husein as.

Peristiwa Asyura tak hanya menguras air mata, tapi juga membangkitkan semangat kepahlawanan, pengorbanan dan kesetiakawanan. Dan tak dapat dipungkiri, bahkan bangsa kita pun pernah dipompa darahnya melalui kisah sejarah Asyura di Karbala. Yakni ketika semangat para pejuang menggelora saat para kesatria keluarga Nabi disebut namanya.

Sejarah mencatat, ambisi penjajah Belanda hampir pupus saat itu juga. Sekalipun bantuan tentara didatangkan dari berbagai kepulauan di luar Jawa. Salah satunya, saat perang Jawa ata perang Diponegoro. (1825-1830).

Kondisi tersebut sebagaimana tergambar dalam pidato Kyai Mojo (Muhammad al-Jawad) yang dikenal sebagai panglima perang Pangeran Diponegoro dalam kitab Babad Perang Dipanegoro, karya pujangga Yasadipura II, Surakarta, berikut ini:

“Wahai kalian ksatria Mataram, negara Jawa tersimpan sudah dalam cakrawala pemahaman kalian.
Pada diri kalian tersimpan watak prilaku, kebijaksanaan Sayyidina Ali dan Sayyidina Hasan. Tertanam juga (pada diri kalian) keberanian Sayyidina Husein.

Ingatlah… pada saat Suro nanti, Belanda akan kita lenyapkan dari tanah Jawa, karena terdorong kekuatan para kesatria Muhammad yaitu, Ali, Hasan dan Husein.

Bertempurlah kalian dengan iringan takbir dan shalawat, jika kelak kalian gugur di medan laga ini, maka kalian akan tercatat syahid sebagaimana gugurnya para sahabat setia Sayyidina Husein di Nainawa (Karbala).

Engkau yang bijak terlibat dalam peperangan ini, adalah orang yang pantas mendapat julukan Ali Basya (gelar kehormatan bagi para ksatria/bangsawan).”

Selain itu, peristiwa Asyura dan Sayyidina Husein as juga dikenal dan telah tertanam sedemikian rupa di tengah para pejuang kita.

Presiden pertama RI Ir. Soekarno bahkan pernah berkata, “Husein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, dimana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman.” (10 Hari Yang Menggetarkan Dunia: Ucapan dan Komentar Tokoh Dunia karya Saed Zomaezam)

Meski demikian, saat ini mungkin lebih banyak generasi muda bangsa kita yang tak lagi mengenal tragedi Asyura dan siapa tokoh penting di baliknya. Namun patut disyukuri, bahwa nilai-nilai luhur, sekalipun berupa remahan, berupa pesan moral di balik kearifan leluhur dalam merawat ingatan dan melawan lupa Tragedi karbala, masih mewarnai sebagian jiwa anak bangsa. Mereka mewarisi keberanian dan pengorbanan dari para leluhur mereka yang mengambil pelajaran dari Sayyidina Husein. Sementara sebagian dari kita mungkin perlu merefreshnya saja. Membongkar ulang sejarahnya, tanpa perlu meributkan siapa yang akan melakukannya, apa agamanya dan apa mazhab atau aliran agamanya.

Terkait tragedi Karbala, siapapun boleh memperingatinya. Siapapun tak terlarang mengidolakan figurnya. Hal ini seperti disampaikan Antoine Bara, seorang cendekiawan, pemikir, dan tokoh terkemuka Kristen dalam bukunya yang berjudul Imam Hussein in Christian Ideology, yang menyatakan bahwa Imam Husein as tidak khusus untuk Syiah atau khusus Muslim saja, tetapi milik seluruh dunia karena menurutnya beliau adalah “hati nurani agama”…

Sebagai bangsa Indonesia, kita patut bangga kepada para leluhur dan para pendahulu kita yang dengan caranya yang unik dan bijak telah memperkenalkan tragedi Asyura dan sosok Sayyidina Husein as kepada generasi kita.

Terhadap warisan budaya yang tak ternilai harganya ini, atas semua karya yang sampai di tangan kita, dan usaha besar dalam membentuk kepribadian bangsa, tak terkecuali segala peninggalan, pusaka dan wasiat itulah, kita mesti tetap menjaganya agar tak terlupa.

