YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Jumat, 26 November 2021

BUKTI ALQURAN MUJIZAT

JIKA ORANG NON MUSLIM BERTANYA, KEPADAMU :
*"APA BUKTINYA BAHWA "AL-QUR'AN" ITU MEMANG DARI ALLAH SWT. PENCIPTA JAGAD RAYA INI DAN BUKAN SEKEDAR KARANGAN MUHAMMAD SAW..."*

Maka, dengan tersenyum Ramah Jawablah...!!!

Insya ALLAH, saya akan Jawab, secara Ilmiah...
Semoga Anda pun memikirkan Jawaban saya ini, dengan Pikiran yang Jernih tanpa dipengaruhi Subyektivitas dan Fanatisme Kelompok...

*Bukti Pertama :*

Dari Analisa Sejarawan, terbukti bahwa memang Muhammad SAW. Ummi : Buta-Huruf dan tidak pernah Sekolah, karena memang pada Masa itu Belum ada Sekolah...

Masyarakat Arab belum mengenal ILMU, seperti :
Ilmu Politik, Ekonomi, Matematika, Sosiologi, Kenegaraan, Ilmu Etika dll.

Mungkinkah Orang yang Buta-Huruf dan Tidak Mengenal ILMU, bisa bicara : Masalah Hukum, Tata-Negara, Sistem Ekonomi, Etika dll. yang semua Pembicaraan tsb. ada didalam *"AL-QUR'AN"* ?

Tentu saja Jawabannya : "Tidak-Mungkin..."

Artinya, bahwa : *"AL-QUR'AN"* bukan Karangan : Muhammad SAW.
Tidak mungkin menurut Akal-Sehat Orang Buta-Huruf yang tidak mengenal ILMU sama sekali bisa bicara Hukum, Kenegaraan, Undang-Undang Kemasyarakatan, Akhlaq, Sosiologi dan Ratusan Kalimat-kalimat Bijak Secara Spontan dengan Bahasa yang memukau para Ahli Bahasa Arab...

*Bukti Ke-2 :*

*"AL-QUR'AN,"* banyak bicara tentang Sejarah, Sejak Zaman ADAM AS. hingga ISA AS. Padahal Muhammad SAW, tidak pernah dapat Informasi tentang Sejarah Hidup mereka...

Cerita tentang Musa AS. dan ISA AS. sangat lengkap. Bahkan Seorang Pendeta sangat ber-Syukur, ternyata didalam *"AL-QUR'AN"* ada Pembelaan terhadap Kesucian Bunda MARIA yang oleh Orang Yahudi dituduh telah ber-Zina sehingga melahirkan ISA A.S. Dari mana Muhammad SAW. dapat Cerita Seluruh Kisah Para Nabi tsb. padahal di Mekah dan Madinah hampir2 tidak ada Orang Kristen...

Jelas Akal-Sehat kita akan menolak jika dikatakan *"AL-QUR'AN,"* karangan : Muhammad SAW.

Begitu juga Cerita tentang Musa AS. sangat lengkap, padahal Orang Yahudi tidak ada yang mengajarkan *TAURAT,* kepada Nabi yang tinggal di Mekah. Bahkan di Mekah hampir-hampir tidak ada Orang Yahudi...

*Bukti Ke-3 :*

Dulu ada Seorang Pelaut Eropa. Kebetulan diatas Kapalnya ada *"AL-QUR'AN"* terjemah.

Sekedar mengisi kekosongan selama dalam Pelayaran, beliau iseng membaca-baca *"AL-QUR'AN,"* terjemah tsb. Beliau sangat terpesona dengan pembicaraan *"AL-QUR'AN"* tentang Lautan, Badai dan Sterpeson yang terkait. Bahasanya pun sangat Dalam dan Puitis.
Ketika beliau berlabuh di India dia bertanya-tanya kepada Muslim disana tentang Muhammad SAW, dari Muslim India tsb. dia memperoleh Keterangan bahwa Muhammad SAW, Hidup ditengah Gurun-Pasir dan tidak pernah melihat Lautan...
Maka dia sangat yakin, bahwa Mustahil *"AL-QUR'AN,"* karangan : Muhammad SAW, yang bisa dengan sangat Indah Melukiskan Lautan, padahal Beliau tidak pernah melihat Laut. Sehingga ia pun segera memutuskan masuk Islam.

*Bukti Ke-4 :*

Didalam Surah Al Furqan Ayat 53, ALLAH SWT, berfirman : 
_"Dan Dialah (ALLAH) yang membiarkan 2(dua) Laut yang mengalir berdampingan yang satu Tawar dan Segar, yang lainnya Asin dan Pahit. Dan Dia jadikan diantara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus._
_Haha... dari mana Muhammad SAW, Lelaki Gurun Pasir itu tahu, padahal Beliau tidak mengerti sedikit pun tentang Lautan dan bahkan dua Laut yang beda Rasa dan Warna itu pada Masa Hidup Beliau, belum ditemukan Orang..."_

Jadi sekali lagi, tidak mungkin *"AL-QUR'AN"* tsb. Karangan : Muhammad SAW.

*Bukti Ke-5 :*

Pada masa Muhammad SAW.y hidup, ada dua Negara Imperium yaitu Imperium Romawi dan Persia.
Dua Imperium ini sering berperang. Ketika dimasa Hidup Beliau, Persia berhasil mengalahkan Romawi. Hal ini membuat Masyarakat Musyrik, Mekah menjadi gembira karena Orang Persia juga Penyembah Berhala. Sebaliknya Orang Islam bersedih karena Romawi menganut Agama Nasrani yang seakar dengan Islam. Kemudian turun Ayat menghibur Orang Islam, Surah Ar Rum- Ayat 2,  3  &  4, menjelas bahwa beberapa tahun lagi akan kembali terjadi Peperangan dan Peperangan tsb akan  dimenangkan oleh Romawi sehingga Umat Islam yang Pro Romawi pun menjadi gembira. 
Ayat ini pun ditertawai oleh Kaum Musyrik Qurais dianggap sebagai Bualan, Muhammad saja karena waktu itu Romawi terlihat sudah sangat lemah...

Maka Abu Bakar menantang Orang Musyrik untuk bertaruh dengan taruhan Belasan Ekor Unta. Tantangan diterima oleh Musyrik Qurais dan tujuh Tahun kemudian apa yang diramalkan *"AL-QUR'AN"* pun terjadi :
Romawi kembali Perang dengan Persia dan Peperangan dimenangkan Orang Romawi.
Jika *"AL-QUR'AN"* bukan dari ALLAH  SWT. dan hanya sekedar karangan : Muhammad SAW. tentu saja Beliau tidak akan bisa meramal sesuatu yang akan terjadi dimasa depan...

*Bukti Ke-6 :*

Seluruh Ahli Bahasa dan Ahli Syair dari kalangan Musyrik Qurais mengakui secara Jujur bahwa Kalimat- kalimat *"AL-QUR'AN"* sangat tinggi kandungannya, sangat Indah susunan kata-katanya dan sangat memukau. Tidak ada sebelumnya kalimat-kalimat Cerita, Nasehat dan kalimat Berita yang ditulis, Manusia yang sebagus *"AL-QUR'AN"* sampai sampai Orang Qurais pun menjuluki Muhammad SAW, sebagai Tukang Sihir, yang kata-katanya bisa memukau semua Orang. Dan bukti yang lebih mencengangkan lagi dari Jutaan Kitab yang pernah ada di Dunia ini hanya *"AL-QUR'AN"* lah satu satunya Kitab yang bisa dihapal secara Pas, kata demi kata oleh Jutaan Orang. Bahkan Orang yang tidak mengerti Bahasa-Arab, seperti Ribuan Anak-Anak Indonesia mampu menghapal *"AL-QUR'AN"* yang lebih dari 600 Halaman...

Adapun Pastur dan Pendeta, tidak akan mampu menghapal *INJIL* (Bibel) kata demi kata secara Pas, walau hanya 100 Halaman...?

Hal ini menunjukkan bahwa ALLAH SWT. sebagai yang menurunkan *"AL-QUR'AN."* telah mengatur sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi semua Orang untuk menghapalnya.

*Bukti Ke-7 :*

Dalam Surah Yunus ayat 92, diceritakan, bahwa : Jasad FIR'AUN musuhnya MUSA AS. akan diselamatkan ALLAH SWT. 

Padahal Peristiwa Sejarah MUSA AS. dan FIR'AUN tsb terjadi 1.200 Tahun sebelum Masehi.
Pada awal Abad ke-19 Tahun 1896, seorang Ahli Purbakala : *"Loret,"* menemukan dilembah Raja-Raja Luxor Mesir satu Mumi yang dari Data-data Sejarah terbukti bahwa ia adalah, *FIR'AUN* yang bernama : *MANIPLAH...*

Pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith, mendapat Izin untuk membuka Pembalut Fir'aun & ternyata Jasadnya masih Utuh seperti yang diberitakan *"AL-QUR'AN."*

Nah, mungkinkah Muhammad SAW. yang buta huruf tsb bisa mengetahui hal tsb. padahal didalam *TAURAT* dan *INJIL* pun tidak ada diceritakan ?

Tidak dapat tidak, Akal Sehat yang Jujur akan berkata, bahwa *"AL-QUR-AN"* bukan karangan : Muhammad SAW.

