YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Rabu, 19 Januari 2022

WASPADAI PARTAI DENGAN IDEOLOGI ASING



_*BENALU yang Mematikan Tumpangannya*_
*BUNGLON yang merapat ke sana kemari*

*PARTAI SUCI ITU BERNAMA PKS*

Pernahkah kalian mendengar PKB adalah Islam, dan Islam adalah PKB? 

PPP adalah Islam, dan Islam adalah PPP?

PAN adalah Islam, dan Islam adalah PAN?

Pendek kata, mereka anggap Partai Islam itu adalah (representasi) dari Islam, dan Islam adalah Partai Islam. 

Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai 
(berbasis) Islam, namanya PKS? 

Hingga dengan mudahnya menyatakan *"PKS adalah (mewakili) Islam, dan Islam adalah PKS"*. 

Pernahkah kalian dituduh menyerang PKB itu sama dengan menyerang Islam? 

Menyerang PPP, PAN, PBB berarti menyerang Islam? 

Pendek kata mereka bilang, menyerang Partai Islam sama saja menyerang Islam. 

*Apa* dipikir *Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?* 

Hingga dengan mudah menyatakan *menyerang PKS berarti ingin menghancurkan Islam.*

Pernahkan kalian mendengar orang yang tidak suka dengan PKS langsung dituding pembenci Islam? 

Dapat titel kafir, Dajjal, antek Zionis, liberal, asing, aseng & asong saat menyinggung PKS?

*"Silahkan menghina & caci-maki Gus Dur, maka kalian kan disanjung oleh militan PKS"*.

Hujatlah tokoh yang berseberangan dengan PKS, maka kalian dianggap pahlawan pembela Islam oleh kader PKS. 

Apa Indonesia hanya punya satu tokoh Islam ketua PKS? 

Hingga dengan mudah menyatakan, menyerang ketua PKS berarti menyerang Islam.

Apakah tokoh Islam cuma ada di PKS? Lalu dengan enaknya menganggap yang tidak suka dengan tokoh PKS itu sama dengan mendzolimi Islam? 

Pembelaan yang membabi buta semacam ini, menggambarkan sifat sombong dan angkuh.

Seolah *hanya PKS yang memegang kendali dan kebenaran atas Islam. Seolah-olah Allah menyerahkan sebagian kuasaNya kepada PKS, untuk menjadi Nabi baru*. 

Padahal PKS hanyalah partai politik, bukan Agama. Sama sebangun dengan partai Islam lainnya. 

Apalagi jika ditelusuri jejak sejarah, *PKS hanya sekedar “tamu” di Indonesia*. Sungguh takjub, ada tamu dapat bertindak tidak sopan dengan “tuan rumah”. 

Mengapa dibilang tamu? 
Kenyataannya seperti itu. 

Memangnya PKS itu siapa? Bila orang-orang PKS berkebangsaan Indonesia, itu benar.
 
Tetapi aliran dan ideologi/ ajaran PKS adalah sesuatu yang asing bagi kita bangsa Indonesia. 

PKS itu ajaran asing yang kebetulan mampir di Indonesia. Kalau tidak percaya, cobalah telusuri satu per satu partai Islam di Indonesia: 

~ PAN didirikan oleh orang Muhammadiyah. Dan gerakan Muhammadiyah sudah ada sebelum kemerdekaan. 

~ PKB didirikan oleh kaum Nahdliyin. Dan ormas NU sudah ada sebelum kemerdekaan.
 
~ PBB jelmaan dari Masyumi. Dan Masyumi sudah ada sebelum kemerdekaan. 

~ PPP lahir tahun 70-an awal, fusi dari partai-partai Islam.

*Lalu PKS berakar ke mana? Tidak ada. PKS mengacu kepada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir.*                  (Catatan. 
_*Ikhwanul Muslimin 1929 sejak diusir dari Mesir tahun 1949. Mutasi dengan perilaku TUJUAN MENGHALALKAN CARA nya Fasis dan Komunis. Membentuk Partai di negara yang ditempati. Membentuk Ormas Legal untuk mendukung Partai. Membentuk Ormas illegal untuk menteror negara yang ditempati. Kerap berkolaborasi dengan Hizbut Tahrir dan ISIS*_)

Padahal di tahun 1940-an, Masyumi yang merupakan gabungan dari 8 organisasi massa Islam, sudah sejajar kedudukannya dengan IM (Ikhwanul Muslimin) di Mesir atau dengan Partai Jama’atul Islam di Pakistan. 

Lalu coba tanya kepada orang Muhammadiyah di PAN, siapa panutan mereka? Paling disebut KH. Ahmad Dahlan atau Ki Bagus Hadikoesomo. 

Tanya lagi kepada orang NU di PKB. 
Pasti akan muncul nama KH. Hasyim Asy’ari atau KH. Wahab Chasbullah. 

Silakan tanya kepada Yusril Ihza Mahendra siapa panutannya? Tidak lain akan menyebut M. Natsir.

Kemudian tanyakan juga kepada orang PKS, siapa panutannya? Akan keluar nama Hasan al-Banna, tokoh IM. 

Siapa lagi ini? 

Orang Indonesia kah? 

Orang *"PKS tidak bisa menyebut nama tokoh Islam di Indonesia. Karena mereka hanya tamu di sini"*. 

Ketika Yusril sering disebut Natsir muda, orang PKS tidak mau ketinggalan. 

Mereka mencoba  mengidentikan Anis Matta sebagai Soekarno muda. Apa tidak keblinger? 🤣

Apa sambungan ideologi dan ajarannya? Ketidak-mampuan mengacu kepada tokoh Indonesia sangat wajar, karena ajaran PKS kmilik IM di Mesir yang kebetulan mampir di Indonesia. 

sedangkan tokoh IM sendiri dari dulu banyak terlibat pemberontakan di negaranya dan banyak yang sudah ditangkap. 

PKS merupakan jelmaan orang Ihwanul Muslimin Mesir, maka tidak heran perilakunya asing bagi bangsa kita. 

Supaya dibilang lebih “Islami” kalau ngomong harus banyak pakai bahasa Arabnya, seperti: ana, antum, ihwan, ahwat. 

Padahal bagi santri pesantren NU, bahasa Arab jadi makanan sejak kecil. Tetapi para kiai NU, terutama di daerah Jawa, lebih suka pakai bahasa Jawa saat berkhotbah, ataupun saat membacakan shalawat Rasul. 

Jangan dikira orang NU dan Muhammadiyah, tidak fasih kajian al-Qur'an dan Hadits. Tetapi mereka (Nahdliyyin & Muhammadiyah) tidak mau pamer, dikit-dikit kutip ayat supaya dibilang orang Islam kaffah. 

Dalam pergaulan sehari-hari, orang-orang PAN, PKB, PPP, atau PBB tidak canggung berdiskusi dan berdialog dengan umat agama lain. 