Demi mewarisi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam peristiwa Karbala, kita dituntut cerdas dan cermat dalam melestarikan tradisi Asyura yang sarat makna. Inilah tugas generasi kita melawan lupa.```

Tetap Semangat Tetap Sholawat
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa aali Muhammad

Sumber mas Bagaskara Poetra

Jumat, 21 Agustus 2020

Akhir Pandawa Lima



Beberapa tahun setelah darah mengering di medan Kurusetra....,  Hastinapura menjelma menjadi negara yang agung...,  di bawah pimpinan Prabu Parikesit.

Saat itulah Yudhistira merasa tugasnya telah selesai. 

Maka ia mengutarakan keinginannya untuk mencari kesejatian..., kembali kepada "Sangkan Paraning Dumadi”..., dengan mendaki Gunung Mahameru

Keempat saudaranya dan Drupadi..., terkesiap. 

Mereka tidak mau ditinggalkan di istana.

“Aku tak punya siapa-siapa lagi, Kakang….”, isak Drupadi.

 “Aku hanya punya dirimu dan Pandawa….”.

Drupadi benar..., karena seluruh keluarganya terbunuh di Bharatayudha.

Ayahnya..., Drupada tewas di tangan Resi Dorna. 

Drestajumena..., adiknya, yang disusupi roh dendam kesumat Ekalaya berhasil membunuh Dorna.

Namun hanya dalam hitungan hari...,  Aswatama menuntut balas membantai Drestajumena.

Bersimpuh di kaki suaminya..., Drupadi menangis mengenang nasibnya yang remuk.

Teringat kala itu ..., nun di balairung Hastinapura kemolekan tubuhnya nyaris terumbar oleh tangan mesum Dursasana..., ketika ksatria ini mempertaruhkan dirinya di meja dadu.

Yudhistira terdiam..., mendengar isak Drupadi.

Namun keputusannya telah bulat..., ia harus pergi..., karena tugasnya di dunia telah selesai.

Maka berangkatlah Pandawa Lima dan Drupadi..., menuju pegunungan Mahameru. 

Mereka juga membawa serta seekor anjing kesayangan..., seekor anjing yang putih dan  kecil.

Perjalanannya sangat berat. 

Medan dan cuaca yang ganas..., membuat Drupadi mulai mengeluh.

Berkali-kali Yudhistira berusaha memapahnya..., agar terus berjalan. 

Tapi Drupadi tak kuasa lagi..., dan tak sanggup meneruskan langkahnya.

Ia kemudian terjatuh.

“Aku tak sanggup lagi, Kakang....”, ia merintih.

Yudhistira memutar kembali ingatannya.

Bertahun-tahun ia meredam perih tatkala mendapati...,  bahwa selama ini sebenarnya Drupadi mencintai Arjuna..., bukan dirinya. 

Drupadi jualah yang membuat Adipati Karna mabuk kepayang..., hingga ajal menjemput di ujung Pasopatinya Arjuna. 

Dan kini..., "belahan jiwa" itu sekarat di lengannya..., ketika mereka baru mencapai kaki Gunung Himalaya.

Berlima mereka meneruskan langkah..., di tengah cuaca yang kian mendera. 

Panas yang mengelupas kulit..., berubah dingin yang mendera tulang.

Sadewa mulai limbung. 

Ia menguat-nguatkan dirinya..., agar mampu mengikuti langkah kakak-kakaknya.

“Kakang…., tolonglah aku...”, keluh Sadewa.

Ia mencoba merangkak..., tapi seluruh persendiannya seakan terlepas. 

Nafasnya tersengal-sengal..., dan tak sanggup lagi  meneruskan perjalanan. 

Sadewa tewas...,  ketika perjalanan baru mencapai lereng gunung yang menjulang tinggi itu.

Kematian Sadewa..., ternyata baru awal.

Tak lama kemudian..., menyusul satu demi satu...: Nakula..., dan Arjuna. 

Bima menggeram...,  "Kenapa adik-adikku harus mati dengan cara yang mengenaskan Kakang..., aaarrrgggh....!”.

