YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Minggu, 30 April 2017

Jihad dan respon islam terhadap radikalisme


Oleh : Husein Muhammad

Situasi mutakhir kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan bangsa-bangsa di dunia tengah memperlihatkan nuansa-nuansa psikologis yang menyimpan rasa gelisah, cemas, khawatir dan frustasi. Di belahan dunia muslim, khususnya di Timur Tengah  situasi ini tampak begitu nyata. Ekspresi-ekspresi psikologis itu kemudian mencuat dalam aksi-aksi kekerasan dalam berbagai bentuknya. Di sana hampir setiap hari berlangsung situasi krisis sosial, konflik, pergolakan dan perang antar warga negara. Entah sudah berapa ribu nyawa melayang sia-sia. Kebijakan-kebijakan politik dan hukum seperti tak lagi berjalan efektif. Hukum tak lagi mampu melindungi hak-hak asasi manusia. Dari realitas ini sejumlah analis mengatakan bahwa banyak negara telah gagal menjalankan mandat konstitusionalnya, menjaga tertib sosial dan melindungi hak-hak warga negaranya. Tak pelak situasi ini kemudian memicu lahirnya berbagai gerakan politik dan sosial berbasis agama. Mereka menawarkan formula-formula baru yang dipandang akan dapat mengatasi seluruh problem kehidupan berbangsa dan bernegara serta lebih jauh lagi menyelesaikan problem kemanusiaan secara “kaffah”, menyeluruh, komprehensif. Ada banyak gerakan keagamaan dalam masyarakat Islam yang berjuang untuk kepentingan di atas, melalui caranya masing-masing : pelan maupun keras. Salah satu gerakan atau kelompok keagamaan yang paling fenomenal dan paling mendapatkan perhatian publik politik luas adalah apa yang kemudian  acap disebut sebagai Kelompok keagamaan "radikalis".
Kelompok ini kini menjadi perbincangan serius di mana-mana. Gerakan mereka demikian massif dan militant. Ia menyebar menyebar ke berbagai bagian dunia muslim, termasuk Indonesia. Ia telah menjadi gerakan transnasional. Radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki perubahan, pergantian, penghancuran (dekonstruksi) terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya, dengan berbagai cara, meski melalui tindakan kekerasa dan militeristik. Radikalisme menginginkan perubahan total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat.

Pandangan-pandangan kaum Radikal

Dalam pandangan kaum radikal berbasis agama ini aturan-aturan yang dibuat oleh manusia selama ini, telah gagal menciptakan hukum dan kehidupan sosial yang berkeadilan dan berkemanusiaan. Hukum-hukum sekuler itu bahkan telah menciptakan kerusakan moral dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu ia harus diganti dengan hukum-hukum Tuhan.  Jargon utama mereka adalah “In al-Hukm Illa Li Allah. Yaqussh al-Haqq wa Huwa Khair al-Fashilin”,(Hukum yang benar hanyalah milik (dan dari) Tuhan. Dia telah yang menyampaikan kebenaran dan Dialah Pemutus Paling Baik”. Jargon lain yang juga terus dikobarkan dan disosialisasikan secara masif adalah : “Barangsiapa yang tidak tunduk pada hukum Allah, maka dia kafir, zalim dan sesat". "Kita harus menjalankan Islam secara kaaffah”,  ”Hanya hukum Tuhan yang dapat menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan panjang dalam kehidupan mereka”. Dan “al-Islam Huwa al-Hall” (Islam adalah penyelesaian). Hukum dalam konteks Islam disebut “Syari’ah”.   

W.C. Smith, profesor ahli agama-agama terkemuka, dalam pengamatannya terhadap fenomena ini menyatakan bahwa “tema semua gerakan radikal di hampir semua belahan dunia berkisar pada dua hal : protes melawan kemerosotan moral internal dan “serangan” eksternal. Sementara sejumlah analis muslim kontemporer melihat fenomena ini sebagai respon muslim terhadap sekularisme Barat dan dominasi mereka atas dunia Islam, di samping respon terhadap krisis kepemimpinan di kalangan umat Islam sendiri.  Dengan begitu tampak jelas bahwa gerakan-gerakan keagamaan itu ditujukan bukan hanya untuk menentang Barat yang sekular, melainkan lebih jauh lagi merupakan perlawanan terhadap segala sesuatu yang dianggap penyebab frustasi dan penindasan, baik internal maupun eksternal.

Dalam konteks masyarakat yang tengah dihimpit kemiskinan, terbelakang dan tak berdaya, jargon-jargon besar dan simbol-simbol yang mengandung nuansa-nuansa sakralistik-transendental itu tentu saja sangat menarik hati dan mempesona mereka sekaligus menyimpan kenangan masa lalu yang indah dan menjanjikan masa depan yang bahagia. Tak pelak jika kemudian gagasan kelompok tersebut disambut sebagian publik dengan riang dan penuh semangat.

Memaknai Terma-terma  
Jargon-jargon besar dan general sebagaimana  disebut bagi kaum muslimin lain sesungguhnya tidak ada yang salah. Tidak seorang muslimpun yang merasa keberatan bahwa "Hukum-hukum Tuhan adalah Maha Benar dan Maha Adil. Hukum-hukum Tuhan pasti membawa keadilan, kemaslahatan dan kebaikan bagi manusia"?. Tidak ada seorang muslim pun menolak jika kepadanya diserukan untuk mentaati hukum-hukum Tuhan?. Mereka juga menolak  kekufuran dan kemusyrikan. Seluruh pemeluk agama di dunia, membenarkan semua pernyataan ini, tanpa reserve.
Akan tetapi yang menjadi problem krusial adalah bagaimana memaknai terma-terma keagamaan muslim, kafir, musyrik?, siapakah dia ? Apakah yang dimaksud dengan Islam, Syari'ah, Kaffah,  dan seterusnya. Jawaban atasnya menjadi tidak sederhana. Demikian juga pada tingkat operasionalisasi gagasan keagamaan dan jargon-jargon besar tersebut di atas. Bagaimana, misalnya, hukum-hukum Tuhan (syari’ah) yang ada dalam teks-teks suci keagamaan itu harus diinterpretasikan dan diimplementasikan?. Siapa pemegang otoritas tunggal atas pengertian/tafsir teks-teks tersebut?. Jika pemaknaan itu harus dimusyawarahkan, lalu bagaimana mekanisme dan prosedurnya?.  Lalu apakah rakyat memiliki hak untuk berpendapat dan bolehkah mereka mengkritik penguasa atau Khalifah?. Jika ya, lalu bagaimana mekanismenya?. Dan lain-lain.