*Bukti Ke-8 :*

Dalam *"AL-QUR'AN,"* Surat Yunus 10 : 15, ALLAH SWT. menjelaskan, bahwa Cahaya Matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan Cahaya Bulan adalah Pantulan.

Dari mana Muhammad SAW. bisa tahu, padahal dia Buta-Huruf dan Ilmu Alam Zaman itupun belum sampai kesitu, bahkan belum ada Kajian Keilmuan...

*Bukti Ke-9 :*

*"AL-QUR'AN"* turun secara acak. Kadang kala turun karena ada suatu Peristiwa atau Pertanyaan, Sahabat maupun Orang Kafir. Jadi tidak ada upaya penyusunan kalimat. Kebanyakan Ayat turun secara Spontan dan disampaikan Muhammad SAW. secara Lisan.
Namun yang terjadi sangat mencengangkan. Banyak terdapat Keharmonisan yang diluar Nalar Manusia.
Dari hasil studi bertahun-tahun Syeikh Abdul Razzak Naufal menemukan Hal-hal yang menakjubkan yang kemudian ia paparkan dalam Kitab yang ia tulis : *"MUKJIJAT AL-QUR-AN AL KARIEM."* 

*Satu :*
Terdapat keseimbangan kata dengan lawan katanya :
Alhaya' ( hidup ) dan Al-Maut ( mati ) disebut sama sama 145 kali.

Annaf ( manfaat ) dan Mudorat disebut dalam jumlah yang sama 50 kali.

Panas dan Dingin 4 kali

Kebaikan dan Keburukan : 167 kali.

Kufur dan Iman, dalam bentuk kata Indifinite masing-masing 17 kali ... dll

*Dua :*
Kata hari dalam bentuk tunggal berjumlah 365 ( jumlah 1 Tahun )
Kata hari dalam bentuk Jamak berjumlah 30 kali penyebutan (Angka satu Bulan)
Kata yang berarti Bulan hanya disebut 12 kali, menunjukkan jumlah Setahun. Dll...

Apakah semua ini kebetulan ?

Mudah mudahan dengan keterangan sedehana ini bisa meningkatkan Kualitas Iman kita dari Haqqul Yaqin menjadi Ainul Yaqin : Keyakinan yang sudah terbukti dan tidak bisa dibantah..

Dan dengan Anda membagikan ilmu yang sangat penting ini untuk diketahui banyak orang, Anda pun terhitung telah melakukan Amal-Jariah yang sangat penting dalam urusan Syiar Islam.

Barakallah li wa lakum
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
.

Rabu, 24 November 2021

GAMBARAN KRIPTO YANG DIPERMASALAHKAN



Banyak yang membahas Kripto (crypto currency) sebagai aset yang diakui dengan mengikuti pendapat Bappebti. Dengan kata lain, kripto tidak diperlakukan sebagai mata uang agar tidak menabrak regulasi yang ada tetapi dianggap sebagai aset atau komoditas. Pembahasan pun mengarah ke persoalan security, peer to peer, likuiditas dan sebagainya yang menjadi keunggulan crypto currency. Jadi Kripto digambarkan sebagai aset biasa sebagaimana aset berharga lainnya hanya saja dalam wujud virtual. Jadi pandangan hukum mereka berangkat dari gambaran ini. 

Sedangkan pihak yang mengharamkan, seperti LBM PWNU Jatim, tidak berangkat dari gambaran itu tapi lebih jauh melihatnya hingga aspek yang lebih filosofis. Karena starting point yang berbeda, maka dialog akan mengalami jalan buntu selama tidak dibicarakan di level tashawwur (penggambaran) terlebih dahulu. Sebagaimana kaidah dalam ilmu manthiq, "alhukmu alasy syai'i far'un 'an tashawwurihi (putusan terhadap sesuatu lahir dari penggambaran atas sesuatu tersebut). 

Untuk tujuan ini, saya membagi pembahasan ini dalam beberapa sub bahasan. Siapkan kopi dan camilan karena ini cukup panjang.

A. Hakikat kripto sebagai aset

Agar mudah dan dapat dipahami semua kalangan, mari kita buat contoh lain terlebih dahulu yang saya buat dengan bahasa yang paling sederhana: 

Saya punya batu kerikil yang saya ambil di halaman rumah saya. Halaman rumah saya punya banyak stok batu kerikil. Lalu saya bilang ke kawan-kawan saya bahwa batu kerikil tersebut adalah aset berharga yang saya beri harga  per bijinya 100 juta. Kalau dibelah jadi dua berarti masing-masing seharga 50 juta. Saya bilang bahwa batu kerikil yang saya miliki ini unik dan hanya ada di halaman saya saja. Masing-masing bentuknya terdaftar dalam database yang saya miliki sehingga tidak akan tertukar atau dipalsukan dengan batu lain. Saya tekankan bahwa di seluruh dunia, batu yang seperti itu hanya di halaman saya saja. Sebab meyakinkan, ada kawan yang kemudian membelinya dengan harga 100 juta sebiji itu. Nah, kini jadilah batu kerikil yang awalnya tidak berharga itu benar-benar punya nilai harga karena bisa dijual. Pembeli itu pun ternyata berhasil menjualnya lagi dengan harga 110 juta dengan meniru keterangan saya itu. Lalu ketika makin banyak yang membeli dari saya dan dari orang lain yang membeli dari saya, maka harganya naik menjadi 200 juta per biji. Ketika stok makin sedikit sedangkan permintaan makin tinggi, maka harga kerikil itu akhirnya menjadi 500 juta perbiji. Lalu masyarakat menyebut kerikil saya itu tadi sebagai aset bernilai tinggi dan layak dijadikan investasi. 

Kripto sebagai aset juga demikian, hanya saja bentuknya bukan kerikil tapi entitas digital yang sama sekali tak punya bentuk di luar Internet. "Barang" digital ini saya buat dengan keahlian saya di bidang teknologi. Saya membuat rangkaian angka yang dibuat sedemikian rupa melalui perhitungan rumit. Agar mudah, kita sebut saja rangkaian angka produk saya itu sebagai kode. Saya mendesain agar kode ini bisa dipecah menjadi kode lain yang lebih kecil dan bisa dikirimkan ke orang lain dalam sistem yang sangat aman. Lalu kode buatan saya ini saya beri harga 10 juta per satuannya. 

Agar menarik, saya bilang ke kawan-kawan bahwa kode saya ini sangat aman dan tidak mungkin dibobol. Tiap kode merupakan kode unik yang tidak bisa dibuat atau dimodifikasi oleh siapa pun secara curang. Tiap berpindah tangan, semua riwayatnya terekam dalam kode yang digunakan. Karena ini "hanya kode", maka bebas dikirim ke siapa saja layaknya mengirim chat. Tidak ada pihak mana pun yang menjadi penengah. Akhirnya bila melakukan transaksi dengan kode ini, maka kecepatannya seketika, tak peduli dikirim ke orang dekat atau ke belahan dunia mana pun. Persis dengan mengirim chat WhatsApp kira-kira. Perlu diketahui, chat Whatshapp sejatinya juga kode-kode enkripsi yang berpindah dari satu orang langsung ke orang lain (peer to peer).

Singkat cerita, ada orang yang tertarik membeli kode buatan saya itu dengan harga yang ditentukan. Makin banyak yang memakai, maka makin tinggi harganya hingga hampir semilyar rupiah. Ketika sedikit yang memakainya, maka harga turun tapi lama-lama dapat naik kembali bila jumlah pemakai meningkat kembali. Orang-orang pun menyebut rangkaian angka buatan saya itu sebagai aset berharga yang akhirnya mereka jadikan instrumen investasi. 

B. Beberapa masalah

Beberapa dari anda yang teliti pasti bertanya, bagaimana bisa sebuah kerikil diberi harga, mahal pula? Ya memang tidak wajar. Seharusnya harga kerikil dibatasi pada manfaatnya sebagai kerikil. Andai tidak ada lagi yang memperlakukannya spesial dan hanya tersisa orang yang bersikukuh membelinya seharga 200 ribu per pick-up, maka itulah harganya yang baru dan merupakan harga wajar kerikil yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan. Adapun harga per bijinya, maka nol rupiah. Otomatis yang membelinya 500 juta per biji akan rugi besar, tapi salahnya sendiri. 

Demikian juga dengan kripto, bila tiba-tiba orang berhenti membelinya dan menganggapnya spesial, maka otomatis harganya akan kembali ke harga wajar. Tapi berapa harga wajar bagi rangkaian angka yang tak bisa digunakan untuk kebutuhan riil apa-apa? Tidak ada harganya sama sekali. Sejak awal saja sudah aneh, mengapa bisa rangkaian angka ini diberi harga, dibeli mahal dan dicari orang pula hingga berlaku hukum pasar (supply and demand) padanya? 

Tentu saja mereka yang terlanjur membelinya tidak akan rela uang mereka hangus begitu saja. Bagaimana pun, mereka akan berusaha membuat orang lain memakainya sehingga tetap berharga. Masalahnya sampai kapan usaha ini akan berhasil? Apalagi yang membuat hal serupa ada ribuan dan makin lama akan semakin banyak ragamnya. Tentu akan ada titik jenuh dari hal semacam ini.