“Bima…”, suara Yudhistira bergetar.

“Tuhan tidak menyukai kesombongan...;  Sadewa merasa dirinya paling tampan..., Nakula mengangap dirinya paling pandai..., sedang Arjuna..., hmmm….”.

Yudhistira menerawang.

Kesaktian Arjuna setingkat Dewa..., 
ia gemar lelaku tapabrata dan kekasih Sang Hyang Indra.

Tapi ia jumawa. 

"Masih ingatkah kau ketika adikmu itu menggugat 'darah balas darah, pati balas pati' tatkala puteranya gugur....?".

"Ia bersumpah akan membalas kematian Abimanyu..., sebelum matahari lengser..., tapi ternyata ia tidak menepati janjinya. Tuhan tidak suka...".

Sekuat tenaga..., mereka berdua meneruskan langkah.

Puncak Gunung Himalaya terlihat temaram..., di antara halimun.

Bima yang perkasa mulai gontai.

Terseok-seok ia berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya..., beberapa langkah di belakang Yudhistira. 

Tapi ia semakin tertinggal jauh..., hingga akhirnya tubuh raksasa itu berdebam jatuh menimpa bumi.

“Kakang…., aku tak sanggup lagi….”, teriak Bima.

Yudhistira menghentikan langkahnya..., untuk memberikan penghormatan terakhir kepada pahlawan Bharatayudha yang ia sayangi itu.

Bathinnya bergumam...., “Wahai Putera Bayu kesayangan Dewa Ruci…., engkau jumawa dan merasa dirimu tak terkalahkan oleh siapapun. Bicaramu kasar..., dan engkau tak pernah merasa bersalah. Selamat jalan..., pergilah dengan damai adikku…”.

Yudhistira meneruskan langkahnya..., ditemani anjing putih yang setia itu.

Hingga sampailah keduanya di puncak Gunung Himalaya.

Suasana hening..., siluet tubuh Yudhistira tampak merunduk menghitam dilatari salju. 

Rambut sebahu..., yang puluhan tahun disemati mahkota berlian itu lusuh memburai.

“Semua telah pergi..., sebentar lagi giliranku...".

"Duh Yang Maha Agung…., terimalah adik-adik hamba….”.

Ia menarik nafas panjang...., lalu membungkukkan badan berbicara kepada anjingnya...:

“Aku gundah bukan karena harus menghadapi ajalku..., namun aku tak tega meninggalkanmu sendirian di puncak gunung ini….”.

Tiba-tiba anjing putih itu lenyap..., menjadi asap yang bergulung-gulung.

Yudhistira terdongak..., mendengar suara gemuruh di angkasa.

Dan..., dari balik awan Batara Indra muncul mengendarai kereta kencana..., yang dihela delapan kuda sembrani putih.

Kereta itu berhenti...,  tepat di hadapan putera sulung Pandu Dewanata ini.

“Samiaji….", ujar Betara Indra...,  “Adik-adikmu gagal karena hidup mereka sarat dengan pamrih. Mereka merasa bahwa dirinya 'penuh berisi'..., padahal sejatinya 'kosong'....”.

"Sedang engkau sebaliknya..., engkau 'mengisi'  dengan 'mengosongkan” dirimu...".

Batara Indra mengangsurkan tangannya..., “Ayo naiklah ke atas keretaku...., kuantar engkau ke surga karena keutamaanmu...”.

Memang kita tak harus menjejali diri penuh-penuh untuk “mengisi” diri kita...;  namun dengan "mengosongkan" hati....,  maka percayalah...., bahwa  Sang Maha Pemberi akan mengisinya.

Rahayu - Rahayu.

Selasa, 18 Agustus 2020

penipuan HTI pada Jejak Khilafah

PENIPUAN-PENIPUAN HTI DALAM FILM 'JEJAK KHILAFAH'

“Khilafah terosss,” kata seorang rekan mengomentari tulisan-tulisan saya yang selalu membahas ancaman khilafah ala Hizbut Tahrir Indonesia. Komentar tersebut, satu sisi, merupakan ketidaktahuan dirinya, sebagai representasi milenial, terhadap fakta sejarah, juga merupakan kebodohan dirinya akan realitas lapangan: bahwa saya tidak sedang bercanda, hari ini, dan semakin hari, gerak-gerik para aktivis khilafah semakin keterlaluan. Kini, mereka sedang penggarapan film indoktrinasinya: Jejak Khilafah.