Pertanyaan-pertanyaan di atas menurut saya tidaklah mudah untuk dijawab. Tapi segera dikemukakan bahwa hal yang tampak sangat vulgar di hadapan mata adalah bahwa ideologi transnasional bergerak ke arah penerapkan hukum-hukum, sistem politik, sistem ekonomi dan kebudayaan yang pernah diberlakukan pada masa lampau, abad pertengahan, di jazirah Arabia. Mereka akan membangun kembali sistem Khilafah. sebagaimana dinasti-dinasti Islam itu masa lalu itu. Dengan sistem ini kewarganegaraan seseorang didasarkan atas identitas agama negara. Identitas agama di luar agama negara akan dianggap sebagai orang asing dan warga negara kelas dua. Seluruh kekuasaan negara dan pemerintahan berada di tangan sang khalifah. Dialah yang membuat aturan hukum, mengontrol dan menunjuk hakim-hakim pengadilan, dan rakyat dunia wajib tunduk kepadanya, tanpa reserve. Para khalifah boleh jadi akan mendeklair diri sebagai  ”Zhill Allah fi al Ardh” (bayang-bayang Tuhan di atas bumi)”. Yakni pemegang mandat otoritas Tuhan. Di tangan dia yang bukan Nabi itu, titah-titah Tuhan ditafsirkan menurut perspektifnya dan kepentingannya sendiri. Melalui tafsir kekuasaan yang subjektif itu penguasa akan mudah menuduh setiap individu atau komunitas, mazhab politik, mazhab hukum, aliran kepercayaan atau agama tertentu yang tidak sama atau tidak sejalan dengan tafsir dirinya sebagai orang-orang yang melawan Tuhan, dan karena itu harus ditumpas.

Wahabisme

Paham keagamaan yang dipraktikkan oleh Kerajaan Saudi Arabia sampai hari ini, adalah salah satu contoh paling riil dan fenomenal dari gerakan di atas. Paham keagamaan ini dikenal sebagai “Wahabisme”, sebuah terminologi yang dihubungkan kepada  nama pendirinya : Muhammad bin Abdul Wahab. Mereka berusaha mengembalikan Islam kepada Islam yang dipraktikkan pada masa Nabi dan para sahabatnya. Karena itu idelogi mereka dikenal sebagai "Puritanisme". Mereka sendiri lebih suka menyebutnya sebagai “Salafisme”, dan bukan "Wahabisme". Menurut ajaran Wahabi, semua umat Islam wajib kembali pada Islam yang dianggap murni. Ini dapat diperoleh dari pemahaman harfiah, literal ketat atas teks-teks suci, dan praktik-praktik ritual Nabi dan para sahabatnya. Dari sini mereka kemudian menyerang setiap aktifitas intelektualisme, mistisisme dan pluralitas yurisprudensi Islam. Lebih dari itu mereka memusuhi ilmu-ilmu humanitarian, terutama Filsafat dan menganggapnya sebagai ilmu pengetahuan Iblis.
Demikian juga seluruh ekspresi kebudayaan, seperti tahlil, tawasul, muludan, ushalli, ziarah kubur, cium tangan, hormat bendera, dan sebagainya, dipandang mereka sebagai praktik-praktik keagamaan yang sesat dan menyesatkan, bid'ah, menyimpang dari agama, musyrik (menyekutukan Tuhan) dan tuduhan-tuduhan senada. Pada akhirnya "jihad" menjadi kata kunci untuk "menyelesaikan" (baca; memberangus) seluruh pikiran, perilaku dan tindakan kebudayaan rakyat itu. Mereka memaknai kata ini secara tunggal : “perang suci” (Holy War).
Pandangan-pandangan Wahabisme tersebut pada akhirnya mengantarkan mereka pada aksi-aksi kekerasan terhadap pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok lawan ideologi keagamaan mereka, melakukan pembongkaran atau penghancuran kuburan-kuburan, artefak-artefak kebudayaan, termasuk karya-karya seni, patung-patung dan tempat-tempat yang dikeramatkan (disucikan). Ideologi ini dengan begitu mengimpikan sebuah negara otoriterian gaya baru. Yakni sebuah negara yang ditegakkan melalui kekuasaan represif, tiranik militeristik dan despotik dengan mengatasnamakan agama atau Tuhan. Semua tindakan tersebut selalu mereka sebut sebagai Jihad fi Sabilillah. Sebuah terminologi yang dimaknai sebagai perang suci.

Memaknai Jihad

Jihad yang diartikan sebagai perang suci dalam pandangan saya tidak dimaksudkan oleh teks kitab suci sendiri. Perang dalam teks suci al-Qur’an disebut “Qital” atau “Harb”. Secara literal Jihad bermakna : “usaha sungguh-sungguh”, atau bekerja keras”. Dalam terminology Islam, jihad diartikan sebagai perjuangan dengan mengerahkan seluruh potensi dan kemampuan manusia untuk sebuah tujuan-tujuan kemanusiaan. Pada umumnya tujuan  jihad adalah kebenaran, kebaikan, kemuliaan dan kedamaian.