Bahkan tidak pernah menyebut umat lain dengan perkataan Kafir atau Dajjal, apalagi sesama Muslim. 

Ya, karena mereka sadar. Yang membedakan hanya agama saja, tetapi tetap sebagai satu bangsa Indonesia. 

Apakah tidak ada perdebatan di antara aliran Islam ini? 

Ya pastinya ada, bahkan sejak zaman dahulu, masalah khilafiyah terus saja diperdebatkan. Dari soal Qunut, Hisab atau Rukyat, ziarah kubur, dan lain- lain. 

Paling banter hanya keluar kata “ini khilafiyah”. Tidak ada tudingan satu sama lain yang mengatakan bid'ah sesat, Dajjal atau Kafir. 

Dan tidak ada yang mengatakan satu sama lain, ingin menghancurkan Islam. 

*Lalu ada tamu namanya PKS, bisa lebih hebat ketimbang tuan rumah.*

*Merasa paling Islam di bumi Indonesia, padahal cuma numpang hidup di Indonesia.*

Dan yang paling mengagumkan yaitu mereka mau *“meng-Islamkan orang Islam”.* 
Waduh, hebat benar ya mereka dengan *“agama” PKS*-nya. 

*Aliran agama yang jadi tuan rumah, dianggap bukan mengajarkan Islam.*

Itu kan sama saja, 
mau meng-Islam-kan orang NU, mau meng-Islamkan orang Muhammadiyah, mau meng-Islam-kan orang Persis; mau meng-Islam-kan orang Masyumi. 

Apa dikira para Kiai itu buta huruf, tidak bisa baca ayat al-Qur'an, hadits dan fiqh? 

Padahal itulah yang “dimakan” setiap hari di pesantren.

*Kenapa mereka dibilang numpang hidup? Karena ajaran mereka ini tidak punya akar di Indonesia. Ajaran mereka ini tidak bisa tumbuh sendiri, tanpa menggantung hidup di pohon yang sudah ada, yakni seperti benalu. Ajaran mereka ini bisa tumbuh besar, jika pohonnya berakar kuat dan besar juga.*
(Catatan. *"Sifat benalu adalah numpang hidup sambil mematikan yang ditumpangi"*)

Indonesi mayoritas penduduknya 
Muslim, dan sudah tumbuh pohon 
seperti Muhammadiyah, NU, Masyumi, 
Perti dan Persis. *Dari sanalah PKS numpang hidup dan jadi benalu. Kemudian mematikan yang ditumpangi* 

Coba pikir, apa bisa ajaran IM (ihwanul muslimin) Mesir ini tumbuh besar di Australia, India atau Birma, dimana penduduk muslimnya minoritas? 

Jikalau pun bisa, apa bisa tumbuh besar? 

Apa bisa menjadi partai hebat seperti di Indonesia? 

*Padahal kalau memang benar mau menyebarkan misi Islam, justru di negara non Muslim-lah yang seharusnya menjadi sasaran utama. Tetapi, karena sifatnya benalu, di sana mereka tidak akan bisa tumbuh besar.* 

*Ditambah lagi ajaran IM Mesir ini, berubah menjadi Partai Politik. Sifat benalu bertambah menjadi sifat bunglon.* Tidak ada yang jadi pegangan utama, selain mau merebut kekuasaan. Aneh, tidak punya peran dalam sejarah kemerdekaan dan mendirikan negara ini, malah mau merebut kekuasaan. 

Apa sifat bunglonnya? Lihat saja. 

Masuk ke perkotaan dimana sudah ada tuan rumah Muhammadiyah di situ, pura-pura jadi Muhammadiyah. 

Masuk ke desa, yang banyak kaum Nahdliyin, pura-pura juga ikut dalam tradisi NU. 

Yang lebih tragis bukan hanya itu, mereka masuk dan ingin merangkul kaum abangan, dimana banyak golongan nasionalis di situ. Lalu mereka menjelma jadi orang nasionalis juga. 

Ikut teriak Merdeka juga. 

Ikut memuji Soekarno juga. Padahal mereka biasa bilang Nasionalisme itu tidak ada dalilnya.

Ingatlah pada pemilu yang telah lalu!
Mereka mau merebut basis Golkar, mulai merapat ke keluarga Soeharto. 

Meskipun Amin Rais capres dari tokoh Islam malah diacuhkan, lalu mereka mendukung Wiranto agar bisa dekat dengan militer. 

Dan lihat saat Wiranto dan Yusuf Kalla gagal masuk putaran kedua, secepat kilat mendukung SBY. 

Lalu bilang ke SBY, bahwa PKS sudah kerja keras peluh keringat memenangkan SBY, supaya dapat jatah Menteri. Dengan penuh semangat tak tahu malu, saat posisi SBY masih kuat, bilang komitmen dengan koalisi dan menjadikan SBY sebagai imam. 

Tiba saatnya SBY melemah, berbalik menyerang SBY. Kini PKS menyanding dan terus menempel ke Gerindra. Lihat saja suatu saat Gerindra akan ditelikung dan ditusuk dari belakang oleh partai suci, yakni PKS.
Ya, itulah sifat bunglon dan benalu. Tamu yang tidak tahu malu. Tamu yang bangga bisa menjadi orang IM Mesir. 

Untuk menutup kedok ajaran IM Mesir, bilang membawa ajaran Islam Kaffah. Malu menyebut diri sebagai bangsa Indonesia. Tetapi doyan dengan kekuasaan yang ada di Indonesia. 

Jika tokoh PPP, PKB, PAN, PBB seperti Yusril, Gus Dur, Amin Rais bisa dengan gamblang bicara tentang konsep kenegaraan Indonesia, tentang hukum, ekonomi, kesenjangan sosial, pluralisme, serta Pancasila. 

Sebaliknya orang PKS gagap, hanya bisa mengutip ajaran Ikhwanul Muslimin Mesir. Hanya bisa menjual khilafah, pokoknya apapun masalahnya, khilafah adalah solusinya. 

Agar lebih sedap, ditambah sedikit ayat suci dan cukilan hadits. Maka jangan heran jika perilaku orang IM Mesir ini, aneh dan asing di mata kita. 

Ambil contoh kasus tentang korupsi dan KPK. Sebelumnya sudah banyak orang PPP, PKB, PAN yang ditangkap KPK. 

Tidak ada yang bilang KPK itu Zionis atau antek Amerika. Padahal partai ini partai Islam juga. Mereka lebih tunduk dan patuh pada penegakan hukum. 

Ya, karena orang partai ini, mengerti hukum di Indonesia. *Beda sekali, ketika orang PKS ditangkap KPK.*

Sifat orang IM-nya keluar. Tuding sana, tuding sini. Sruduk sana sruduk sini. 