Polemik terbaru ini, bermula dari sebuah poster Talkshow Launching Film garapan Khilafah Channel, berjudul “Jejak Khilafah di Nusantara”. Dalam acara tersebut, beberapa dedengkot HTI menjadi pemateri: Nicko Pandawa, Ismail Yusanto, Rokhmat S. Labib, dan Felix Siauw. Sementara sebagai narasumber spesial, ada Tengku Zulkarnain, Mizuar Mahdi, Alwi Alatas, Moeflich Hasbullah, dan, ini yang menjadi polemik, Profesor Peter Carey, sejarawan otoritatif tentang Nusantara dari Oxford, dicatut.
 
Bakal hadirnya Prof Carey dalam talkshow tersebut, kemudian, diklarifikasi oleh asisten risetnya, Feureau Himawan Susanto, setelah bertanya kepada Prof Carey langsung. Dan hasilnya, ia mengatakan tidak pernah terlibat dalam agenda-agenda semacam itu dan, dengan demikian, apa yang tertera dalam poster di atas, murni adalah kelicikan, kebohongan, fitnah, dan keburukan intrik politik para agen khilafah itu. Prof Carey diedit sedemikian rupa, seakan dirinya mengafirmasi agenda licik mereka.

Jelas, ini merupakan intrik paling buruk, di mana para aktivis khilafah sudah bermain-main di pusaran otoritas akademik. Boleh jadi, itu karena mereka sadar, Felix Siauw dan Ismail Yusanto saja tidak cukup kuat, dan orang-orang menganggapnya sampah tak bermutu. Prof Carey sangat kecewa atas pencatutan nama dirinya. Melalui sang asisten, ia kemudian membuat siaran pers pada Senin (3/8) kemarin terkait beredarnya poster Talkshow Lauching Film Jejak Khilafah, sebagai berikut:

Pertama, walau Prof Carey pernah melakukan wawancara dengan yang membuat film Jejak Khilafah, namun itu ditujukan untuk meluruskan fakta tentang hubungan Turki Utsmani dengan Pangeran Diponegoro, yang ternyata nol besar. Kedua, Prof Carey tidak pernah diundang menjadi special guest, itu fitnah. Lagi pula, ia tidak hadir dalam acara launching tersebut. Video dirinya diedit seolah-olah menyetujui pandangan bahwa Islam di Nusantara, dulu, juga raja-rajanya, adalah bagian dari apa yang mereka anggap khilafah Islam yang berpusat di Turki. Sungguh kepalsuan yang menjijikkan.

Felix Dkk yang Membelokkan Sejarah
Memalukan, itu kata yang pas untuk para dedengkot khilafah, yang di antara aktor utamanya ialah Felix Siauw dan Ismail Yusanto itu. Mereka melakukan segala cara, menghalalkan segala bentuk fitnah, untuk mengelabui masyarakat. Seharusnya, itu membuat kita, semakin yakin, juga membuat pengikutnya sadar diri, bahwa segala yang para pengusung khilafah itu sampaikan, adalah kebohongan besar. Bagaimana bisa mereka mengatakan berpolitik sesuai ajaran Islam tetapi melakukan fitnah?

Film Jejak Khilafah sendiri dibuat oleh Felix dkk, untuk mengarahkan opini publik bahwa raja-raja Islam di Nusantara adalah bagian, atau setidaknya menjadi relasi, pemerintahan Turki Utsmani. Padahal, aslin, Prof Carey sudah menuturkan, Turki Utsmani sama sekali tidak peduli dengan Jawa, apalagi bermitra dengyaan raja Nusantara ketika itu. Islam juga masuk ke Indonesia tidak melalui jalur ekspansi politik, tidak melalui jajahan Turki Utsmani. Islam masuk melalui jalur penetrasi budaya, masuk secara damai.