Pada sejumlah ayat, jihad mengandung makna yang sangat luas, meliputi perjuangan dalam seluruh aspek kehidupan. Jihad adalah pergulatan hidup itu sendiri.  Bahkan terdapat sejumlah ayat jihad yang diarahkan terhadap orang-orang kafir, tetapi tidak bermakna memeranginya dengan senjata. Al-Qur-an mengatakan : “Wa la tuthi’ al Kafirin wa Jahidhum bihi Jihadan Kabira”(Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengannya (al-Qur-an) dengan jihad yang besar). (QS. Al-Furqan, 52). Kataganti pada “bihi”(dengannya) dalam ayat ini,  menurut Ibnu Abbas merujuk pada al Qur-an. Ini berarti :”berjihadlah dengan al Qur-an”. Dengan begitu perintah berjihad terhadap orang-orang kafir tidak dilakukan dengan menghunus  pedang, melainkan mengajak mereka dengan sungguh-sungguh agar memahami pesan-pesan yang terungkap atau terkandung di dalam al Qur-an. Jamal al Din al Qasimi, ketika menafsirkan ayat ini, mengatakan : “Hadapi mereka dengan argumen-argumen rasional, bukti-bukti dan ajak mereka memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah serta kepada kebenaran dengan sungguh-sungguh”. Dihubungkan dengan Q.S. al Nahl, 125, tentang dakwah (ajakan kepada Islam), maka, jihad diperintahkan dengan cara-cara ”hikmah (ilmu pengetahuan, pemikiran filosofis), tuturkata/nasehat/orasi yang baik dan santun serta melalui diskusi/debat. Sepanjang sejarah kehidupan Nabi di Makkah, beliau tidak pernah melakukan perang terhadap orang-orang kafir dan kaum musyrik, meski ayat ini secara eksplisit menyebutkannya. Terhadap tekanan-tekanan mereka terhadap nabi saw dan kaum muslimin, beliau justeru mengatakan :

اصبروا فانى لم أومر بالقتال

“bersabarlah kalian, karena aku tidak diperintah untuk berperang”.

Pada Q.S. Luqman, 15, terdapat juga kata jihad dengan arti bukan perang dengan kekuatan senjata ;

وان جاهداك على ان تشرك بى ما ليس لك به علم فلا تطعهما. وصاحبهما فى الدنيا معروفا

“Dan jika keduanya ber ’jihad’ terhadapmu agar mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang  tidak ada pengetahuanmu tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah mereka di dunia dengan ‘ma’ruf’ (kebaikan sesuai tradisi). (baca juga Q.S. al ‘Ankabut, 8).

Jihad pada ayat ini jelas tidaklah berarti perang fisik. Ia diturunkan berkaitan dengan peristiwa masuk Islamnya seorang anak. Ibunya tidak rela dan menginginkan anak itu kembali kepada agama sebelumnya.  Si anak menolak. Si ibu tetap tidak rela dan untuk itu ia protes keras dengan melakukan aksi mogok makan dan minum selama tiga hari. Si anak tetap saja tidak bergeser dari keyakinannya. Ia bahkan mengatakan : “Ibunda, andaikata engkau mempunyai seratus orang yang memaksa aku untuk kembali (ke keyakinan awal), niscaya aku tidak akan melakukannya. Kalau ibu mau makan, silakan dan kalau tidak mau, juga silakan”. Mengomentari ayat ini Ibnu Katsir mengatakan : “Jika keduanya (ayah-ibu) sangat berkeinginan…”/in harashaa ‘alaika kulla al hirsh. (Tafsir al qur-an al ‘Azhim, III/445). Pada Q.S. Al-‘Ankabut, ayat ; ‘jaahadaaka’ ditafsirkan oleh Ibnu Katsir di tempat yang lain dengan “haradhaa ‘alaika”(keduanya mendesak kamu).

Penafsir al-Qur-an paling klasik, Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H), memperkenalkan tiga makna jihad. Pertama “jihad bi al Qawl” (perjuangan dengan kata-kata, ucapan, pikiran). Ini diungkapkan dalam al-Qur-an surah al Furqan, 52 ; (wa Jahidhum bihi Jihadan kabira/dan berjihadlah kamu dengannya dengan sungguh-sungguh) dan  dalam surah al Taubah, 73 ; (Ya Ayyuha al Ladzina Amanu Jahid al-Kuffara wa al-Munafiqin/hai orang-orang yang beriman berjihadlah kamu terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik) dan surah al-Tahrim, [66]:9. Kedua, al-Qital bi al-Silah (perang dengan senjata). Ini dikemukakan dalam Nisa, 15. Ketiga Jihad bi al-‘Amal (bekerja dan berusaha). Ini dikemukakan dalam surah al-Ankabut, [29]: 6 : “Wa Man Jahada fa Innama yujahidu li nafsih (dan siapa yang berkerja dengan sungguh-sungguh maka sesungguhnya untuk dirinya sendiri), dan ayat 69 : “Wa alladzina Jahadu fina lanahdiyannahum subulana (dan orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan rida Kami niscaya Kami beri mereka jalan Kami), serta surah al-Hajj, [22]: 78: “Wa Jahidu fillah Haqqa Jihadih”(dan bekerjalah dengan sungguh-sungguhnya semata-mata karena mengharap kerelaan Allah). (Muqatil ; Al Asybah wa al Nazhair fi al Qur-an al Karim,).