(Catatan. *Menangkap Presiden dan Orang PKS Korupsi*) KPK dianggap menyerang Islam, dianggap merintangi dakwah Islam, dianggap musuh Islam, bahkan berusaha membubarkan KPK. Kita sampai heran dibuatnya. 

Mau gimana lagi, memang itu watak orang IM.  Mana mereka mengerti hukum di Indonesia, bukankah *mereka hanya sekedar tamu yang menumpang hidup di Indonesia.* 

Saya lebih bangga jadi bangsa Indonesia ketimbang jadi jelmaan orang IM Mesir. 

Alhasil tak ada beda antara PKS dengan HTI.
( Catatan. *Mereka menerapkan TUJUAN MENGHALALKAN SEGALA CARA, berperilaku Fazis dan Komunis*)
 Selamatkan diri kalian dan keluarga 
dari PKS maupun HTI! 

*Waspadalah!!!... Waspadalah!!!...  Waspadalah!!!...*

Senin, 17 Januari 2022

HANYA NU YANG MAMPU BENDUNG WAHABI



NU“Sejak awal kita memang sudah bentrok dgn Wahabi. NU dibentuk memang untuk melawan Wahabi.”  KH. Said Aqil Siradj

Apa dan Bagaimana langkah Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren mencegah pergerakan Wahabi Salafi di Indonesia yg masuk ke kampung2 dan desa? Untuk menjawab kegelisahan ini, Majalah Risalah NU melakukan wawancara dgn Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj.

Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana sebenarnya Wahabi di Indonesia?

Itu sebenarnya sudah lama, tapi eksisnya sejak tahun 80-an setelah Arab Saudi membuka LIPIA (Lembaga llmu Pengetahuan Islam dan Arab). Ketika itu direkturnya masih bujangan yang kawin dgn orang Bogor. Kemudian menampakkan kekuatannya, bahkan mereka membuka yayasan2. Setahu saya ada 12 yayasan yg pertama kali dibentuk. Antara lain As-Shafwah, Assunnah, Annida, Al-Fitrah, Ulil Albab, yg semuanya didanai oleh masyarakat Saudi, bukan oleh negaranya. Contoh, Assunnah dibangun oleh Yusuf Ba’isa di Cirebon, di Kali Tanjung, Kraksan. Sekarang ketuanya Prof. Salim Badjri, muridnya adalah Syarifuddin yg ngebom Polresta Cirebon beberapa waktu lalu. Dan satu lagi yg ngebom gereja Bethel di Solo namanya Ahmad Yusuf. Jadi, sebenarnya, Wahabi ajarannya bukan teroris, tapi bisa mencetak orang  jadi teroris karena menganggap ini- itu bid’ah, musyrik, lama2 bagi orang yg diajari punya keyakinan, “Kalau begitu orang NU boleh dibunuh dong, kalau ada maulid nabi boleh dibom,” dan seterusnya.

Soal pemalsuan kitab2 Sunni, khususnya kitab yg jadi referensi NU, bagaimana?

Kita sudah berjuang sekuat tenaga untuk mengkounter pendapat mereka. Kita jangan minder dan merasa kalah. Kalau hanya dihujat maulid nabi gak ada dalilnya, atau ziarah kubur gak ada dalilnya, sudah banyak buku yg ditulis untuk membantahnya. Misalnya yang ditulis Pak Munawir-Yogya, Abdul Manan-Ketua PP LTM NU, Idrus santri Situbondo, Muhyiddin Abdus Somad dari Jember, dan lain sebagainya. Banyak yg menulis buku tentang dalil2 amaliah kita. Ziarah kubur dalilnya ini, maulid nabi dalilnya ini, tawassul dalilnya ini. Seperti saya sering mengatakan maulid nabi itu memuji2 Nabi Muhammad, semua sahabat juga memuji Nabi Muhammad, setinggi langit bahkan. Nabi Muhammad diam saja tidak melarang. Tawassul, semua sahabat juga tawassul dengan Rasulullah. Tawassul dgn manusia, Rasulullah lho! Bukan Allahumma langsung, tapi saya minta tolong Rasullulah, sampai begitu! Litarhamna, rahmatilah kami. Labid bin Rabiah mengatakan, kami datang kepadamu wahai manusia yg paling mulia di atas bumi, agar engkau merahmati kami. Coba, minta rahmat kepada Rasulullah, kalau itu dilarang, kalau itu salah, Rasulullah pasti melarang, “Jangan minta ke saya, musyrik.” Tapi Enggak tuh!

Dalam Al-Quran juga ada dalil, walau annahum idz dzalamu anfusahum jauka fastaghfarullaha wastaghfara lahumurrasul lawajadullaha tawabarrahima (surat Ahzab). Seandainya mereka yg zalim datang kepada Muhammad, mereka istighfar, dan kamu pun (Muhammad) memintakan istighfar untuk mereka, pasti Allah mengampuni.

Bagaimana dgn kitab2 Wahabi?

Ya kan sudah banyak yg diterjemah, bahkan kalau ada orang pergi haji pulang dapat terjemahan. Itu dari kitab2 Wahabi semua.

Siapa pendiri Wahabi?

Begini, Muhammad bin Abd Wahab, pendiri Wahabi itu mengaku bermazhab Hambali, tapi Hambali versi Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah adalah pengikut Hambali yg ekstrim. Imam Hambali itu imam ahli sunnah yg empat yang selalu mendahulukan nash atau teks daripada akal, jadi banyak sekali menggunakan hadist ahad. Kalau Imam Hanafi kebalikannya, dekat dgn akal. Murid Imam Hambali lebih ekstrim, lahirlah Ibnu Taimiyah yang kemudian punya pengikut Muhammad bin Abd Wahab. Di sini menjadi luar biasa, malah dipraktekkan menjadi tindakan, bongkar kuburan. Sementara Ibnu Taimiyah masih teori dan wacana.

Asal usul Wahabi dari mana?

Bukan dari Mekkah, dari Najd, Riyadh. Orang Makkah asli, Madinah asli, Jeddah asli gak ada yg Wahabi, hanya tidak berani terang-terangan. Dulu hampir saja terjadi fitnah, ketika Mahkamah Syar’iyyah al ‘Ulya (Mahkamah Tinggi Syar’i) menghukumi Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki harus dibunuh karena melakukan kemusyrikan. Keputusannya sudah ditandatangani oleh Raja Khalid, tapi dimasukkan laci oleh Raja Fahd waktu itu putera mahkota, katakanlah dibekukan! Kalau terjadi, gempar itu!

Untuk membendung gerakan Wahabi, apa yang harus diiakukan NU?