Jejak Khilafah, konon, ada tiga episode. Episode pertamanya akan tayang 20 Agustus nanti, tiga haris setelah perayaan HUT RI ke-75. Felix dan Ismail membahas panjang film tersebut saat launching kemarin. Kesimpulannya, dirinya, tentu bersama rekan-rekan para pengusung khilafah, hendak membelokkan sejarah Nusantara. Umat akan semakin dibuat bingung dan membenci negara mereka sendiri, Indonesia yang demokratis. Semangat yang berusaha dibawa film tersebut ialah: “Ayo kita kembali ke pangkuan khilafah ala pendahulu kita!”

Penipuan demi penipuan terus dilakukan, sambil mengatakan kepada umat bahwa ada semacam pemutar-balikan sejarah di Indonesia. Padahal, merekalah yang justru memanipulasi sejarah, lalu kenapa malah menuduh balik? Para aktivis khilafah di Indonesia memang tidak punya rekam jejak yang jelas, dan kesemuanya adalah mantan politikus, politikus kadaluarsa yang tiba-tiba berlagak membela Islam. Tengku Zulkarnain, Yusuf Martak, dan sahabat Ismail-Felix lainnya, memangnya mereka benar-benar paham sejarah? Palsu!

Pada tataran yang lebih mendalam, mereka juga sebenarnya telah menipu ketika mengatakan bahwa Turki Utsmani itu menerapkan sistem khilafah. Khilafah itu, ini sudah saya ucapkan dalam banyak tulisan sebelumnya, berarti ‘pemerintahan’, bukan sistem spesifik. Ketika seseorang bilang, ‘khilafah Turki Utsmani’, maka ia sedang mengatakan ‘pemerintahan Turki Utsmani’. Lalu sistem pemerintahan seperti apa yang dimaksud? Monarki-absolut? Jika ia, maka apa yang dituturkan Tengku Zulkarnain bahwa tegaknya khilafah tidak berbahaya bagi NKRI, adalah tipuan berikutnya.
 
Tidak hanya mencatut, mereka menipu di atas penipuan lainnya. Termasuk film Jejak Khilafah ini. Apakah kita akan tetap menganggapnya aman-aman saja? Kita wajib memikirkan kembali anggapan tersebut, sebelum negeri ini runtuh di tangan mereka.

Jejak Khilafah Ancaman yang Nyata
Meski film Jejak Khilafah belum tayang dan menghipnotis umat, membutakan mereka dari sejarah Islam Jawa yang sebenarnya, langkah tegas harus segera diambil dari sekarang. Kesalahan fatal pemerintah dalam merespons pergerakan para aktivis khilafah ialah tiadanya tindakan tegas, dan hanya melakukan perang wacana tandingan. Itu jelas tidak efektif. Pemerintah akan kalah masif, secara pergerakan. Jika mereka sampai membuat film begini, itu artinya, mereka tidak kosong saku, untuk setiap agendanya.

Film Jejak Khilafah barangkali memang tidak akan membuat sistem politik berubah. Tetapi, film tersebut cukup untuk memengaruhi masyarakat agar tidak lagi simpati kepada pemerintah di satu sisi, dan menggiring umat Islam ke dalam sejarah palsu yang dibuat-buat oleh para simpatisan Hizbut Tahrir. HTI memang sudah habis, tetapi untuk mengatakan pergerakan mereka musnah, kita salah besar. Mereka belum mati, mereka bergerak terus dan, kini, mereka mulai membesar bahkan tanpa terakomodir dalam satu organisasi sekalipun.

Langkah yang bisa ditempuh ialah melarang film tersebut, atau mengedukasi umat bahwa film tersebut, seratus persen, adalah manipulasi sejarah. Umat harus diarahkan untuk keluar dari zona indoktrinasi, zona penipuan Felix dan aktivis khilafah lainnya, tentang delusi negara Islam. Indonesia tidak kurang Islami. Karenanya, film Jejak Khilafah sama sekali tidak penting, kecuali untuk membangkitkan emosi umat melalui pembelokan sejarah oleh aktivis khilafah itu sendiri.