Pernyataan-pernyataan al-Qur-an tentang Jihad mendapatkan elaborasi lebih faktual dari Nabi Muhammad saw. Jihad menurutnya bisa berarti melakukan perjuangan untuk melawan egoisme yang ada dalam setiap diri manusia (jihad al nafs). Ini juga berarti  bahwa perjuangan untuk melawan kelemahan, kecongkakan, kesombongan, kerakusan dan selurun potensi yang dapat merusak diri sendiri dan atau merugikan orang lain, adalah juga jihad. Menurut Nabi jihad al nafs ini justeru merupakan jihad yang terbesar, sementara jihad dalam arti perang fisik adalah jihad kecil. Nabi saw usai perang fisik mengatakan kepada para sahabatnya ; “Raja’na min al-Jihad al-Ashghar ila al-Jihad al-Akbar”(kita kembali dari perang kecil menuju perang besar). Fakta-fakta sosial-politik-ekonomi dan budaya dalam segala zaman menunjukkan dengan jelas bahwa kesengsaraan, keterpurukan bangsa dan kezaliman yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat sesungguhnya lebih disebabkan karena kerusakan mental manusia, moralitas yang rendah dan spiritualitas yang kosong. Dari sinilah, maka Jihad juga harus dilancarkan terhadap penguasa dan rezim yang tiranik, yang menindas rakyat, melalui penegakan kebenaran dan keadilan. Nabi saw menyebut upaya-upaya ini sebagai jihad yang paling utama: “Afdhal al Jihad Kalimah Haq ‘ind Sulthan Jair”(Jihad paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim). 

Jihad dalam pengertian bekerja dengan sungguh-sungguh pernah disampaikan oleh Nabi saw kepada para sahabatnya. Ketika mereka berangkat perang (ghazwah), mereka melihat seorang muda yang kekar sedang bekerja di sawah. Melihat kekeran tubuhnya, para sahabat berharap agar dia dapat ikut perang bersama mereka. Nabi terusik sambil mengatakan :”Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya juga sama dengan Jihad fi sabilillah”.

Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa jihad dalam al Qur-an mengandung makna yang tidak tunggal, melainkan beragam sesuai dengan konteks pembicaraannya yang pada intinya meliputi  perjuangan moral, spiritual, intelektual, dan kerja keras untuk sebuah tanggungjawab kehidupan publik maupun domestik. Pada masa klasik Islam pemaknaan jihad seperti ini pernah sangat populer. Kebesaran, kemajuan dan kemenangan luar biasa yang pernah dicapai Islam justeru lahir dari semangat jihad dengan makna-makna terakhir ini. Para pemikir muslim post tradisional  juga memperkenalkan kembali makna jihad ini dalam tulisan-tulisan mereka.

Meskipun demikian, memang terdapat banyak pandangan bahwa Jihad dalam al Qur-an juga bisa menunjukkan arti perang atau perjuangan dengan cara-cara kekerasan dan bersenjata, utamanya terhadap orang-orang “kafir”. Akan tetapi menurut saya penggunaan kata “jihad” untuk makna perang adalah suatu tafsir belaka. Ada sejumlah kata dalam teks-teks al-Qur’an yang paling spesifik dan paling banyak digunakan untuk menunjuk arti perang fisik, yaitu “Qital”. Kata lain untuk perang fisik adalah harb, siyar dan ghazw. Ada sejumlah ayat al Qur-an yang berbicara tentang perang terhadap orang-orang kafir, baik dengan kata jihad sendiri maupun dengan kata qital. Akan tetapi jika kata jihad yang digunakan dalam kaitan ini bukanlah berarti perang itu sendiri. Kata itu dikemukakan dalam rangka mengiringi atau menyertai peristiwa perang yang sudah dimulai atau sedang berlangsung. Dengan kata lain “jika perang terpaksa harus terjadi maka berjihadlah kalian dengan seluruh kekuatan yang dimiliki jiwa raga dan finansial”.

Konteks Indonesia
Dalam konteks politik negara-bangsa Indonesia, ideologi radikal tersebut, menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini karena tuntutan ideologi ini sangat jelas ; penerapan hukum-hukum agama secara formal dalam konstitusi maupun regulasi-regulasi negara bahkan lebih jauh adalah pendirian negara berdasarkan suatu keyakinan keagamaan tertentu di tengah-tengah warganegaranya yang sangat plural dalam banyak aspek itu. Ideologi Pancasila, oleh mereka dianggap sekular dengan pemaknaan yang pejoratif, dan karena itu harus diganti dengan ideologi keagamaan mereka.
Dalam konteks kultural, para ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan para Kiyai Pesantren, salah satu kelompok bangsa dengan keanggotaannya yang besar, merasa cemas atas masa depan umatnya jika ideologi radikal transnasional tersebut berkembang dan merasuki jantung-jantung umatnya. Tradisi dan ritual-ritual keagamaan kaum Nahdhiyyin sebagaimana sudah disebut, akan berantakan dan tercerabut. Padahal tradisi-tradisi semacam Tahlil, Muludan, Ziarah Kubur dan sebagainya tersebut telah menjadi "ikon" organisasi para ulama itu selama berabad-abad. Melalui tradisi tersebut, NU telah mampu mengayomi ekspresi-ekspresi kebudayaan dan menciptakan harmoni yang indah antara agama, negara dan budaya lokal. Ideologi transnasional sangat mungkin (bahkan dalam sejumlah kasus sudah terjadi) akan menghancurkan tradisi dan budaya lokal itu. Adalah kebodohan yang sangat naif, jika tradisi warga NU tersebut dianggap oleh ideologi transnasional sebagai bertentangan dengan ajaran agama (Islam). NU telah mendeklare bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara sejalan dengan Islam. Dalam Deklarasi : "Hubungan Islam dan Pancasila", pada Muktamar NU ke-26, 1984 disebutkan : "Penerimaan dan Pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari'at agamanya".