Selain itu, uang biasa yang kita pakai sehari-hari berfungsi sepenuhnya untuk tujuan yang ditawarkan Kripto meskipun dengan sedikit perbedaan yang masih bisa dinegosiasi. Keberadaan kripto dengan berbagai keunggulannya sebenarnya juga dimiliki oleh uang elektronik yang sudah jamak dipakai sekarang. Soal keamanan dan enkripsi keduanya sama-sama aman. Soal kecepatan transfer juga bersaing kecuali apabila dilakukan antar bank, apalagi antar negara. Kripto hanya menang telak dalam dua unsur, yaitu biaya transfer dan harga uang itu sendiri di mana harga uang yang biasa kita pakai tidak akan berubah secara signifikan dalam waktu singkat tetapi harga kripto ada yang sudah naik hingga ribuan kali lipat hingga menyentuh ratusan juta rupiah per satuannya. Perlu dicatat bahwa kenaikan ini bukan karena manfaat riil yang diberikan, tetapi murni karena spekulasi pelaku pasar. Konsekuensinya, sekarang bisa meroket naik tetapi besok bisa ambruk seketika.

C. Manfaat yang diakui syariat

Dalam pandangan syariat, sebuah entitas hanya layak dijadikan komoditas atau barang bernilai jual (sil'ah) apabila ia mempunyai manfaat yang diakui oleh syariat: 

- Apabila ia mempunyai manfaat tetapi manfaatnya tidak diakui syariat, maka tidak sah menjadikannya sebagai komoditas. Misalnya narkoba bermanfaat untuk membuat sensasi bahagia sementara, tapi ini terlarang. Demikian tubuh wanita, bermanfaat untuk membuat pria hidung belang bahagia, tapi ini dilarang. Manfaat semacam ini dianggap tidak ada sehingga "barangnya" tidak boleh dianggap sebagai aset atau komoditas, tak peduli harganya di pasaran semahal apa. 

- Apabila ia tidak bermanfaat sama sekali, maka jelas tidak diakui sebagai komoditas. Misalnya seekor semut biasa, sebutir beras atau sebiji kerikil. Meskipun ada yang memberinya harga 1 miliar dan ada yang membelinya  lalu ada pula yang menawarnya 1,5 miliar, syariat tetap tidak mengakuinya. Ini hanya permainan para spekulator yang mencoba menentukan harga dengan cara yang tidak fair. Bila terjadi transaksi, maka syariat menganggapnya tidak sah dan pelakunya dianggap berdosa karena melakukan transaksi fasid. Entitas kripto masuk pada kategori ini sebab tidak ada alasan yang masuk akal di mana satu "barang virtual" sekarang dihargai satu dolar kemudian dalam waktu yang sangat singkat berubah menjadi ribuan dollar.

Syariat hanya mengakui pemberian harga jual yang berlandaskan pada manfaat riil yang diberikan suatu barang (komoditas). Taruhlah contoh kasusnya adalah aplikasi komputer atau android. Aplikasi adalah sebuah aset digital yang jelas. Meskipun tak mempunyai wujud fisikal di dunia nyata, namun ia dibuat untuk manfaat tertentu yang riil, misalnya aplikasi Microsoft Word digunakan untuk kebutuhan tulis menulis dokumen. Tanpa bantuan aplikasi ini, kebutuhan untuk tulis menulis akan sangat menyulitkan. Akhirnya aplikasi ini mempunyai nilai jual yang tinggi sebab dibutuhkan. Munculnya aplikasi serupa dan tinggi rendahnya kebutuhan konsumen terhadapnya  akan mempengaruhi harganya, tetapi tetap saja itu semua itu ada dalam batasan yang wajar dan masuk akal. 

Sedangkan kripto, apa manfaat riil yang bisa diberikan oleh deretan angka digital ini? Tidak ada manfaat apa pun darinya sehingga apabila kripto musnah dari dunia ini maka takkan ada satu pun kesulitan yang dialami umat manusia (kecuali manusia yang terlanjur membelanjakan uangnya dalam jumlah besar untuk membeli kripto). Apa landasannya sehingga harganya bisa berubah secara drastis dalam waktu singkat? Tidak ada kecuali spekulasi. Ingat kasus bunga gelombang cinta yang awalnya sangat murah dan biasa saja tiba-tiba secara ajaib harganya meroket hingga ratusan juta bahkan miliaran dalam sekejap lalu kemudian terjun bebas lagi ke harga asal? Itulah spekulasi yang dimaksud. Kenaikan harganya bukan berasas pada kenaikan manfaat dan kebutuhan konsumen tetapi pada permainan para spekulator yang berhasil membuat publik merasa bahwa barang itu begitu spesialnya dan begitu layak dibeli mahal. Ketika "nalar waras" publik kembali bangun, maka seketika harganya akan kembali ke harga wajar.

Pertanyaan lainnya yang penting adalah kenapa harga produk kripto yang satu dan produk kripto yang lain dapat berbeda jauh meskipun fitur keamanan dan segala macam hal lainnya sama? Lagi-lagi jawaban yang jujur akan mengarah pada spekulasi.

D. Komoditas atau uang?

Berbagai masalah krusial di atas akan terjawab apabila cara pandang kita diubah. Kripto memang tidak mempunyai manfaat yang jelas dalam dirinya sendiri tetapi ia dapat memuat nilai harga apabila diperlakukan sebagai alat tukar alias uang. Sama seperti uang kertas, secara hakikat ia tak lebih dari secarik kertas yang setara dengan kertas toilet, akan tetapi ia diberi harga sebab ia adalah alat tukar. Karena itulah, sejak awal dibuat namanya memang crypto currency, bukan crypto asset! 

Aneh sekali bagaimana bisa sesuatu yang jelas-jelas disebut sebagai currency alias mata uang tiba-tiba dianggap sebagai aset? Sudah jelas betul bahwa kemanfaatan crypto currency hanyalah sebagai uang virtual, bukan aset virtual. Mari kita bayangkan di dunia ini tidak ada orang yang bertransaksi membeli sesuatu atau "mengirim uang" dengan kripto tetapi semuanya hanya membelinya untuk disimpan dalam dompet virtualnya. Kira-kira apakah harganya bisa naik turun begitu saja? Tentu tidak, bahkan orang akan tersadar dan mulai bertanya-tanya untuk apa mereka menyimpan itu? Sebab itulah, seluruh bahasan tentang kripto pasti mengarah pada fungsinya sebagai mata uang.

Sebab itu, maka alasan Bappebti dan pihak mana pun yang mencoba "ngeles" dengan cara memperlakukan kripto sebagai aset/komoditas jelas tidak sesuai dengan realita, tentu saja juga melabrak kaidah manfaat  syar'iyah. Akhirnya wajar bila ada pihak yang menjatuhkan vonis haram pada "aset ghaib" ini.

Lalu apa masalahnya apabila dianggap uang? Di point ini masalahnya adalah undang-undang. Pasal 33 UU No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang berbunyi:

Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Bila anda adalah warga negara yang taat hukum, maka ketentuan penggunaan rupiah sebagai satu-satunya alat tukar (currency) di NKRI adalah sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Secara agama, taat pada regulasi pemerintah adalah wajib selama regulasi tersebut tidak memerintahkan kemaksiatan pada Allah. Karena itu, wajar apabila ada pihak yang mengharamkan crypto currrency atau uang kripto.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana bila crypto currrency diperlakukan sebagai mata uang asing bukan sebagai mata uang pesaing rupiah? Bukankah tidak masalah menyimpan mata uang asing, semisal dollar, lalu mengharap ada selisih harga yang bisa dinikmati di masa depan? Jawabannya adalah tidak bisa demikian. Bagaimana pun saat ini kripto tidak diperlakukan sebagai mata uang biasa yang terikat dengan sederet regulasi. Ia adalah entitas baru yang berada di luar regulasi lama sehingga fluktuasi harganya bisa begitu ekstrem. Bila anda menyimpan 10 dollar sepuluh tahun lalu, maka anda mendapat keuntungan sekitar 5 ribu rupiah di tahun 2021 ini sebab di tahun 2011 harga dolar di angka 9000-an sedangkan sekarang di angka 14000-an. Namun bila anda menyimpan 10 bitcoin sepuluh tahun lalu, maka dengan modal ratusan ribu saja saat itu, anda menjadi miliarder saat ini. Kenapa bisa begini? lagi-lagi kata "spekulasi" menjadi kata kuncinya. 

E. Kripto dalam versi aset yang wajar

Pembahasan panjang di atas adalah tentang jenis kripto yang tidak wajar. Saya sebut tidak wajar sebab harganya tidak mempunyai patokan manfaat riil yang jelas. Sebagai mata uang ia tidak mempunyai underlying asset yang jelas dan melabrak regulasi. Sebagai aset ia juga tidak mempunyai manfaat yang nyata. Karena itu wajar bila ada pihak yang memberi vonis haram pada "harta ghaib" satu ini. Dalam bahasa umum, kata haram berarti "dilarang".