Saya yakin kalau yang keluaran pesantren gak terpengaruh. Saya di sana 13 tahun, sedikitpun, malah berbalik benci. Semua yang keluaran dari NU ke sana, seperti pak Agil Munawar, Masyhuri Na’im, gak ada yg Wahabi. Semua keluaran sana gak ada yang Wahabi kalau dari sini bekalnya kuat. Atau bukan NU, seperti Muslim Nasution dari Wasliyah, pak Satria Efendi dari PERTI, gak Wahabi meskipun di sana belasan tahun sampai doktor. Pak Maghfur Usman, Muchit Abdul Fattah, pulang malah sangat anti, Wahabinya.

Insya Allah selama pesantren NU masih eksis, Wahabi gak akan masuk. Wahabi pertama kali dibawa Tuanku Imam Bonjol yang tokoh Padri.  Padri itu pasukan berjubah putih yang anti tahlil. Hanya waktu itu kekerasannya Imam Bonjol untuk menyerang Belanda. Padahal ke internal juga keras. Imam Bonjol itu anti ziarah kubur. Kuburannya di Manado. Waktu saya ke Menado ditawari, “Mau ziarah kubur gak?” Ya waktu hidupnya gak seneng ziarah kubur, masak saya ziarahin?

Tentang pengikut Wahabi yang banyak dari kalangan Eksekutif?

Orang kalau sudah punya status sosiai, direktur, sudah dapat kedudukan, terhormat, kaya, yang kurang satu, ingin mendapatkan legitimasi sebagai orang soleh dan orang baik-baik. Nah, mereka kemudian mencari guru agama. Guru agama yang paling gampang ya mereka, ngajarinya gampang. Kalau ngaji sama orang NU kan sulit, detil. Kalau sama mereka yang penting ini Islam, ini kafir, ini halal, ini haram, doktrin hitam-putih. Sehingga di antara orang-orang terdidik terbawa oleh aliran mereka. Karena masih instan pemahaman agamanya. Kalau kita kan gak, kita paham agamanya sejak kecil
.
Inti gerakan Wahabi itu di semua lini ya?

Harus diingat bahwa berdirinya NU itu adalah karena perilaku Wahabi. Wahabi mau bongkar kuburan Nabi Muhammad, KH Hasyim bikin Komite Hijaz. Waktu itu yg berangkat Kiai Wahab, Haji Hasan Dipo (ketua PBNU pertama), KH Zainul Arifin membawa suratnya Kiai Hasyim ketemu Raja Abdul Azis mohon, mengharap, atas nama umat Islam Jawi, mohon jangan dibongkar kuburan Nabi Muhammad. Pulang dari sana baru mendirikan Nahdlatul Ulama. Jadi memang dari awal kita ini sudah bentrok dengan Wahabi. Lahirnya NU didorong oleh gerakan Wahabi yang bongkar2 kuburan, situs sejarah, mengkafir2kan, membid’ah-bid’ahkan perilaku kita, amaliah kita. Tadinya diam saja, begitu yang mau dibongkar makam Nabi Muhammad, baru KH Hasyim perintah bentuk komite tsb.

Seberapa kuat Wahabi sekarang?

Sebetulnya tidak kuat, sedikit. Tapi dananya itu yang luar biasa. Dan belum tentu orang yang ikut karena percaya Iho! Artinya kan semata-mata karena dapat uang. Uangnya luar biasa. Si Arab-arab itu, kan kebanyakan Arab bukan Habib. Jadi pada dasarnya mereka juga cari uang.

Ancamannya seberapa besar?

Yah, Kalau kita biarkan ya terancam. Kalau setiap hari radio MTA, TV Rodja ngantemin maulid nabi, ziarah kubur, lama-lama orang terpengaruh juga.

Sumber: Majalah Risalah NU No. 38/Tahun VI/1434H/2013

Kamis, 13 Januari 2022

TIPS PUBLIC SPEAKING

Keterampilan berbicara di depan khalayak (Public Speaking) itu ditunjang dengan:

1. Kepercayaan Diri. 
2. Penguasaan Materi
3. Susunan kalimat, pemilihan kata dan diksi.
4. Kualitas Sound System. Hahahaha

Tips menjadi pembawa acara formal:

1. Bersuara jelas. Tata suara harus pas. Jangan terlampau tegas, juga tidak terlalu lebai.

2. Jaga jarak bibir dengan mikropon. Jangan terlalu dekat, jangan terlalu jauh.

3. Atur intonasi. Jangan terlalu ngebas seperti MC dangdut koplo. Juga tidak terlampau cempreng-riang seperti MC acara undian.

4. Kuasai materi. Baca susunan acara sebelumnya. Pahami. Termasuk ketika melafalkan nama orang beserta gelar. Misalnya, KH. Hasyim Asy'ari jangan dibaca KH. Hazim Ashari, KH. Hasyim Muzadi jangan dibaca KH. Hazim Mujadi. Khofifah jadi Kopipah, Miftakhul jadi Miptakul, dst. Beberapa kali nama saya keliru dibaca, Mumazziq jadi Muzammiq, Mumayyiz, Mumajjik, Mumaqqiz, Muwafiq, dan Mumazziz. 😂

Jangan sampai keliru dalam membaca gelar, Dai Ilallah dibaca Doi Ilallah. Almukarrom difasihkan menjadi almuharrom, dst. Juga gelar akademik, antara dokter dengan doktor. Juga melafalkan gelar, Ph.D jangan dibaca P-H-D, melainkan pi-eich-di. Cermati detail dan latih berulang-ulang sebelum tampil agar tidak terpeleset lidah.

5. Hindari menggunakan kata yakni, bisa diganti yaitu. Minimalisir kata-kata "luar biasa", ganti dengan kata lain, seperti "bagus", "baik", dst.

6. Atur waktu. Jangan terburu-buru dan terlalu singkat. Juga jangan memakan waktu seperti orang yang berpidato. Ingat, MC adalah pengantar acara, bukan pembicara utama.

7. Sesuaikan pakaian. Atur bibir untuk selalu tersenyum. Atur gestur pada batas kesopanan. Dan, cermati susunan acara agar tidak ada yang terlewat.

Tips Menyampaikan Materi Pidato.
Sebelum tampil:

1. Berpenampilan Menarik dan Sopan. Hindari penampilan berlebihan dan cenderung norak, walaupun bagi sebagian orang mungkin dianggap wajar. Sesuaikan dengan kondisi acara. 

2. Memahami Materi dengan Baik. Data, cerita, fakta, argumentasi. Disampaikan dengan jujur. Hindari hoax atau kabar yang belum jelas kebenarannya. Jika membutuhkan dalil, berupa ayat, hadits, atau maqolah, kutip dengan lugas. Jika menyampaikan informasi, gunakan data yang jelas. 

2. Percaya Diri. Tatapan mata beredar "menyapu" hadirin. Hindari penggunaan kata "anu", "apa itu...?mmm", "E...e...e...". Percaya diri bisa dilatih dengan latihan berulangkali, juga ditumbuhkan dengan pengalaman dan jam terbang.