Klaim kebenaran sendiri sebagai keterbatasan Pengetahuan
Terlepas dari kemungkinan rekayasa politik cerdas di belakangnya, pandangan-pandangan keagamaan yang membid'ahkan atau bahkan mengkafirkan orang lain seagama dalam sejarah pemikiran Islam selalu muncul dari kepicikan dan kedangkalan dalam memahami teks-teks agama. Ia selalu lahir dari pemaknaan teks-teks keagamaan secara literal ketat sekaligus konservatif. Akibatnya makna teks-teks di luar yang literal (yang lahiriyah) menjadi begitu asing dan tak mereka pahami, bahkan dianggap salah. Terhadap cara pandang ini, menarik sekali dikemukakan pandangan Imam Abu Hamid al Ghazali, pemikir besar sepanjang sejarah kaum muslimin Sunni, sekaligus panutan kaum Nahdhiyyin (Nahdlatul Ulama/NU). Al-Ghazali menyebutnya sebagai pemahaman orang-orang yang terbatas ilmunya. Dalam karya magnum opusnya : Ihya Ulum al Din, beliau mengatakan :
"Perhatikanlah dengan seksama, bahwa orang yang menganggap bahwa al Qur'an hanya memiliki makna lahir (literal), maka dia tengah menceritakan tentang keterbatasan ilmunya sendiri. Biarlah itu benar untuk dirinya sendiri. Akan tetapi dia melakukan kekeliruan manakala semua orang harus ditarik ke dalam pemikirannya yang terbatas itu. Betapa banyak hadits Nabi dan ucapan para sahabat Nabi yang menyatakan bahwa al Qur'an memiliki makna-makna yang sangat luas. Dan ini hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang pandai. Ibnu Mas'ud mengatakan : "Siapa saja yang ingin mengetahui keilmuan para ulama generasi awal dan yang mutakhir, maka bacalah al-Qur'an dengan seksama dan mendalam. Hal ini tidak mungkin bisa hanya dengan memaknainya secara literal".              
Pernyataan Imam al Ghazali tersebut sungguh menarik sekaligus arif. Ia tidak hendak mengecam orang-orang yang berpandangan literalis. Ia mempersilakan pemahaman itu menjadi sikap pribadi orang itu sendiri atau kelompoknya. Tetapi ia mengkritik tajam jika dia (orang itu) memaksakan pemahaman dirinya kepada orang atau kelompok lain yang telah memiliki pikiran yang berbeda. Dan tentu saja merupakan kesalahan sangat besar jika dia/mereka sampai melakukan tindakan kekerasan terhadap pandangan di luar dirinya seraya mengklaim hanya pemahan dirinya saja yang benar. Al-Ghazali menginformasikan kepada kita bahwa teks-teks al Qur'an tidak bisa dimaknai secara tunggal. Satu kata dalam al Qur'an mengandung sejumlah kemungkinan makna. Membatasi kehendak Tuhan yang diungkapkannya dengan simbol-simbol bahasa adalah kebodohan yang nyata. Para ulama masa awal (al salaf al shalihin) tidak pernah membatasi pemaknaan terhadap ayat-ayat al Qur'an.
Sufi besar sekaligus sang argumentator Islam itu, juga mempunyai pendapat yang menarik dan berbeda dari pandangan mainstream, terkait isu keterpecahan para pengikut Nabi. Hadits Nabi yang populer menyebut tentang 73 golongan yang semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiah). Al-Ghazali menyebut sejumlah hadits lain : “al-Halikah minha Wahidah” (yang celaka di antara mereka hanyalah satu golongan). Hadits lain menyebut golongan yang celaka tersebut : “Kulluha fi al-Jannah Illa al-Zanadiqah” (semuanya masuk surga kecuali golongan zindiq). Zindiq adalah kosakata yang diambil dari bahasa Persia, bukan bahasa Arab. Atau bahasa Persia yang kemudian diserap ke dalam bahasa Arab (Farisiy Mu’arrab). Lalu siapakah golongan ini?. Jawaban para ahli berbeda-beda. Sebagian orang menyebut “antiteis” (menolak Tuhan).
Pandangan lain al-Ghazali yang menarik dikemukakan dalam isu “orang asing”. Dalam bukunya yang lain : “Al-tibr al-Masbuk”, al-Ghazali menyatakan, seraya mengutip Wahyu Tuhan kepada Nabi Daud :
أنه قومك عن سب ملوك العجم . فإنهم عمروا الدنيا وأوطنوها عبادى
“Hai Daud, hentikan kaummu mencaci-maki bangsa-bangsa asing, karena mereka telah berjasa memakmurkan kota dan melindungi hamba-hamba-Ku”.

Pandangan Gus Dur
Sejalan dengan pandangan di atas, dalam sebuah tulisan hasil wawancara dengan Gus Dur,   berjudul "Susah menghadapi orang yang salah paham", Gus Dur menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh orang terhadap yang lain, lebih karena faktor ketidakmengertian orang tersebut. Gus Dur mengatakan : "Mereka yang melakukan kekerasan itu tidak mengerti bahwa Islam tidaklah terkait dengan kekerasan. Itu yang penting. Ajaran Islam yang sebenar-benarnya adalah tidak menyerang orang lain, tidak melakukan kekerasan, kecuali bila kita diusir dari rumah kita. Ini yang pokok. Kalau seseorang diusir dari rumahnya, berarti dia sudah kehilangan kehormatan dirinya, kehilangan keamanan dirinya, kehilangan keselamatan dirinya. Hanya dengan alasan itu kita boleh melakukan pembelaan".
Gus Dur dalam banyak kesempatan sering menyampaikan pesan-pesan keadilan sambil mengutip ayat-ayat Al Qur'an dan teks-teks keislaman lainnya. Menurutnya keadilan adalah pilar dan prinsip agama. Di mana ada keadilan, di situlah Islam. Ia harus diwujudkan terhadap siapa saja, diri sendiri, keluarga bahkan kepada orang yang berbeda keyakinan, berbeda kultur, berbeda jenis kelamin, berbeda warna kulit, berbeda kebangsaan dan seterusnya.
Dengan begitu menjadi jelas kiranya bahwa agama Islam hadir untuk manusia dan dalam rangka keadilan dan kemanusiaan. Inilah yang seharusnya dipahami dari makna bahwa Islam adalah agama yang merahmati alam semesta : Rahmatan li al 'Alamin. Doktrin besar Islam ini tentu saja tidak hanya digembar-gemborkan, dipidatokan atau diceramahkan, melainkan harus dibuktikan dalam realitas. Kekerasan terhadap eksistensi manusia, apapun latarbelakang sosial dan agamanya, dengan mengatasnamakan apapun, terlebih lagi atas nama Tuhan Yang Maha Indah, tidak mungkin lahir dari ajaran agama apapun dan di tempat manapun, teristimewa agama Islam.