Namun bagaimana dengan versi kripto yang tidak demikian? Beberapa jenis kripto dibuat berdasarkan aset yang nyata di alam nyata. Beberapa lainnya dibuat berdasarkan harga uang yang nyata, dolar misalnya. Untuk yang seperti ini tidak masalah secara fikih. Dalam putusan LBM PWNU Jatim yang menghebohkan itu pun ada klausul "Cryptocurrency yang memiliki nilai penjamin aset seperti Tether dan sebagian dari Etherium, berlaku sebagai maal duyun sebagaimana Hasi Keputusan Bahtsul Masail PWNU di Bejagung
Tuban." Maksudnya adalah tidak bermasalah dianggap sebagai aset/komoditas. Klausul yang merupakan rincian pembahasan (tafshil) ini kerap tidak dibaca oleh media sehingga masyarakat yang membaca naskahnya menyangka LBM PWNU menyamaratakan semua kripto lalu menjatuhkan vonis haram pada seluruhnya.

Demikian juga apabila nanti di masa depan pemerintah membuat versi kriptonya sendiri yang terjamin keberlakuan, patokan harga dan segala macam detail lainnya. Andai ini terjadi, maka tidak masalah sebab perlindungan hukum dari pemerintah akan menghilangkan semua kemusykilan di atas, akan tetapi apa bedanya dengan mata uang digital (e-money) yang juga sudah dikeluarkan pemerintah? Secara filosofis, crypto currency dibuat dengan tujuan menghancurkan desentralisasi atau dengan kata lain dibuat untuk membuat sistem keuangan yang terdesentraslisasi alias peer to peer (orang ke orang). Tujuan filosofis ini akan hilang ketika pemerintah ikut campur terlalu jauh dalam urusan kripto sehingga saya menduga ini tidak akan dibiarkan terjadi. Andai, lagi-lagi kita berandai-anda, bahwa di masa depan struktur mata uang terdesentralisasi ini betul-betul menjadi pola baru yang berlaku di seluruh dunia dan diterima tanpa menimbulkan mafsadah, maka peluangnya untuk menjadi halal sangat besar. Kita lihat saja nanti.

Demikian gambaran tentang kripto yang dipermasalahkan hingga dijatuhkan vonis haram oleh beberapa pihak itu. Bila ini dipahami, saya yakin perdebatan soal ini akan jauh lebih singkat dan titik temu (atau titik pisah) antara pro dan kontra segera terurai, meskipun butuh waktu yang tidak singkat untuk memahami gambaran ini seutuhnya, bahkan sekedar mengkhatamkan artikel saya ini saja sudah lumayan lama. 

Jadi, bagi pihak yang bersikukuh bahwa kripto halal alias direstui syariat, maka silakan menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam gambaran dan sudut pandang di atas. Kalau sekedar menjelaskan bahwa Bappebti merestuinya, bahwa masyarakat menganggapnya sebagai aset yang mahal, bahwa Amerika menerimanya, bahwa ia mempunyai blockchain yang tidak bisa ditembus, dan seterusnya yang tidak sesuai dengan inti perdebatan, maka percuma dan tidak akan selesai. Silakan berpendapat dan beradu argumen, tetapi pastikan kedua pihak mempunyai gambaran dan perspektif yang sama tentang objek yang dibahas.

Semoga bermanfaat.

Abdul Wahab Ahmad,
Jember, 25-11-2021

MENGAPA LBM PWNU JATIM MENGHARAMKAN CRYPTOCURRENCY



Biasanya saya menghindari bahasan mu’amalah dan lebih suka menyerahkannya pada kawan-kawan lain yang secara khusus telah intens dengan topik ini sejak lama. Tetapi ketika membaca tulisan KH. Imam Jazuli di salah satu media online yang berjudul “LBM-NU, Cryptocurrency dan Kejumudan Nalar”, rasanya saya tidak bisa lagi menahan diri. Beberapa tulisan beliau yang saya baca selama ini tampaknya sengaja dibuat provokatif entah dengan tujuan apa, tapi kali ini saya merasa beliau keterlaluan. Bagi saya yang tumbuh dalam kultur santri, menyebut para tokoh Fukaha dari berbagai daerah di Jawa Timur yang telah bertahun-tahun menyelami dunia fikih yang tergabung dalam LBM PWNU Jatim sebagai  pihak yang “mengkultuskan kitab kuning dan terperosok jatuh ke jurang kejumudan berpikir” adalah pernyataan yang melampaui batas, terutama karena dikatakan oleh tokoh NU juga.

Saya tidak hendak menolak kritik atau perbedaan pendapat sebab dalam dunia Bahtsul Masail itu adalah hal yang sangat diapresiasi. Beda putusan antara satu Bahtsu dan Bahtsu lain adalah hal lumrah yang sudah ada sejak dahulu. Tetapi, selain seharusnya disampaikan dengan cara elegan, sebuah kritik haruslah berdasarkan fakta yang benar-benar diungkapkan lawan, bukan hanya berdasar asumsi pribadi pengkritik terhadap lawan. Alih-alih tepat sasaran, kritik KH. Imam Jazuli bagi saya sama sekali tidak menyentuh mahallun niza’ (titik tengkar) yang dibahas oleh LBM. Ini yang akan saya bahas satu persatu.

Dalam artikel beliau yang dimaksud, ada lima poin krusial yang menurut saya patut dibaca dengan kritis, yakni:

1. Tuduhan mengultuskan kitab kuning

Kyai Imam Jazuli berkata: “Ada kesan lembaga ini "mengkultuskan" kitab kuning, dan terperosok jatuh ke jurang kejumudan berpikir dalam menafsirkannya. Tidak heran salah satu bentuk fatwa keagamaan mereka mengharamkan mata uang kripto (cryptocurrency) dengan menyebutnya sebagai bukan komoditas yang boleh diperdagangkan (trading).”

Saya tidak tahu bagaimana bisa kejumudan berpikir bisa dinilai dari keputusan mengharamkan cryptocurrency? Apakah bila menghalalkannya artinya pikirannya tidak jumud? Ini simplifikasi yang melanggar kaidah berpikir sehat. Dari poin ini saja saya sudah kecewa pada pola berpikir simplistik beliau.  

Selanjutnya, tuduhan mengultuskan kitab kuning pada LBM adalah isu lama yang seharusnya mudah dijawab oleh para santri, namun anehnya diucapkan juga oleh seorang kyai NU. Disertasi saya di UIN Sunan Kalijaga (belum diterbitkan) yang menguliti habis putusan-putusan LBM telah membantah tuduhan semacam ini. Intinya, ibarah (nukilan kitab kitab kuning) yang selalu menghiasi putusan LBM mengandung dua sisi, yakni: sisi substansi dan sisi konteks. Sisi konteks berupa contoh-contoh dan implementasi yang selalu menyesuaikan dengan masa di saat kitab tersebut itu ditulis. Namun sisi substansinya tetap sama dan tidak berubah sehingga bisa ditarik untuk diberlakukan di masa mana pun. 

Sisi substansi inilah yang dibaca oleh para pelaku Bahtsul Masail dan diracik kembali sesuai kaidah-kaidah ushul fiqh dan kaidah fiqhiyah sehingga menjadi narasi putusan yang relevan dengan kasus yang ada di masa ini. Pembaca umum yang tidak familiar dengan Bahtsul Masail kebanyakan gagal paham dalam poin ini sehingga merasa ibarah tersebut tidak nyambung atau dipaksa-paksakan sebab memang “proses ijtihad” dan perdebatan panjang hingga dipilihlah ibarah itu dan bagaimana cara membaca substansinya biasanya tidak dinarasikan dengan baik dalam putusan LBM. 

Contoh sederhananya begini: Dalam kitab klasik (baca: kitab kuning) dinyatakan bahwa ketika seorang penjual berkata: “Kujual salah satu ikanku yang masih berenang di kolam ikan itu” maka jual belinya tidak sah. Bagi orang luar, pernyataan tersebut hanya tentang hukum jual beli ikan yang masih belum ditangkap, tapi aktivis BM akan membacanya sebagai larangan memperjual belikan apa pun yang masih belum ditentukan secara definitif sehingga sifat-sifatnya masih samar dan dilarang pula menjual (bai’) apa pun yang pada saat transaksi berlangsung belum dapat diserahterimakan sebab berpotensi ada pihak yang dirugikan. Aplikasinya bisa pada berbagai kasus jual beli yang terjadi sekarang atau di masa depan. Dalam pembacaan semacam ini kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah sangat terlibat sehingga penguasaan terhadap kedua perangkat “ijtihad” tersebut menjadi keniscayaan. Namun tulisan ini tidak dalam posisi membahas proses istinbat ini secara detail. 

Jadi, kesan bahwa putusan LBM jumud dan terpaku pada teks-teks yang diproduksi di masa lalu sejatinya hanya karena tidak tahu saja bagaimana “style” LBM dalam menyampaikan putusan-putusannya. Apakah “style” seperti ini berarti mengultuskan kitab kuning? Tentu tidak, sebab bukan bunyi teks itu yang menjadi patokan tetapi substansi di baliknya. Orang luar boleh berkata bahwa ini ribet, tapi kami para santri Nahdliyyin menyebutnya sebagai kecintaan terhadap turats para fukaha sekaligus kepiawaian dalam beradaptasi dengan konteks baru. Inilah kebanggaan kami!