3. Intonasi. Kapan lantang, kapan setengah berbisik, kapan pula harus mendayu dan dramatis. Berbicara di depan anak, remaja, maupun orang dewasa harus menguasai teknik retorika sekaligus mengenali gestur/bahasa tubuhnya. Pendengar yang bosan tampak dari gesturnya. Demikian pula dengan pendengar yang tidak nyaman dengan materi yang kita sampaikan.

4. Gestur. Ada gestur konvensional: susuai dengan tata aturan/adat yang berlaku. Misalnya, ketika mengajak hadirin berdoa, maka kedua telapak tangan diangkat; membangkitkan semangat dengan mengepalkan tangan; menunjukkan empati dengan meletakkan tangan di dada; meminta maaf dengan mengatupkan kedua telapak tangan, dst. Ada juga gestur alami. Sesuaikan dengan kondisi.

5. Komunikatif-Dialogis dengan Hadirin. Gunakan kata "kita", bukan "kalian" saat menyapa audiens. Ini untuk melibatkan kehadiran pendengar dalam uraian yang kita sampaikan. Bisa juga dengan menggunakan pertanyaan singkat, "Betul, nggak?", atau mendoakan audiens, "Saya doakan semoga yang hadir selalu sehat. Bahagia. Dan ditakdirkan Allah untuk ziarah ke Makkah-Madinah!", "Siapa yang cinta Rasulullah?", dst.

****
Kendala yang ada dan Solusinya:

Tidak Menguasai Materi. Solusi: Latihan sesering mungkin sebelum tampil. Catat Materi per poin. Hafalkan. Siapkan improvisasi.

Grogi. Tidak Percaya Diri. Solusi: Latihan di depan cermin. Latihan di depan sahabat yang siap mengkoreksi. 

Audiens yang cuek/berbicara sendiri/mengantuk. Solusi: sapa mereka, beri sentuhan humor, beri anekdot, ajak yel-yel, ajak nyanyi/shalawatan bersama.

Lupa poin dalam topik. Rileks. Ambil Nafas. Ajak audiens menyanyi/shalawat, sambil mengingat poin yang terlupa.

Wallahu A’lam Bisshawab
*
Disampaikan dalam Materi Public Speaking, sub-materi menjadi MC dan Mubalighah, yang digelar oleh PAC Fatayat NU Gumukmas, Jember. Rabu, 12 Januari 2022, di SMK Plus Mujahidi, Tembokrejo.

Rabu, 12 Januari 2022

SUSUNAN PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA MASA KHIDMAT 2022-2027


 
MUSTASYAR
KH. A. Mustofa Bisri
AGH. Dr. Baharuddin HS, MA
Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin
KH. Jirjis Ali Maksum
KH. Nurul Huda Djazuli
KH. Bunyamin Muhammad
KH. Anwar Manshur Syaikh
H. Hasanoel Basri HG
KH. Dimyati Rois
KH. As'ad Said Ali
Habib Luthfi Bin Yahya
Prof. Dr. KH. Machasin, MA
TGH. LM. Turmudzi Badaruddin
Prof. Dr. KH. Artani Hasbi
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
AGH. Habib Abdurrahim Assegaf
Nyai Hj. Nafisah Sahal Mahfudz
KH. Muhammad Nuh Ad-Dawami
Nyai Hj. Shinta Nuriyah A. Wahid
KH. Abdullah Ubab Maimoen
Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid
KH. Zaky Mubarok
KH. Taufiqurrahman Subkhi
KH. Mustafa Bakri Nasution
KH. Fuad Nurhasan
KH. Abdul Kadir Makarim
KH. Muhtadi Dimyathi
Dr. Muhammad A.S. Hikam, MA, APU
KH. Ulin Nuha Arwani
Drs. KH. Ahmad Chozin Chumaidi
Habib Zein bin Umar bin Smith
KH. Muhammad Hatim Salman, Lc
KH. Muhammad Romli
H. Herman Deru, SH, MM

SYURIYAH
Rais 'Aam  : KH. Miftachul Akhyar
Wakil Rais Aam : KH. Anwar Iskandar 
Wakil Rais Aam : KH. Afifuddin Muhajir
Rais : KH. Muhammad Mushtofa Aqiel Siroj
Rais : KH. Abun Bunyamin Ruhiyat
Rais : KH. Ali Akbar Marbun
Rais : Prof. Dr. KH. Zainal Abidin
Rais : KH. Idris Hamid
Rais : KH. Adib Rofiuddin Izza
Rais : KH. Abdullah Kafabihi Mahrus
Rais : KH. Ubaidillah Faqih
Rais : KH. Masdar Farid Mas'udi
Rais : KH. Aniq Muhammadun
Rais : KH. Azizi Hasbullah
Rais : Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA
Rais : KH. Mudatsir Badruddin
Rais : Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA
Rais : KH. A. Mu'adz Thohir
Rais : Dr. KH. Abdul Ghafur Maimoen, MA
Rais : KH. Bahauddin Nursalim
Rais : KH. Subhan Makmun
Rais : KH. Hambali Ilyas
Rais : KH. Imam Buchori Cholil
Rais : Prof. Dr. KH. Abd. A'la Basyir
Rais : KH. Muhammad Cholil Nafis, Lc, MA, Ph.D
Rais : KH. Ahmad Haris Shodaqoh
Rais : KH. Moch. Chozien Adenan
Rais : KH. Abdul Wahid Zamas
Rais : KH. Abdul Wahab Abdul Gafur, Lc
 
Katib 'Aam : KH. Ahmad Said Asrori
Katib  : KH. Nurul Yaqin Ishaq
Katib  : Dr. KH. M. Afifudin Dimyathi, Lc, MA
Katib  : KH. Sholahudin Al-Aiyub, M.Si
Katib  : Dr. KH. Hilmy Muhammad, MA
Katib  : KH. Abu Yazid Al-Busthami
Katib  : KH. Faiz Syukron Makmun, Lc, MA
Katib  : KH. Athoillah Sholahuddin Anwar
Katib  : KH. Muhammad Abdurrahman Al Kautsar
Katib  : Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, MA
Katib  : KH. Reza Ahmad Zahid
Katib  : Habib Luthfi bin Ahmad Al-Attas
Katib  : Dr. KH. Abdul Ghofar Rozin
Katib  : KH. Maksum Faqih
Katib  : Dr. KH. Nur Taufik Sanusi, MA
Katib  : KH. M. Syarbani Haira
Katib : KH. Muhammad Aunullah A'la Habib, Lc
Katib : KH. Ahmad Muzani Al-Fadani
Katib : KH. Sarmidi Husna
Katib : H. Ikhsan Abdullah, SH, MH
Katib : KH. Muhyidin Thohir, M.Pd.I
Katib : KH. Ahmad Tajul Mafakhir
Katib : Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA
 