Penutup
Akhirnya, saya merasa penting untuk selalu mengemukakan gagasan-gagasan yang dirumuskan dalam The Charter for Compassion. Dalam pandangan saya butir-butir di dalam Charter ini sejalan dengan idealitas dan doktrin besar Islam tadi. Salah satunya adalah :
“Prinsip cinta dan kasih yang bersemayam di dalam jantung seluruh agama, etika dan tradisi spiritual, mengimbau kita untuk selalu memperlakukan semua orang lain sebagaimana diri kita sendiri ingin diperlakukan”.
“Cinta dan kasih mendorong kita untuk bekerja tanpa lelah menghapuskan penderitaan sesama manusia, melengserkan diri sendiri dari pusat dunia kita dan meletakkan orang lain di sana serta menghormati kesucian tiap manusia lain, memperlakukan setiap orang, tanpa kecuali, dengan keadilan, kesetaraan dan kehormatan mutlak”.
Dan Al-Kindi, seorang filsuf Arab, mengatakan: “Seyogyanya kita tidak merasa malu menerima dan menjaga suatu kebenaran dari manapun ia berasal, meski dari bangsa-bangsa yang jauh dan berbeda dari kita".

Husein Muhammad

Selasa, 25 April 2017

Sejarah GP Anshor

Gerakan Pemuda Ansor (disingkat GP Ansor) adalah sebuah organisasi kemasyaratan pemuda di Indonesia, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama(NU). Organisasi ini didirikan pada tanggal 24 April 1934. GP Ansor juga mengelola Barisan Ansor Serbaguna (Banser). GP Ansor merupakan salah satu organisasi terbesar dan memiliki jaringan terluas di Indonesia, dimana memiliki akar hingga tingkat desa.
Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Barisan Ansor Serbaguna sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G30S, peran Ansor sangat menonjol.
Ansor dilahirkan dari rahimNahdlatul Ulama (NU) dari situasi ‘’konflik’’ internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokohtradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab ,yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab ( ulamabesar sekaligus gurubesar kaum muda saat itu), yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi MuhammadSAW kepada penduduk Madinahyang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabiyang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran Gerakan Pemuda Ansor).
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malangmengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragamdengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai salah satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirkannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepangtermasuk ANO. Setelah revolusi fisik ( 1945– 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim – MenteriAgama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.

Minggu, 23 April 2017

Amalan Bulan Rajab

Bila Puasa 8 Hari:
Maka terbukalah 8 pintu surga sehingga dapat masuk kedalamnya.

– Bila Puasa 10:
Maka segala permohonannya akan dikabulkan Allah SWT.

– Bila Puasa Setengah Bulan:
Maka diampuni dosa-dosa terdahulu amal buruknya diganti dengan amal baik.

3). Perbanyak Baca Istighfar Terutama SAYYIDUL ISTIGHFAR

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

*)Amaliyah Ijazah Guru Mulia Almaghfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi

Fadhilah:
Barang siapa baca di waktu sore lalu ia wafat dimalam itu, maka ia masuk surga. Dan bila di baca di pagi hari lalu ia wafat di hari itu maka ia masuk surga.

4. Perbanyak Baca Doa

اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ وَاَعِنَّا عَلَى الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ

(Amaliyah Ijazah Guru Mulia AlHabib Abdul Qodir Bin Ali Bin Al Imamul Qutb Ghoust AlHabib Abu Bakar Assegaf Gresik)

Fadhilah:
Barang siapa yang mau membaca Doa tersebut, maka akan diberi Barokah Rizkinya, Umurnya, Anak keturunannya dan Diampuni dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya serta mendapat Rahmat keridhoan Allah SWT.

5.

سُبْحَانَ اللّٰهِ الْحَيِّ الْقَيُّومْ × ١٠٠

Dibaca pagi sore 100 kali mulai Tanggal 1 sampai 10 Rajab

سُبْحَانَ اللّٰهِ الْأَحَدِ الصَّمَدْ × ١٠٠

Dibaca pagi sore 100 kali mulai Tanggal 11 sampai 20 Rajab

سُبْحَانَ اللّٰهِ الرَّؤُوفْ × ١٠٠

Dibaca pagi sore 100 kali mulai Tanggal 21 sampai 30 Rajab

*)Amaliyah Ijazah Guru Mulia AlHabib Abdul Qodir Bin Ali Bin Al Imamul Qutb Ghoust AlHabib Abu Bakar Assegaf Gresik

Fadhilah:
Barang siapa yang mau mengamalkanya maka akan diberi pahala yang tidak bisa disifati karena sangat banyaknya..

6.

اَحْمَدُ رَسُوْلُ اللّٰهِ ، مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّٰهِ × ٣٥

Dibaca 35 Kali pada hari Jum’at terakhir bulan Rojab saat Khotib diatas mimbar

*)Amaliyah Ijazah Guru Mulia AlHabib Ahmad Bin Abu Bakar Bin Ali Bin Al Imamul Qutb Ghoust AlHabib Abu Bakar Assegaf Gresik

Fadhilah:
Barang siapa yang mengamalkannya, maka tidak akan terputus uang di tangannya ditahun itu (diberi kejembaran rizki uang).