2. Isu “barang tak terlihat”.

Kyai Imam dalam artikelnya hanya fokus pada satu poin yang menurutnya menjadi pangkal kesalahan putusan LBM PWNU Jatim, yakni sebab cryptocurrency tidak terlihat. Beliau berkata:

“Mata uang kripto divonis sebagai 'Ain Gahiru Musyahadah (entitas yang tak terlihat). Sesuatu atau barang atau entitas yang tidak terlihat, dalam pandangan kitab kuning, tidak dianggap komoditas dan pada gilirannya tidak boleh diperdagangkan. … Kegagalan pertama LBMNU membangun hipotesis awal ini, tentang eksistensi data biner, menyebabkan keruntuhan hipotesis-hipotesis berikutnya yang menopang fatwa keharaman mata uang kripto. Karena uang kripto dianggap tidak terlihat maka otomatis mendorong LBMNU Jawa Timur menyebut uang kripto tidak bisa ditunjukkan karakteristiknya maupun keterjaminannya.”

Jadi, inti kritik pedas beliau bertumpu pada satu poin di mana beliau menyangka bahwa LBM mengharamkan cryptocurrency karena alasan ia adalah entitas yang tidak terlihat. Sebagai salah satu khadim para Kyai di LBM PWNU Jatim yang diminta membersamai beliau-beliau di bangku depan, saya geleng-geleng kepala ketika membaca poin kritik ini. Sepanjang yang saya ingat dari awal acara hingga pembacaan putusan, tidak ada satu pun momen di mana para musyawirin mempermasalahkan apakah cryptocurrency terlihat atau tidak. Sama sekali bukan itu alasannya, bahkan bukan itu pembahasannya. Jadi, ini murni karena kesalahpahaman Kyai Imam Jazuli pribadi yang telah berasumsi sendiri lalu mengkritik asumsinya sendiri sebagai kejumudan berpikir. Dalam ilmu logika, kasus semacam ini disebut sebagai strawman fallacy.

Yang lama diperdebatkan oleh musyawirin, setelah mendengar masukan dari pakar ekonomi yang diundang, adalah tiga poin utama sebagai berikut: 

Pertama, soal underlying asset atau aset yang mendasari uang kripto tersebut. Kertas uang memang hanya sebatas kertas, tetapi di balik itu ada aset yang riil yang menjamin uang tersebut sehingga tetap mempunyai harga. Di masa lalu, uang dicetak berdasarkan cadangan emas, lalu kondisi berubah sehingga uang tidak lagi berdasarkan emas tetapi berdasarkan jaminan negara. Jaminan negaralah yang membuat secarik kertas yang disebut sebagai uang ini mempunyai harga. Bentuk kertas lain selain uang juga berharga apabila mempunyai aset riil di alam nyata yang diwakilinya, misalnya cek, sertifikat tanah dan saham. Meskipun sama-sama kertas tapi karena mewakili aset tertentu, maka ia berharga mahal dan harganya tidak sebagai kertas. Dengan kata lain, harga sebuah uang (alat tukar) bukan karena dirinya sendiri tetapi karena ia mewakili hal lain di luar dirinya.

Bagaimana bila alat tukar tersebut bentuknya bukan kertas tetapi berupa entitas digital? Di sini aturannya sama, ia akan berharga sepanjang mewakili aset nyata yang riil di dunia nyata. Misalnya e-money atau uang elektronik dengan seluruh ragamnya. E-money bukan semata angka yang hanya bisa kita lihat di layar tetapi ia adalah angka yang merepresentasikan uang sebenarnya yang dapat kita ambil di ATM. Lalu bagaimana dengan uang kripto? Jelas ia tidak merepresentasikan aset apa pun di luar dirinya sendiri. Ia murni sebagai “angka belaka” yang ujug-ujug diberi harga oleh para spekulator. Bila suatu saat tiba-tiba para spekulator itu tidak lagi memberinya harga, maka harganya akan hilang sama sekali dan berubah kembali hanya “sebagai angka”.

Dengan demikian, ibarah dari kitab Bujairami yang dinukil oleh Kyai Imam dalam artikelnya tidak dimaksudkan oleh LBM untuk diambil sisi tidak terlihatnya tetapi di sisi ketiadaan barang yang riil atau fisikal yang diwakili oleh uang kripto tersebut. Transaksi perdagangan kripto di Indonesia selama ini dilakukan dengan menganggapnya sebagai komoditas yang independen dalam wujudnya yang sepenuhnya digital. Sekarang kita beralih pada bahasan ini.

Bagaimana bila entitas digital itu memang dimaksud dan diberi nilai karena dirinya sendiri sehingga menjadi aset/komoditas digital, alih-alih sebagai mata uang digital? Maka diskusi LBM saat itu menganggapnya diperbolehkan selama ia bermanfaat secara riil untuk digunakan oleh manusia dengan wujud manfaat yang diakui secara syariat. Misalnya, dokumen elektronik, pulsa, aplikasi dan segala macam entitas dunia maya yang punya manfaat riil dari dirinya sendiri. Ini semua tidak bermasalah dan tidak ada satu pun yang pernah diharamkan oleh lembaga yang dibilang jumud oleh Kyai Imam Jazuli itu, padahal semua tahu bahwa itu entitas maya atau non-fisikal. Adapun cryptocurrency, manfaat dalam dirinya sendiri sejatinya tidak ada sebab sejatinya hanya “angka digital” tadi. Satu-satunya manfaat darinya hanyalah karena ia diberi harga sehingga pada akhirnya dapat ditukar dengan uang asli di exchange dan bila harganya naik maka akan mendapat untung. Manfaat semacam ini tidak diakui dalam definisi komoditas atau sil’ah yang dikenal dalam fikih. Karena tidak diakui itulah sehingga ia dianggap tidak ada (ma’dum) dan tidak dapat diserahterimakan. Namun demikian, manfaat semacam ini akan diakui apabila sesuai dengan namanya, cryptocurrency dianggap sebagai mata uang (currency) dan bukan sebagai sil’ah. Namun lagi-lagi masalahnya kembali ke awal.

Dalam diskusi yang hangat di PWNU itu, para musyawirin tahu betul bahwa Bappebti dalam peraturan nomor 7 Tahun 2019 telah mengakui beberapa uang kripto sebagai aset digital yang berharga. Jadi bukan sebagai uang, tetapi sebagai aset yang dianggap berharga dan pada kenyataannya banyak yang mendapat untung. Jangan kaget, beberapa musyawirin yang hadir adalah pelaku bisnis di bidang aset cryptocurrency, jadi jangan dikira bahwa mereka membahas hal ghaib yang tidak mereka pahami. Tetapi apakah mayoritas Musyawirin sepakat dengan Bappebti? Tidak. Alasannya di poin selanjutnya.

Kedua, soal potensi gharar yang luar biasa. Gharar adalah ketidakjelasan yang dapat menyebabkan kerugian salah satu atau kedua pihak. Cryptocurrency tidak diterbitkan oleh negara mana pun yang dapat menjamin nilainya. Di sisi lain, dia sendiri tidak punya manfaat apa pun kecuali sebagai deretan angka “canggih” yang bisa dilihat di komputer/gawai. Penentuan harganya murni dipengaruhi spekulasi pasar. Hal ini menyebabkan harganya dapat melambung setinggi langit lalu terjun bebas tanpa ada yang dapat mengontrolnya. Bisa jadi, cryptocurrency yang ada sekarang tiba-tiba tidak berlaku besok. Saat artikel ini ditulis, sebuah sumber mengatakan bahwa jumlah cryptocurrency di seluruh dunia adalah 11.000 jenis. Jumlah yang sangat banyak hingga jauh melampaui jumlah negara di dunia sebab siapa pun dapat dengan bebas membuatnya, menentukan harganya dan menentukan mekanisme bermainnya. Asalkan orang lain setuju dan mau memberinya harga juga, maka bim salabim... jadilah uang kripto baru. Siapa yang dapat menjamin keberadaan harga dalam masing-masing currency atau mata uang itu? Tidak ada. 

Potensi gharar ini tetap melekat saat kripto dianggap bukan sebagai currency tetapi sebagai aset atau komoditas. Nilainya tetap tidak jelas sebab memang sejatinya hanya berupa “angka canggih” yang serta merta diberi nilai tanpa patokan yang jelas. Bila terjadi apa-apa pada investasi beresiko ini, tidak akan ada yang akan bertanggung jawab. Terjadinya penipuan, hacking, blocking oleh pemerintah, tutupnya web exchange, dan berbagai hal lain akan membuat investor kripto rugi besar dalam sekejap tanpa ada mekanisme hukum yang dapat mengembalikan uangnya. Inilah yang membuat mayoritas musyawirin lebih memilih fatwa haram sebagai wujud perlindungan terhadap masyarakat untuk saat ini. Bila ke depannya potensi gharar ini teratasi, saya yakin seyakin yakinnya LBM PWNU akan mempertimbangkan ulang poin ini, seperti yang sudah-sudah sesuai kaidah “al-hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman”.

Ketiga, soal regulasi. Sampai saat ini, undang-undang dan peraturan Bank Indonesia hanya mengakui satu currency (alat tukar) di NKRI, yakni rupiah. Sebab itu, membahas keberlakuan currency lain di Indonesia adalah tidak tepat dan jelas-jelas melanggar hukum. Regulasi ini mempunyai tujuan kemaslahatan yang terukur untuk NKRI sehingga menyatakan bahwa cryptocurrency tertentu halal digunakan sebagai mata uang alternatif di NKRI jelas keliru, baik dari sigi hukum positif mau pun fikih. Lagi-lagi, bila regulasi ke depan berkata lain, maka putusan hukum pun akan lain pula.