A’WAN
Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf
H. Ahmad Sudrajat, Lc. MA
Habib Ahmad Al Habsyi
KHR. Chaidar Muhaimin
Dr. KH. Zaidi Abdad
KH. Najib Hasan
Dr. H. Endin AJ Soefihara, MMA
Dr. Ali Masykur Musa, M.Si, M.Hum
Dr. H. Imam Anshori Saleh, SH, MA
Dr. H. Anis Naki
Hj. Nafisah Ali Maksum
Dr. H. Agus Rofiudin
Hj. Badriyah Fayumi
KH. Matin Syarqowi
Hj. Ida Fatimah Zainal
H. Hamid Usman, SE
Hj. Dr. Faizah Ali Sibromalisi
KH. Muhammad Fadlan Asyari
Prof. Dr. Muhammad Nasir
Prof. Dr. Asasri Warni
Dr. H. Mochsen Alydrus
Dr. H. Muhajirin Yanis
KH. Masyhuri Malik
Masryah Amva
KH. Mahfud Asirun
H. Misbahul Ulum, SE
KH. Yazid Romli, Lc, MA
Prof. Dr. Ali Nurdin
KH. Ahmad Ma'shum Abror, M.Pd.I
Dr. Rahmat Hidayat
Dr. Dany Amrul Ichdan, SE, M.Sc
Dr. Chaider S. Banualim, MA
Dr. H. Juri Ardiantoro, M.Si
KH. Abdul Muhaimin
Ir. H. Irsan Noor
H. Zainal Abidin Amir, MA
KH. Taj Yasin Maimun
 
TANFIDZIYAH
Ketua Umum : KH. Yahya Cholil Staquf
Wakil Ketua Umum : KH. Zulfa Mustofa
Wakil Ketua Umum : KH. Sayyid Muhammad Hilal Al Aidid
Wakil Ketua Umum : Prot. Dr. H. Nizar Ali, M.Ag
Wakil Ketua Umum : H. Nusron Wahid, SE
Ketua : Prof. Dr. KH. Moh. Mukri, M.Ag
Ketua : KH. Hasib Wahab Chasbullah
Ketua : Ny. Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, MA
Ketua : H. Amin Said Husni, MA
Ketua : H. Aizuddin Abdurrahman, SH
Ketua : KH. Abdul Hakim Mahfudz
Ketua : H. Umarsyah, S.IP
Ketua : H. Ishfah Abidal Aziz, SHI, MH
Ketua : Dr. H. Miftah Faqih
Ketua : Ny. H. Alissa Qotrunnada Wahid, S.Psi
Ketua : Drs. H. Amiruddin Nahrawi, M.Pd.I
Ketua : Drs. H. Ulyas Taha, M.Pd
Ketua : H. Sarbin Sehe, S.Ag, M.Pd.l.
Ketua : Prof. Dr. H. Agus Zainal Arifin
Ketua : Drs. H. Abdullah Latopada, MA
Ketua : Dr. KH. Ahmad Fahrurrozi
Ketua : Drs. H. Muhammad Tambrin M.M.Pd
Ketua : Mohamad Syafi Alielha
Ketua : H. Arif Rahmansyah Marbun, SE, MM
Ketua : Padang Wicaksono, SE, M.Sc, Ph.D
Ketua : Ir. Fahrizal Yusuf Affandi, M.Sc, Ph.D
Ketua : H. Nasyirul Falah Amru, SE, MAP
Ketua : H. Choirul Sholeh Rasyid, SE
Ketua : Dr. H. Zainal Abidin Rahawarin, M.Si
Ketua : H. Mohammad Jusuf Hamka
Ketua : Dr. H. Eman Suryaman, SE, MM
Ketua : H. Robikin Emhas
 
Sekretaris Jenderal  : Drs. H. Saifullah Yusuf
Wakil Sekretaris Jenderal : KH. Abdussalam Sohib
Wakil Sekretaris Jenderal : Prof. Dr. Ahmad Muzakki, M.Ag, SEA
Wakil Sekretaris Jenderal : H. S. Suleman Tanjung, M.Pd
Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. H. Muhammad Aqil Irham, M.Si
Wakil Sekretaris Jenderal : Drs. H. Imron Rosyadi Hamid, SE, M.Si
Wakil Sekretaris Jenderal : Faisal Saimima, SE
Wakil Sekretaris Jenderal : Mas'ud Saleh
Wakil Sekretaris Jenderal : Ai Rahmayanti, S.Sos, M.Ag
Wakil Sekretaris Jenderal : H.M. Silahuddin, MH
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Rahmat Hidayat Pulungan, M.Si
Wakil Sekretaris Jenderal : Habib Abdul Qodir Bin Aqil, SH, MA, LLM
Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. Najib Azca
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Syarif Munawi, SE, MM
Wakil Sekretaris Jenderal : Isfandiari Mahbub Djunaidi
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Taufiq Madjid, S.Sos, M.Si
Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. H. Muhammad Faesal, MH, M.Pd
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Andi Sahibuddin, M.Pd
Wakil Sekretaris Jenderal : Drs. Lukman Khakim, M.Si
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Nur Hidayat, MA
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Lukman Umafagur, S.Hut, M.Si
 
Bendahara Umum : H. Mardani H. Maming
Bendahara : H. Dipo Nusantara Pua Upa, SH, MH, M.Kn
Bendahara : H. Sumantri Suwarno, SE
Bendahara : H. Gudfan Arif
Bendahara : Nuruzzaman, S.Ag, M.Si
Bendahara : Hidayat Firmansyah
Bendahara : Nashruddin Ali
Bendahara : H. Ahmad Nadzir
Bendahara : H. Burhanudin Mochsen
Bendahara : Dr. H. Ashari Tambunan
Bendahara : Dr. Faisal Ali Hasyim, SE, M.Si, CA, CSEP
Bendahara : H. Aswandi Rahman
Bendahara : H. Fesal Musaad, S.Pd, M.Pd

------------------------

Dapatkan update info terbaru tentang ke-NU-an dan Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah An-Nahdliyyah dengan cara Folllow : 

Website : www.islampers.com
Instagram : Generasi_Muda_NU
Youtube : GMNU TV
Twitter : Generasi_MudaNU
Facebook Page : Generasi muda NU
Telegram : https://t.me/GenerasiMudaNU
Tiktok : generasi_muda_nu

#GenerasiMudaNU

Minggu, 09 Januari 2022

WAHABIYAH, AMPAS KOLONIALISME EROPA YANG TERSISA



Oleh *Ayik Heriansyah*

Apa kontribusi paham wahabiyah bagi peradaban Islam? Pertanyaan ini muncul sebagai bentuk gugatan atas rusaknya tatanan kehidupan dan peradaban umat Islam setelah wahabiyah diekspor oleh kerajaan Arab Saudi ke seluruh dunia Islam. 