7. Perbanyak Baca Istighfar Rajab

 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَسْتَغْفِرُاللّٰهَ اْلعَظِيْمَ ٣×
اَلَّذِيْ لآاِلَهَ اِلاَّ هُوَاْلحَيُّ اْلقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ
مِنْ جَمِيْعِ اْلمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ، وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ مِنْ جَمِيْعِ مَاكَرِهَ اللّٰهُ قَوْلاً وَفِعْلاً وَسَمْعًا وَبَصَرًا وَّحَاضِرًا،

اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَسْتَغْفِرُكَ لِمَا قَدَّمْتُ وَمَااَخَرْتُ وَمَااَسْرَفْتُ وَمَااَسْرَرْتُ وَمَااَعْلَنْتُ وَمَااَنْتَ اَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ اَنْتَ اْلمُقَدِّمُ وَاَنْتَ اْلمُؤَخِّرُ وَاَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ،

اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ تُبْتُ اِلَيْكَ مِنْهُ ثُمَّ عُدْتُ فِيْهِ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ بِمَااَرَدْتُ بِه وَجْهَكَ اْلكَرِيْمَ فَخَالَطْتُهُ بِمَالَيْسَ لَكَ بِهِ رِضًى،

وَاَسْتَغْفِرُكَ بِمَا وَعَدْتُكَ بِه نَفْسِيْ ثُمَّ اَخْلَفْتُكَ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ بِمَادَعَالِيْ اِلَيْهِ اْلهَوَى مِنْ قَبْلِ اْلرُّخَصِ مِمَّااشْتَبَهَ عَلَيَّ وَهُوَعِنْدَكَ مَحْظُوْرٌ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنَ النِّعَمِ الَّتِيْ اَنْعَمْتَ بِهَاعَلَيَّ فَصَرَفْتُهَا وَتَقَوَّيْتُ بِهَاعَلَى اْلمَعَاصِيْ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنَ الذُّنُوْبِ الَّتِيْ لاَيَغْفِرُهَا غَيْرُكَ وَلاَيَطَّلِعُ عَلَيْهَااَحَدٌ سِوَاكَ وَلاَيَسَعُهَا اِلاَّ رَحْمَتُكَ وَحِلْمُكَ وَلاَيُنْجِيْ مِنْهَااِلاَّ عَفْوُكَ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ يَمِيْنٍ حَلَفْتُ بِهَا فَحَنَثْتُ فِيْهَا وَاَنَاعِنْدَكَ مَأْخُوْذٌ بِهَا،

وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ عَالِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مِنْ كُلِّ شَيِّئَةٍ عَمِلْتُهَا فِى بَيَاضِ النَّهَارِوَسَوَادِ الَّيْلِ فِى مَلاَءٍ وَخَلاَءٍ وَسِرٍّ وَعَلاَنِيَةٍ وَاَنْتَ اِلَيَّ نَاظِرٌ اِذَارْتَكَبْتُهَا تَرَى مَآاَتَيْتُهُ مِنَ اْلعِصْيَانِ بِهِ عَمْدًا اَوْ خَطَأً اَوْنٍسْيَانًا يَاحَلِيْمُ يَاكَرِيْمُ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ

رَبِّ اغْفِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ وَاَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ،

وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ فَرِيْضَةٍ وَجَبَتْ عَلَيَّ فِى اَنَآءِ الَّليْلِ وَاَطْرَافِ النَّهَارِ فَتَرَكْتُهَا عَمْدًا اَوْ خَطَأً اَوْنِسِيَانًا اَوْ تَهَاوُنًا وَاَنَا مَسْئُوْلٌ بِهَا وَمِنْ كُلِّ سُنَّةٍ مِنْ سُنَنِ سَيَّدِاْلمُرْسَلِيْنَ وَخَاتَمِ النَبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

فَتَرَكْتُهَا غَفْلَةً اَوْسَهْوًا اَوْ جَهْلاً اَوْ تَهَاوُنًا قَلَّتْ اَوْكَثُرَتْ وَاَنَا عَائِدٌ بِهَا،

وَاَسْتَغْفِرُكَ يَالاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ سُبْحَانَكَ رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ لَكَ اْلمُلْكُ وَلَكَ اْلحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ وَاَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ نِعْمَ اْلمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ ،

وَلاَحَوْلَ وَقُوَّةَ اِلاَّبِاللّٰهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ

وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

وَاْلحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ

 

*)Amaliyah Ijazah Guru Mulia Almagfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi

Fadhilah:
Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang membaca Istighfar Rajab, maka akan dibangunkan 80 negeri di surga, setiap negeri mempunyai 80 mahligai, setiap mahligai mempunyai 80 rumah, setiap rumah mempunyai 80 kamar, setiap kamar ada 80 bantal dan setiap bantal 80 bidadari.”

Nabi SAW, juga bersabda kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra. : “Wahai Ali, tulislah Raja Istighfar ini, karena siapa yang membacanya, atau menyimpan tulisannya didalam rumah, atau pada harta bendanya, atau tulisan itu dibawa kemana saja ia pergi, maka Allah SWT memberi kepadanya pahala 80000 nabi, 80000 shiddiqin, 80000 Malaikat, 80000 orang mati syahid, 80000 orang beribadah Haji Dan pahala membangun 80000 masjid.”

Dan barang siapa yang membacanya sebanyak 4 kali atau 2 kali sepanjang hidupnya, maka akan diampuni dosanya oleh Allah SWT, walaupun ia ditetapkan akan masuk neraka.

Oleh karena itu, sebaiknya ISTIGHFAR RAJAB ini dibaca setiap malam atau siang, agar memperoleh pahala sebesar itu.

Guru Mulia Almaghfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi menganjurkan untuk membaca ISTIGHFAR RAJAB setelah Shalat malam atau setelah Shalat Dhuha atau sebisanya minimal sehari dibaca Satu kali kapanpun & Dimanapun terutama selama Bulan Rajab.