Tiga hal inilah yang menjadi perdebatan sengit dalam forum. Kemudian ada beberapa pertimbangan lain yang menjadi masukan para musyawirin seperti isu keamanan, pencucian uang dan lain-lain sebagaimana dapat dibaca dalam dokumen PWNU Jatim nomor 1087 /PW/A-11/L/XI/2021 Tentang Cryptocurrency dan Bursa Kripto. 

Jadi, anggapan Kyai Imam Jazuli bahwa keharaman itu hanya muncul karena soal entitasnya tidak terlihat sama sekali tidak tepat sasaran, mendekat pun tidak. Pertimbangannya jauh lebih kompleks dari yang beliau sangka. Tentu saja pada akhirnya pihak lain tetap dapat mempunyai pendapat berbeda dan LBM PWNU Jatim menyadari betul hal ini. Karena itu, ketika ada LBM lain yang menghasilkan produk putusan yang berbeda, reaksinya biasa saja. Yang jelas topik ini akan dibahas ulang nanti di forum muktamar yang notabene adalah forum tertinggi yang diikuti seluruh perwakilan seindonesia.

3. Pengakuan bahwa lembaga fatwa internasional juga mengharamkan.

Setelah memvonis LBM Jatim sebagai jumud dan menyarankan untuk membaca kitab putih (baca: buku kontemporer), Kyai Imam berkata:  “Ulama-ulama Islam dari Mesir, Kuwait, dan Indonesia condong mengharamkan uang kripto”. 

Pertanyaannya, apakah itu artinya beliau juga menganggap fukaha dalam lembaga fatwa di belahan dunia yang lain tersebut jumud? Kita tahu bahwa mereka adalah salah satu produsen kitab-kitab putih yang beredar saat ini. Apakah para ekonom di Bank Indonesia dan bank sentral negara lain yang hingga saat ini tidak mengakui eksistensi cryptocurrency dan melarangnya juga mau dibilang jumud? Para ekonom itu kebanyakan tidak mengenal kitab kuning tetapi sepenuhnya berpedoman pada buku-buku yang mereka pelajari. 

Seperti disinggung di awal, tidak ada relevansi langsung antara penilaian terhadap cryptocurrency dengan kejumudan berpikir atau mengultuskan kitab kuning. Bisa jadi yang menganggapnya boleh itulah yang jumud karena hanya karena melihat ini menguntungkan maka “harus halal”. Pikiran harus halal sebab bisa untung jelas adalah pikiran jumud yang sudah ada sejak masa jahiliyah.

4. Santri dan teknologi
Dalam penutupnya, Kyai Imam berkata: “Terakhir sekali, para santri di pondok pesantren jangan terus-terusan dicekokin kitab kuning. Tetapi mereka juga harus diajari teknologi.” 
Saya tidak tahu santri mana yang dimaksudnya di sini? Kalau yang dimaksud adalah santri secara umum, bukankah sudah banyak sekali santri yang melanjutkan kuliah ke segala bidang, termasuk di bidang teknologi? Banyak aplikasi android yang ada di Playstore adalah buatan santri, semisal aplikasi falak, waris, pembaca kitab dan sebagainya. Selain itu, saya tidak tahu penguasaan teknologi macam apa yang dikuasai beliau sebagai pengkritik yang tidak dimiliki para santri secara umum. Kalau hanya level user seperti memakai komputer, hape, internet dan memakai entitas dunia maya, saya pastikan hampir semua bisa karena ini tuntutan zaman. Kalau yang dimaksud adalah teknologi di level creator, maka kenapa santri yang dituntut menguasainya, kan ada anak sekolah yang memang belajar untuk tujuan itu?

5. Tandingan kripto?
Di bagian closing, Kyai imam berkata: “Jika kita sepakat bahwa uang kripto adalah haram, maka apa solusi atau karya dari santri dalam hal mata uang digital? Bisakah para santri tidak saja pandai mengharamkan sesuatu, tetapi menciptakan tandingannya?”
Sebentar... sebentar... jadi sekarang santri diminta membuat uang kripto juga dalam kondisi saat ini seperti dijelaskan di atas? Ini sama seperti ketika santri mengharamkan sabung ayam lalu ditantang untuk membuat sabung ayam syar’i. Sekali lagi, kripto dapat berpeluang halal apabila kondisi telah berubah di mana faktor-faktor yang membuatnya diharamkan telah hilang. Jadi solusinya bukan dengan membuat mata uang kripto tandingan tetapi dengan cara mengubah situasi. Yang bisa mengubah situasi ini tentu bukan santri tetapi pemerintah secara khusus dan perubahan kondisi dunia ekonomi secara umum. Di sinilah kita dituntut untuk berpikir kompleks dan tidak menyederhanakan masalah, agar tidak jumud.

Ini adalah pandangan saya pribadi sebagai salah satu saksi sejarah saat keputusan haram terhadap cryptocurrency itu dibuat. Jadi, ini bukan mewakili lembaga LBM atau pun PWNU. Silakan bila Anda tidak sepakat sebab ruang diskusi tetap terbuka. Saya hanya menceritakan kondisi di belakang layar yang tidak terekam dalam edaran, itu pun berdasarkan apa yang saya ingat. Bila ada yang tidak akurat, itu murni dari saya pribadi.

Semoga bermanfaat.

Abdul Wahab Ahmad,
Jember, 23-11-2021

@⁨Abdul Wahab Ahmad⁩

Jumat, 19 November 2021

Penangkapan Terduga Teroris

*PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS*
Oleh : Dr. KH. As'ad Said Ali
Mantan Waka BIN

Operasi penangkapan thd 3 orang ( FO, AZA, AA) yg dianggap bagian jaringan JI ( Al Jamaah Al Islamiah ) oleh DENSUS 88
merupakan rangkaian dari penangkapan sejumlah pimpinan org bawah tanah tsb terutama dalam setahun terakhir. Dengan kata lain penangkapan tsb merupakan pengembangan  terhadap info yang digali selama interogasi  thd tokoh tokoh JI sebelumnya.

Setiap terjadi penangkapan teroris, sebagian masy seolah kaget sebab mereka yg ditangkap tampak seperti anggauta masyarkt biasa. Pada hal mrk sesungguhnya anggauta jaringan rahasia yg sedang melaksanakan misi secara setengah terbuka yang biasa mereka sebut tahap “tafaul ma’al ummah” misalnya kegiatan pengumpulan dana, bantuan hukum, pendidikan agama terselubung dll.

Kegiatan terselubung tsb  guna mengelabuhi pihak keamanan dan masyarakat. Secara diam diam , JI sejak 2014 mengirimkan kader kadernya untuk berlatih militer diluar negeri. Bukan hanya belajar kemiliteran , tetapi juga ttg pengetahuan lain yang diperlukan seperti komputer, kimia, propaganda dll.

Pengiriman ke Suriah misalnya berlangsung sampai akhir 2017 dengan kode sandi tertentu . Sedang pengiriman dana dilakukan secara rahasia melalui kerjasama dg lembaga kemanusiaan internasional sbg pengelabuhan. Pengiriman  kader kader mereka dilakukan  dalam beberapa gelombang dan sejak 2018 pengirimannya beralih dari Syria kenegara lain.

Kader kader muda yang dikirim adalah lulusan setingkat sekolah lanjutan di lembaga pendidikan yang  dikelola dilingkungan  jaringan pendidikan JI sendiri. Tentu saja sebelum dikirim keluar negeri terlebih dahulu dipersiapkan secara fisik dan mental di tanah air melalui pelatihan khusus. Dalam hal ini ketiganya diduga terlibat dalam hal pendanaan.

Karena sifatnya yang serba rahasia, maka tidak mengherankan MUI tidak menyadari  adanya infiltrasi kelompok yang bergerak secara rahasia tsb. Oleh karena itu organisasi para ulama tsb perlu “mawas dari” agar hal itu tidak terulang lagi, karena hal ini menyangkut kredibilitas suatu organisasi.

Belum tentu ketiga orang yang ditangkap tersebut secara formal menjadi anggauta kelompok dimaksud. Tetapi jika dilakukan penelitian dimana mereka belajar dan kepada tokoh mana mereka menimba ilmu serta kegiatah sehari hari  mereka, maka kedok mereka akan terbuka. Misalnya , salah  satu yg ditangkap Densus pernah belajar di Mesir kepada seorang Syech radikal yang sangat anti terhadap  Syech Ali Jum’ah , seorang pimimpin  Univ Al Azhar Mesir, yang terkenal sangat moderat. Ini sekedar contoh.

Saya percaya , penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 didasarkan pada  informasi obyektif dan kajian mendalam. Seperti yang saya baca di media, Polri mendasarkan penangkapan tersebut sesuai hukum , bahkan termasuk merujuk pada keputusan PBB yang menyatakan JI sebagai organisasi teroris. Proses peradilan pada akhirnya yang akan memutuskan sejauh mana kesalahan ketiganya.