Pertanyaan itu juga sebagai bentuk protes terhadap kegagalan wahabiyah menjadi pelopor kebangkitan umat Islam melawan hegemoni barat. Alih-alih menjadi pelopor, Arab Saudi dan negara-negara teluk kompak ingin meninggalkan wahabiyah sebagai ajaran resmi. Di negara asalnya, wahabiyah dituding menjadi penyebab kejumudan berpikir yang menyebabkan kemunduran peradaban.

Jauh sebelum lahirnya wahabiyah, umat Islam sempat mengalami masa keemasan peradaban. Di era dinasti Umayyah, Abbasiyah, Andalusia dan Utsmaniyah serta kesultanan-kesultanan di Nusantara, peradaban Islam mewarnai dunia saat itu. Umat menjadi terhormat di mata dunia.

Sejarah mencatat dan membuktikan kemajuan Islam terutama saat dinasti Abbasyah dan Andalusia misalnya, semua cabang ilmu agama maju pesat, sains, seni dan filsafat pun demikian. Lahir ilmuwan-ilmuwan legendari antara lain, keempat imam madzhab, muhaddits, saintis cum filosof seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Biruni, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dsb. Ilmu mereka di kemudian hari mengilhami Eropa untuk bangkit dari masa kegelapan. 

llmu kalam, fiqih, tasawuf, falak, hisab, aljabar, geometri, arsitektur yang mereka kembangkan, menjadi dasar bagi sains dan teknologi modern. Kontribusi umat Islam bagi dunia kala itu, sangat nyata, bukan teori di atas kertas.

Sayangnya, di zaman modern, kolonialisme Eropa yang dimotori oleh Inggris pada abad 18 menjajaki kaki di kawasan pinggir Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Kaki-kaki Utsmaniyah di Arab lemah, karena Utsmaniyah menduduki Arab melalui peperangan. Hanya saja dengan menguasai dua tiga tanah suci, Mekkah, Madinah dan Yerussalem, kekuasaan Utsmaniyah mendapat legitimasi agama, tanpa legitimasi sosial dan budaya.

Kelemahan Utsmaniyah ini diketahui Inggris. Inggris melalui agen-agen orientalisnya menancapkan pengaruh kepada suku-suku marjinal yang jauh dari pusat kekuasaan pejabat-pejabat Utsmaniyah di Arab.

Inggris juga membiarkan, melindungi dan mendukung lahirnya pemahaman baru tentang agama Islam yaitu paham wahabiyah yang melawan arus utama pemahaman saat itu, yakni ahlu sunnah wal jama'ah. Akhir cerita Arab takluk di bawah kekuasaan Inggris, dinasti Utsmaniyah pun hancur tak bersisa.

Wahabiyah mengutak atik keberagamaan umat Islam dengan propaganda kembali ke al-qur'an dan sunnah. Hal ini menimbulkan perbedaan pendapat (khilafiyah), polemik, perpecahan dan konflik. Dari rahim wahabiyah juga lahir paham-paham ekstrim dan radikal, yang menghalalkan terorisme sebentuk dengan kaum khawarij di masa salafus shalih.

Wahabi menutup pintu ijtihad, kecuali bagi kalangan mereka sendiri. Tentu saja menyebabkan kemadegan pemikiran umat. Umat menjadi malas berpikir, takut dianggap ahlu bid'ah dan penganut paham muktazilah. Umat menjadi tidak kreatif dan miskin inovasi. 

Semua ini bermuara akan kepada merosot dan mundurnya peradaban umat. Sebagaimana yang pernah terjadi di akhir masa dinasti Abbasiyah dan Utsmaniyah, yaitu pintu ijtihad ditutup, banyak pertikaian karena masalah khilafiyah dan gerakan neo-khawarij yang senantiasa menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan. Logis, bila negara-negara muslim termasuk Arab Saudi, ramai-ramai meninggalkan wahabiyah.

Sedangkan isu khilafah transnasional yang dipropagandakan oleh HTI untuk membangkitkan umat, ibarat menjaring angin, tidak ada manfaatnya dan sia-sia belaka, sebab, Hizbut Tahrir sendiri didukung Inggris sebagaimana wahabiyah guna melemahkan negara-negara muslim.

Walhasil, jalan terakhirnya adalah, kembali kepada paham ahlu sunnah wal jama'ah dalam rangka meraih kembali kegemilangan umat dengan peradaban Islam yang agung dan mulia, yang sempat hilang.

Rabu, 05 Januari 2022

MENJAWAB CURHAT FELIX SIAUW



Oleh *Ayik Heriansyah*

Merasa punya banyak penggemar, gak pake lama Felix Siauw langsung curhat di akun Facebook-nya tanggal 25 Juni 2019 perihal pembatalan acara pengajian yang bakal diisinya di Masjid Fatahillah Balaikota Jakarta. Kalimat pertama yang meluncur, menuduh pihak-pihak yang menolak pengajiannya sebagai pembenci.

Kata Felix, “saya nggak tahu, seberapa bencinya orang-orang dibalik pembatalan kajian-kajian saya 2 tahun terakhir ini. Dan marak-maraknya sebelum pilpres. Saya pikir akan reda setelah pilpres ternyata nggak juga. Dan fitnah yang dituduhkan juga itu-itu saja, diulang-ulang dan tak pernah terbukti.”

Saya memahami beban psikologis Felix sebagai anggota Hizbut Tahrir dimana saya dulu pernah selama 10 tahun menjadi bagian integral Hizbut Tahrir, 7 tahun menjadi ketua HTI di propinsi, yang harus mengadopsi apa saja yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir berupa pemikiran, analisa politik, opini hukum fiqih dan aturan administrasi organisasi, tanpa memandang besar atau kecil, sedikit atau banyak, kuat lemah, valid atau hoaks, masuk akal atau tidak, baik atau buruk.

Saya juga mengerti betapa Felix seorang figur publik andalan HTI untuk merekrut generasi milineal harus taat dan tsiqah tanpa syarat kepada kepemimpinan Hizbut Tahrir. Tekanan sistem organisasi HTI membuat Felix tidak berkutik.

Felix sangat paham akan hal tersebut sehingga dia menjaga diri dari mengucapkan dan mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan pendapat HTI, termasuk soal Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Fakta seperti Felix ini ternyata sudah menjadi fenomena di dalam sebuah sistem organisasi politik. Hannah Arenth (1985) pernah melakukan observasi mendalam tentang Letkol. Adolf Eichman seorang SS NAZI yang dituntut di pengadilan Israel karena melakukan kejahatan perang.

Dia bertanggungjawab mendeportasi 6 juta Yahudi ke kamp-kamp konsentrasi di seluruh Eropa. Selama 16 minggu Arenth mencermati jalannya persidangan.

Jawaban, ekspresi dan bahasa tubuh Adolf Eichman diperhatika Arenth dengan seksama. Arenth juga membaca catatan masa lalu Adolf Eichman.