Dan yang terpenting, Islam di Indonesia tak ada kaitannya dengan Turki Utsmani, bukan koalisi politik mereka. Turki Utsmani memang luas teritorinya dan lama memerintah, tetapi bukan di Nusantara. Diponegoro, kata Prof Peter Carey, memang kagum dengan Turki Utsmani, tetapi bukan bagian darinya. Jika ada yang mengatakan demikian, pasti, mutlak, orang itu adalah budak Felix dkk, atau korban penipuan-penipuan mereka.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sekaligus Pegiat Kajian Keislaman

#TolakHTI
#HubbuWathonMinalIman

Sumber: http://harakatuna.com/penipuan-penipuan-hti-dalam-film-jejak-khilafah.html

Minggu, 16 Agustus 2020

Awal Muharam

Menulis 113 Bismillah di Awal Muharram

Imam Muhammad Haqqiy an-Naziliy rahimahullah mencatatkan dalam kitabnya Khazinatul Asrar Jalilatul Adzkar halaman 92:

Siapa saja yang menulis:

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebanyak 113 kali pada tanggal 1 Muharram di kertas, maka dirinya dan keluarganya akan diberikan perlindungan dari segala musibah dan keburukan selama seumur hidup.

ADAPUN CARANYA :

▪Hendaknya menulis kalimah Bismillahir Rahmanir Rahim (tulisan arab) pada tanggal 1 Muharram
▪Dilakukan dalam keadaan berwudhu, 
▪Menghadap qiblat, 
▪Menutup aurat dan tidak berbicara 
▪Niat lidaf'ul bala (tolak bala), Tahshin (benteng) dan jalbul manafi' (memperoleh manfaat) semata-mata bertabarruk dengan ayat al-Qur'an Bismillahir Rahmanir Rahim dan salah satu bulan yang dimuliakan yaitu bulan Muharram.

Syekh Muhyiddin Zadah dalam kitab Hasyiyah Tafsir al-Baidhawiy juz 1 halaman: 45 mengutip riwayat dari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Rahimahullah yang menyatakan:

طولوا الباء وأظهروا السين ودوروا الميم تعظيما لكتاب الله

Panjangkan huruf Ba dan  (perjelas) huruf Sin dengan giginya dan bulatkan huruf Mim dengan lubang ketika menulis بسم الله sebagai bentuk penghormatan kepada al-Qur'an.

Boleh dimulakan waktu penulisannya sejak adzan maghrib ketika sudah muncul hilal (bulan muda) hari pertama pergantian tahun tanggal 1 bulan Muharram dan berakhir ketika adzan besok malamnya.

Setelah menulis 113 bismillahir rahmanir rahim dianjurkan untuk membaca doa sesuai hajat yang diinginkan kemudian tulisan 113 bismillah tadi disimpan di dalam tempat yang layak .

Kenapa sebanyak 113 ada rahsia apa pada bilangan 113?

Jawapannya:
Sebab jumlah surat dalam al-Qur'an ada 114 surah dan surah-surah tersebut semuanya diawali dengan bismillahir rahmanir rahim kecuali satu surat saja yakni surat at-Taubah. Jadi yang diawali dengan bismillah hanya 113 surah.

Doa setelah menulis 113 Basmalah antara lain:

اللهمّ انّى اسألك بفضل بسم الله الرحمن الرحيم وبحقّ بسم الله الرحمن الرحيم وبهيبة بسم الله الرحمن الرحيم وبمنزلة بسم الله الرحمن الرحيم ارفع قدري ويسّرلى امري واشرح صدري يامن هو كهيــعص حمعسـق المّ المّص المر حـم الله لااله الاهو الحيّ القيّوم بسرّ الهيبة والقدرة وبسرّ الجبروت والعظمة اجعلنى من عبادك المتّقين واهل طاعتك المحـبّين وارزقنى علمانافعا ياربّ العالمين وصلّى الله على سيّدنامحمّد وعلى آله وصحبه وسلّم

Diambil dari kitab Ittihaful Amajid Binafaisil Fawaid karya Abu Mun'yah as-Syakunjiy.

Wallahu A'lam,

Semoga bermanfaat