Kamis, 18 November 2021

Penyusupan di Muhammadiyah


oleh : KH Abdurrahman Wahid  
-----
Gerakan garis keras transnasional dan kaki tangannya di Indonesia sebenarnya telah lama melakukan infiltrasi ke Muhammadiyah. Dalam Muktamar Muhammadiyah pada bulan Juli 2005 di Malang, para agen kelompok-kelompok garis keras, termasuk kader-kader PKS dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), mendominasi banyak forum dan berhasil memilih beberapa simpatisan gerakan garis keras menjadi ketua PP. Muhammadiyah. Namun demikian, baru setelah Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan mudik ke desa Sendang Ayu, Lampung, masalah infiltrasi ini menjadi kontroversi besar dan terbuka sampai tingkat internasional.[7]

Masjid Muhammadiyah di desa kecil Sendang Ayu —yang dulunya damai dan tenang— menjadi ribut karena dimasuki PKS yang membawa isu-isu politik ke dalam masjid, gemar mengkafirkan orang lain, dan menghujat kelompok lain, termasuk Muhammadiyah sendiri. Prof. Munir kemudian memberi penjelasan kepada masyarakat tentang cara Muhammadiyah mengatasi perbedaan pendapat, dan karena itu masyarakat tidak lagi membiarkan orang PKS memberi khotbah di masjid mereka. Dia lalu menuliskan keprihatinannya dalam Suara Muhammadiyah.[8] Artikel ini menyulut diskusi serius tentang infiltrasi garis keras di lingkungan Muhammadiyah yang sudah terjadi di banyak tempat, dengan cara-cara yang halus maupun kasar hingga pemaksaan.

Artikel Prof. Munir mengilhami Farid Setiawan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), membicarakan infiltrasi garis keras ke dalam Muhammadiyah secara lebih luas dalam dua artikel di Suara Muhammadiyah. Dalam yang pertama, “Ahmad Dahlan Menangis (Tanggapan terhadap Tulisan Abdul Munir Mulkhan),”[9] Farid mendesak agar Muhammadiyah segera mengamputasi virus kanker yang, menurut dia, sudah masuk kategori stadium empat. Karena jika diam saja, “tidak tertutup kemungkinan ke depan Muhammadiyah hanya memiliki usia sesuai dengan umur para pimpinannya sekarang. Dan juga tidak tertutup kemungkinan jika Alm. KH. Ahmad Dahlan dapat bangkit dari liang kuburnya akan terseok dan menangis meratapi kondisi yang telah menimpa kader dan anggota Muhammadiyah”[10] yang sedang direbut oleh kelompok-kelompok garis keras.

Dalam artikelnya yang kedua, “Tiga Upaya Mu‘allimin dan Mu‘allimat,” Farid mengungkapkan bahwa “produk pola kaderisasi yang dilakukan ‘virus tarbiyah[11] membentuk diri serta jiwa para kadernya menjadi seorang yang berpemahaman Islam yang ekstrem dan radikal. Dan pola kaderisasi tersebut sudah menyebar ke berbagai penjuru Muhammadiyah. Hal ini menyebabkan kekecewaan yang cukup tinggi di kalangan warga dan Pimpinan Muhammadiyah. Putra-putri mereka yang diharapkan menjadi kader penggerak Muhammadiyah malah bisa berbalik memusuhi Muhammadiyah.”[12]

Menyadari betapa jauh dan dalam infiltrasi virus tarbiyah ini, Farid mengusulkan tiga langkah untuk menyelamatkan Muhammadiyah. Pertama adalah membubarkan sekolah-sekolah kader Muhammadiyah, karena virus tarbiyah merusaknya sedemikian rupa; kedua, merombak sistem, kurikulum dan juga seluruh pengurus, guru, sampai dengan musyrif dan musyrifah yang terlibat dalam gerakan ideologi non-Muhammadiyah dan kepentingan politik lain; ketiga, memberdayakan seluruh organisasi otonom (ortom) di lingkungan Muhammadiyah.[13]

Artikel Munir dan Farid menimbulkan kontroversi dan polemik keras antara pimpinan Muhammadiyah yang setuju dan tidak. Salah satu keprihatinan utama mereka yang setuju adalah bahwa institusi, fasilitas, anggota dan sumber-sumber daya Muhammadiyah telah digunakan kelompok-kelompok garis keras untuk selain kepentingan dan tujuan Muhammadiyah. Di tengah panasnya polemik mengenai gerakan virus tarbiyah, salah seorang Ketua PP. Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir, mengklarifikasi isu-isu dimaksud dalam sebuah buku tipis yang berjudul Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah?[14]

Kurang dari tiga bulan setelah buku tersebut terbit, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah Nomor 149/Kep/I.0/B/2006 untuk “menyelamatkan Muhammadiyah dari berbagai tindakan yang merugikan Persyarikatan” dan membebaskannya “dari pengaruh, misi, infiltrasi, dan kepentingan partai politik yang selama ini mengusung misi dakwah atau partai politik bersayap dakwah” karena telah memperalat ormas itu untuk tujuan politik mereka yang bertentangan dengan visi-misi luhur Muhammadiyah sebagai organisasi Islam moderat:

“...Muhammadiyah pun berhak untuk dihormati oleh siapa pun serta memiliki hak serta keabsahan untuk bebas dari segala campur tangan, pengaruh, dan kepentingan pihak mana pun yang dapat mengganggu keutuhan serta kelangsungan gerakannya” (Konsideran poin 4). “Segenap anggota Muhammadiyah perlu menyadari, memahami, dan bersikap kritis bahwa seluruh partai politik di negeri ini, termasuk partai politik yang mengklaim diri atau mengembangkan sayap/kegiatan dakwah seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah benar-benar partai politik. Setiap partai politik berorientasi meraih kekuasaan politik. Karena itu, dalam menghadapi partai politik mana pun kita harus tetap berpijak pada Khittah Muhammadiyah dan harus membebaskan diri dari, serta tidak menghimpitkan diri dengan misi, kepentingan, kegiatan, dan tujuan partai politik tersebut” (Keputusan poin 3).[15]

Keputusan ini dapat dipahami, karena pada kenyataannya PKS tidak hanya “menimbulkan masalah dan konflik dengan sesama dan dalam tubuh umat Islam yang lain, termasuk dalam Muhammadiyah,”[16] tapi menurut para ahli politik juga merupakan ancaman yang lebih besar dibandingkan Jemaah Islamiyah (JI) terhadap Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Menurut seorang ahli politik dan garis keras Indonesia, Sadanand Dhume,

“Hanya ada pemikiran kecil yang membedakan PKS dari JI. Seperti JI, manifesto pendirian PKS adalah untuk memperjuangkan Khilafah Islamiyah. Seperti JI, PKS menyimpan rahasia sebagai prinsip pengorganisasiannya, yang dilaksanakan dengan sistem sel yang keduanya pinjam dari Ikhwanul Muslimin.... Bedanya, JI bersifat revolusioner sementara PKS bersifat evolusioner. Dengan bom-bom bunuh dirinya, JI menempatkan diri melawan pemerintah, tapi JI tidak mungkin menang. Sebaliknya, PKS menggunakan posisinya di parlemen dan jaringan kadernya yang terus menjalar untuk memperjuangkan tujuan yang sama selangkah demi selangkah dan suara demi suara... Akhirnya, bangsa Indonesia sendiri yang akan memutuskan apakah masa depannya akan sama dengan negara-negara Asia Tenggara yang lain, atau ikut gerakan yang berorientasi ke masa lalu dengan busana jubah fundamentalisme keagamaan. PKS terus berjalan. Seberapa jauh ia berhasil akan menentukan masa depan Indonesia.”[17]

Namun, sebagaimana ditunjukkan oleh studi yang dipaparkan dalam buku ini, sekalipun SKPP tersebut telah diterbitkan pada bulan Desember 2006, hingga kini belum bisa diimplementasikan secara efektif. Gerakan-gerakan Islam transnasional (Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir) dan kaki tangannya di Indonsia sudah melakukan infiltrasi jauh ke dalam Muhammadiyah dan mematrikan hubungan dengan para ekstremis yang sudah lama ada di dalamnya. Keduanya terus aktif merekrut para anggota dan pemimpin Muhammadiyah lain untuk ikut aliran ekstrem, seperti yang terjadi saat Cabang Nasyiatul Aisyiyah (NA) di Bantul masuk PKS secara serentak (en masse). Sementara Farid Setiawan prihatin bahwa mungkin Muhammadiyah hanya akan mempunyai usia sesuai dengan umur para pengurusnya, gerakan garis keras justru terus berusaha merebut Muhammadiyah untuk menggunakannya sebagai kaki tangan mereka berikutnya dengan umur yang panjang. Banyak tokoh moderat Muhammadiyah prihatin bahwa garis keras bisa mendominasi Muktamar Muhammadiyah 2010, karena aktivis garis keras semakin kuat dan banyak.

Persis karena infiltrasi yang semakin kuat inilah, tokoh-tokoh moderat Muhammadiyah menganggap situasi semakin berbahaya, baik bagi Muhammadiyah sendiri maupun bangsa Indonesia. Kita harus bersikap jujur dan terbuka serta berterus terang dalam menghadapi semua masalah yang ada, agar apa pun yang kita lakukan bisa menjadi pelajaran bagi semua umat Islam dan mampu mendewasakan mereka dalam beragama dan berbangsa.

Salah satu temuan yang sangat mengejutkan para peneliti lapangan adalah fenomena rangkap anggota atau dual membership, terutama antara Muhammadiyah dan garis keras, bahkan tim peneliti lapangan memperkirakan bahwa sampai 75% pemimpin garis keras yang diwawancarai punya ikatan dengan Muhammadiyah.