Menurut Arenth, Adolf Eichman bukanlah seorang monster pembunuh berdarah dingin yang anti Semit. Kejahatan yang dilakukan bukanlah pembawaan kepribadiannya.

Arenth melihat struktur totaliter NAZI dimana Adolf Eichman berada di dalamnya telah melumpuhkan akal sehat dan hati nuraninya. Ia kehilangan kemampuan berpikir kritis dan takut mengambil keputusan yang sesuai dengan suara hatinya yang paling dalam.

Dari fenomena ini Arenth mengemukakan teori banalitas kejahatan. Banalitas kejahatan adalah situasi sosial politik dimana kejahatan “dianggap” biasa karena seseorang berpandangan dangkal dalam berpikir dan menilai suatu hal. 

Banalitas kejahatan akibat seseorang gagal berdialog dengan dirinya sendiri. Kegagalan ini berimbas kepada sikap menyalahkan orang lain dalam kegiatan politik. Organisasi politik baik partai maupun negara yang bersifat totalitarianisme akan menghasilkan banalitas kejahatan.

Meskipun kita mafhum bahwa Felix adalah korban totalitarianisme HTI, tuduhan-tuduhannya kepada pihak-pihak yang dianggap membatalkan acara kajiannya perlu kita klarifikasi karena tuduhan-tuduhan tersebut salah secara keseluruhan.

Pembatalan acara kajian Felix bukan lahir dari kebencian pribadi sebab pihak-pihak tersebut tidak mengenal Felix secara pribadi. Kosa kata cinta dan benci tidak tepat dalam konteks ini. 

Permintaan pembatalan tersebut sesungguhnya muncul dari rasa cinta terhadap NKRI, perasaan berkewajiban untuk menjaganya dan tanggung jawab sejarah atas amanah kenegaraan dan kebangsaan yang diwariskan oleh ulama terdahulu, yang dengan keikhlasan dan pengorbanannya mendirikan satu negara Indonesia. Ulama terdahulu dan sekarang berpendapat Indonesia adalah darul Islam dan NKRI ajaran Islam.

Sebaliknya Felix dan HTI yang diikutinya berpandangan bahwa NKRI darul kufur sebab itu harus di-khilafah-kan, itupun khilafah versi HTI yang notabene bukan khilafah ‘ala minhajin nubuwwah melainkan khilafah ‘ala minhajin nabhaniyah yaitu khilafah menurut pendapat fiqih Taqiyuddin an-Nabhani.

Fakta Felix berjuang bersama HTI untuk meng-khilafah-kan Indonesia itu fakta yang sudah terang benderang seterang matahari di tengah siang. Itu bukan fitnah. Justru kalau dikatakan Felix bersama HTI sedang mempertahankan NKRI, ini baru fitnah.

Di akunnya, Felix menggiring opini publik seolah-olah pihak-pihak yang ingin acaranya batal sebagai anti Islam. Kata Felix, “ketika da’i dihalangi dari masjid, kajian-kajian dipersekusi, tapi marah ketika dikatakan bahwa mereka anti Islam”.

Tentu saja marah karena mereka itu muslim sejak dari kandungan ibunya, berbeda dengan Felix yang baru masuk Islam setelah aqil baligh (waktu kuliah). Mereka sudah shalat, puasa dan khatam al-Qur’an sebelum baligh, sedangkan Felix ketika usia itu dalam asuhan pastur katolik.

Tapi sangat miris, Felix menulis di akunnya, “Tak apa, saya bangga ketika saya harus ditolak sebab ide Islam yang saya bawa. Bukan ditolak sebab akhlak, atau pribadi saya yang menyalahi syariat. Difitnah bahwa Khilafah menyalahi Pancasila, juiga terhormat. Sebab menunjukkan tingkat pemahaman mereka. Alhamdulillah bukan Alim yang menolak.”

Ide Islam yang dimaksud Felix yaitu ide-ide yang diadopsinya dari Hizbut Tahrir. Ide-ide Hizbut Tahrir sendiri sudah banyak dikoreksi, dikritik, disanggah dan dibantah oleh ulama bahkan oleh ulama Hizbut Tahrir kaliber internasional yang kemudian membuat mereka pergi meninggalkan Hizbut Tahrir seperti Syaikh Umar Bakri Muhammad (perintis HT di Arab Saudi dan Inggris), DR. Samih Athif Az-Zain (murid langsung Taqiyuddin an-Nabhani), Syaikh Bakri Salim Khawalidah (ulama paling cerdas di lajnah tsaqafiyah HT pusat), Syaikh Abdurrahman al-Baghdadi (pembawa Hizbut Tahrir ke Indonesia), Syaikh Mahmud Abdul Lathif Uwaidhoh (ahli hadits dari lajnah tsaqafiyah HT pusat).

Ulama HT tingkat dunia yang kemudian keluar dari HT selanjutnya: Syaikh Abul Hasan al-Ansari (ulama Kuwait murid langsung Taqiyuddin an-Nabhani), Hassan al-Fhaahi (Jubir HT Kuwait), Syaikh Abdul Rahman al-Okabi (Mu’tamad / Ketua Umum HT Palestina), Abul Ezz Abdul Salam (Jubir HT Palestina), Prof. Ridla Belhaj (Jubir HT Tunisia), DR. Naseem Ghani (Mu’tamad / Ketua Umum HT Bangladesh dan Inggris). Jilani Gulam (anggota DPP HT Inggris), DR. Reza Pankhurst (anggota DPP HT Inggris), Abu Hamada (anggota DPP HT Yordania), dan masih banyak lagi ulama dan pengurus HT internasional yang meninggalkan Hizbut Tahrir.

Di samping itu ulama di luar HT juga sudah banyak menkoreksi, mengkritik, menyanggah dan membantah ide-ide HT yang dibanggakan oleh Felix tersebut.

Yang menggelikan statemen Felix … “Bukan ditolak sebab akhlak, atau pribadi saya yang menyalahi syariat.”

Felix merasa sudah berakhlak baik dan berkepribadian yang sesuai syariat. Perasaan geer yang tidak sepantasnya ada dalam diri seorang muslim apalagi sampai terucap ke publik. 

Muslim yang berakhlak baik itu yang bersifat tawadlu’ bukan tinggi hati merasa sudah berakhlak baik. Secara kepribadian, dengan dakwah khilafah di wilayah NKRI, Felix melakukan kegiatan bughat yang sangat tercela menurut timbangan syariat.

‘Ala kulli hal, kurang elok jika semua kesalahan ditanggung Felix seorang tanpa melihat HTI sebagai lingkungan politik tempat Felix beraktivitas.

Felix tidak lebih sebagai korban dari totalitarianisme HTI. Gejala banalitas kejahatan terdapat pada semua syabab HTI. Hanya saja Felix yang terekspose.