7. Baca Bret Stephens, “The Exorcist: Indonesian man seeks to create an Islam that will make people smile’,” dalam http: //www. opinionjournal.com/columnists/bstephens/?id=110009922
8. Abdul Munir Mulkhan, “Sendang Ayu: Pergulatan Muhammadiyah di Kaki Bukit Barisan,” Suara Muhammadiyah, 2 Januari 2006.
9. Baca Farid Setiawan, “Ahmad Dahlan Menangis (Tanggapan terhadap Tulisan Abdul Munir Mulkhan),” Suara Muhammadiyah, 20 Februari 2006.
10. Ibid.
11. “Gerakan Tarbiyah pada awal kelahirannya era tahun 1970-an dan 1980-an merupakan gerakan (harakah) dakwah kampus yang menggunakan sistem pembinaan (pendidikan) Tarbiyah Ikhwanul Muslimin di negeri Mesir. Kelompok ini cukup militan dan merupakan gejala baru sebagai gerakan Islam ideologis, yang berbeda dari arus besar Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebagai gerakan Islam yang bercorak moderat dan kultural. Para aktivis gerakan Tarbiyah kemudian melahirkan Partai Keadilan (PK) tahun 1998 yang berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tahun 2004. Di belakang hari PKS menjadikan Tarbiyah ala Ikhwanul Muslimin itu sebagai sistem pembinaan dan perekrutan anggota. Maka gerakan Tarbiyah tidak terpisah dari PK/PKS, keduanya memiliki napas inspirasi ideologis dengan Ikhwanul Muslimin, dan sebagai media/instrumen penting dari Partai Keadilan Sejahtera yang dikenal bersayap dakwah dan politik.” (Baca sampul belakang: Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah?, cet. Ke-5, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007).
12. Farid Setiawan, “Tiga Upaya Mu‘allimin dan Mu‘allimat,” Suara Muham madiyah, 3 April 2006.
13. Ibid.
14. Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah? Cet. Ke-5 (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007).
15. SKPP Muhammadiyah Nomor 149/Kep/I.0/B/2006. Untuk membaca teks lengkap SKPP, lihat dalam lampiran 1.
16. Ibid, Haedar Nashir, h. 66.
17. Sadanand Dhume, “Indonesian Democracy’s Enemy Within: Radical Islamic party threatens Indonesia with ballots more than bullets,” dalam the Far Eastern Economic Review, Mei 2005.
https://id.m.wikisource.org/wiki/Musuh_Dalam_Selimut

Minggu, 14 November 2021

WUDLU SEBELUM MAKAN, MELUASKAN REZEKI

QS Albaqarah 222
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

*WUDU SEBELUM MAKAN JEMBARKAN REZEKI*

Saat ngaji dalam rutinan Seribu Rebana Sabtu malam Ahad Wage di halaman Masjid/MI Al Istiqomah, Desa Mojongapit, Kecamatan Jombang, Sabtu (13/11/2021), Mbah Bolong, mendoakan agar semua jamaah sehat dan rezeki nya banyak lan berkah. Agar bisa hadir pada setiap rutinan.

 "Alhamdulillah saya sendiri, tiap hari dapat rezeki tidak kurang Rp 2 juta," tuturnya.

Mbah Bolong cerita, mempekerjakan tukang untuk membangun pondok/sekolah sebanyak 10 orang.

"Kalau tiap tukang per harinya Rp 100rb, berarti per hari saya kan masih keluar Rp 1 juta," jelasnya.

Itu bisa tertutupi karena tiap hari, beliau dapat rezeki tidak kurang Rp 2 juta.

"Kalau ingin seperti saya, ikuti sunah Rasulullah Muhammad sollallahu alaihi wa sallam; Wudu sebelum makan," urainya.

Mugi Allah subhanahu wa ta'ala paring kita saget ngelampahi..


Saya kalau ada amalan-amalan peluas rezeki ngene Iki suweneng..

Bukan karena ingin nikah lagi, tapi agar makin sregep ibadah, makin akas rutinan dan makin banyak amal saleh.. hehehe


Mugi Allah paring kita saget hadir rutinan Seribu Rebana bulan depan, Sabtu 18 Desember 2021, di Dusun Rejosari, Desa Plosokerep, Kecamatan Sumobito.

Senin, 08 November 2021

LELAKI

Lelaki 

Sebelumnya saya membayangkan seorang lelaki dalam rumah tangga adalah raja yg penuh kuasa. Di dalam keluarga besar kami, posisi lelaki selalu istimewa. Pagi hari mereka ngobrol sambil menunggu suguhan kopi dan ketersediaan sarapan yang dibuat oleh para penghuni perempuan, dari Ibu, saudara perempuan, dan mantu perempuan. Para perempuan ini sudah umek dari habis Subuh untuk membuat sarapan. Sedangkan anggota lelakinya, jalan pagi dan duduk santai, ngopi, ngrokok dll. Yah pokoknya gitu lah. 

Saya memaklumi, karena ya mau gimana Ibu dan keluarga besar kan dibesarkan dalam tradisi pesantren yang yah tau sendiri lah. Namun belakangan, ketika punya cucu, ibu punya perlakuan berbeda. Jika ada cucunya nangis atau rewel, ibu pasti juga akan memanggil anak² dan mantu lelakinya untuk turut membantu dan mengawasi anak² mereka. Mantu dan anak lelakinya sekarang punya peran sama dengan yg perempuan. Khususnya kalau sedang berada di rumah Ibu.

Kami sendiri, saya dan suami dari awal sudah memahami pembagian tugas dalam keluarga. Dari dulu kami memang mandiri, tidak ada support system dalam membangun keluarga baru. Tentu hal itu cukup teruji karena kami pernah mempunyai pengalaman hidup mandiri di luar, tanpa ada keluarga dll. Melahirkan anak pertama dan kedua nyaris tanpa bantuan keluarga besar. Semua sendiri. Akhir² ini saja kami rasanya butuh ART karena kondisi yang mulai tidak seimbang jika tanpa bantuan. 

Suami biasa masak, cuci piring, jemur pakaian, belanja, ngopeni krucils dan lain². Oia kecuali beres², karena itu wilayah saya hahaha. Dia kalo beberes malah rusuh, jadi mending saya sendiri yg ambil alih. 

Padahal pekerjaannya di kampus juga cukup menguras energi. Sebagai pasangan, kami masing² paham, jika salah satu dari kami ada pekerjaan yg cukup tinggi intensitasnya, salah satu dari kami pasti akan menyetel ulang ritme kegiatan agar imbang tanpa perlu diminta. 

Ini penting. Ego masing² pasangan harus selalu dikelola dengan baik.  Yah karena kami juga berusaha menyadari betul keterbatasan kami sebagai manusia biasa dengan energi yg perlu diseimbangkan. Tidak bisa lantas mengerjakan semua hal. Ada skala prioritas yang harus dijaga.

Anak² kami juga dekat dengan ayahnya. Belajar juga sama ayah. Lagi² kami bagi tugas, untuk science suami yg tanggungjawab tapi kalau seni dan bahasa saya yg tanggungjawab. Pokoknya hampir semua tugas mendidik anak dan ngopeni rumah kami sudah paham betul tugas masing². 

Saya hampir tidak pernah membuatkan suami kopi, teh dll. Lah dia mau bikin sendiri. Dia terbiasa mengerjakan sesuatu yg berhubungan dengan dirinya sendiri secara mandiri. Tentu saya beruntung punya suami yg mandiri, dan tidak demanding dengan istrinya. 

Saya pun juga demikian, belajar tidak terlalu demanding dengan suami apalagi hal² remeh dan sepele. Saya belajar nyetir, biasa ke bengkel dan belajar hal² baru yg challenging untuk kebutuhan hidup kami dan diri sendiri. Kalau sedang galau ya tentu dia adalah partner terbaik untuk berbagi. 

Lelaki tidak melulu mendominasi, dan  nyatanya kami dipertemukan untuk saling membutuhkan satu sama lain sebagai partner, kekasih, sahabat, dan bukan pembantu. 

Bahkan ketika Ramadhan, jika saya sedang tidak puasa, suami melarang saya untuk bangun nyiapin sahur. Padahal si sulung juga sedang puasa, jadi nyaris setiap sahur  ayahnya yg nyiapin dan nemenin sulung. Saya tidur hehehe. 

Yah selama hampir sepuluh tahun, pandangan saya terhadap lelaki dalam rumah tangga sudah jauh berbeda. Anak² juga melihat ayah Ibunya dengan pandangan yg lebih egaliter. Tidak seperti pengalaman saya dulu.

Kami seringkali berdiskusi dengan krucils tentang apa saja, apalagi terkait dengan peran ayah ibu. Keluarga merupakan pondasi paling kuat untuk membentuk pemahaman gender yang ideal untuk kemudian diterapkan dalam ranah yg lebih luas. Agar masing² pribadi paham betul peran dan tanggungjawabnya tanpa berusaha mendominasi yg lain. 

Setiap keluarga pasti punya keseimbangannya masing². Selamat menemukannya kembali, terus dan tanpa henti. Karena yg abadi adalah perubahan itu sendiri. Nikmati ketika masing masing dari kita tumbuh dan terus bersemi. 🥰

(Maria Ulfa)