Semoga manfaat dan barokah

اللّهمّ آمين ياربّ العالمين

Asal usul kejadian Nabi Adam

Betapa payahnya malaikat meminta tanah dari bumi…

Pada suatu ketika, Allah SWT menitahkan kepada malaikat Jibril supaya turun ke bumi untuk mengambil sebahagian tanahnya untuk mencipta Adam, Akan tetapi apabila beliau sampai ke bumi , bumi enggan membenarkan tanahnya diambil untuk dijadikan Adam, kerana bumi khuatir Adam jadi maksiat kepada Allah. Lalu Jibril kembali ke hadrat Tuhan, ia tidak dapat berbuat apa-apa, mendengar sumpah bumi. Begitulah seterusnya, Allah memerintah malaikat Mikail, jawapan bumi masih sama dan selepas itu Allah memerintahkan malaikat Israfil, tetapi malangnya jawapan bumi masih tidak berganjak, dan masing-masin kembali dengan tangan yang hampa.

Lalu yang terakhir, Allah menyuruh malaikat Izrail turun ke bumi. Kata Allah: ” Hai Izrail engkaulah kini yang aku tugaskan mengambil tanah. Meskipun bumi bersumpah-sumpah dengan ucapan bagaimanapun jangan engkau mundur. Katakan bahawa kerjakan atas perintah dan atas namaKu. Apabila Izrail turun ke bumi dan menyampaikan perintah Allah kepada bumi, maka akhirnya barulah bumi mengizinkan akan tanahnya itu diambil. Setelah Izrail mengambil beberapa jenis tanah, kembalilah dia ke hadrat Allah.Lalu Allah berfirman :”Ya Izrail, pertama engkau yang Ku-tugaskan mengambil tanah, dan kemudian di belakang hari kelak akan kutugaskan engkau mencabut roh manusia.Maka khuatirlah Izrail kerana bimbang dibenci oleh uma manusia.

Lalu Allah berfirman lagi: “tidak, mereka tidak akan memusuhi kamu, Aku yang mengaturnya, dan aku jadikan kematian mereka itu bersebab, terbunuh,terbakar,sakit dan sebagainya.

TANAH YANG BAGAIMANA DIJADIKAN?

Tanah tempat bakal berdirinya Baitul Mugaddis
Tanah Bukit Tursina
Tanah Iraq
Tanah Aden
Tanah Al-Kautsar
Tanah tempat bakal berdirinya Baitullah
Tanah Paris
Tanah Khurasan
Tanah Babylon
Tanah India
Tanah Syurga
Tanah Tha'if
Tanah Baitul Maqdis

Menurut Ibnu Abbas:

1. Kepala Adam dari tanah Baitul-Muqaddis, kerana di situlah otak manusia,dan disitulah tempatnya akal.

2. Telinganya dari tanah Bukit Thursina, kerana dia alat pendengar dan tempat menerima nasihat.

3. Dahinya dari tanah Iraq,kerana disitu tempat sujud kepada Allah.

4. Mukanya dari tanah Aden(yaman), kerana disitu tempat berhias dan tempat kecantikan.

5. Matanya dari tanah telaga Al-Kautsar, tempat menarik perhatian.

6. Giginya dari tanah Al-Kautsar, tempat memanis-manis.

7. Tangan kanannya dari tanah Kaabah, untuk mencari nafkah dan kerjasama,sesama manusia.

8. Tangan kirinya dari tanah Paris,tempat beristinjak.

9. Perutnya dari tanah khurasan(Iran)

10. Kelamin dari tanah Babylon(Iraq).Disitulah tempat seks(berahi) dan tipudaya syaitan untuk menjerumuskan         manusia ke lembah dosa.

11. Tulangnya dari tanah Bukit Thursina, alat peneguh(tulang) tubuh manusia.

12. Dua kakinya dari tanah India, tempat berdiri dan jalan.

13. Hatinya dari tanah syurga Firdaus, kerana di situlah iman, keyakinan,ilmu,kemahuan dan sebagainya.

14. Lidahnya dari tanah Tha’if, tempat mengucap Syahadat, bersyukur dan mendoakan kepada Tuhan.

Bagaimanakah prosesnya :

1. Ketika Allah akan jadikan Adam, tanah itu dicampuri air tawar,air masin,air hanyir, angin, api.Kemudian Allah resapkan Nur kebenaran dalam diri Adam dengan berbagai macam “sifat”.

2. Lalu tubuh Adam itu digenggam dengan genggaman “Jabarut” kemudian diletakkan didalam “Alam Malakut”.

3. Sesungguhnya tanah yang akan dijadikan “tubuh Adam” adalah tanah pilihan.Maka sebelum dijadikan patung, tanah itu dicampurkan dengan rempah-rempah ,wangi-wangian dari sifat Nur Sifat Allah, dan dirasmi dengan air hujan “Barul Uluhiyah”.

4. Kemudian tubuh itu dibenamkan didalam air “Kudral-Izzah-Nya” iaitu sifat “Jalan dan Jammal”.Lalu diciptakan menjadi tubuh Adam yang sempurna.

5. Demikian pula roh, ketika itu diperintah masuk kedalam tubuh Adam, ia pula merasa malas dan enggan, malah ia berputar-putar, mengelilingi patung Adam yang terlantar.Kemudian Allah menyuruh malaikat Izrail untuk memaksa roh itu masuk, akhirnya mahu tidak mahu roh itupun masuk dan menyerah kepada Izrail.

Menurut riwayat ketika Adam masih berada di syurga, sangat baik sekali kulitnya. Tidak seperti warna kulit kita sekarang ini. Kerana Adam telah diturunkan ke dunia, terjadilah perubahan pada warna kulitnya. Sebagai peringatan: yang masih tertinggal warnanya hanyalah pada kuku manusia.

Hal ini kita biasa lihat meskipun orang kulitnya hitam, tetapi warna kukunya adalah sama, ialah putih kemerah-merahan. Dijadikan pada tubuh Adam ada sembilan rongga atau liang.Tujuh buah liang di kepala,dan dua buah liang dibawah badan letaknya.Tujuh buah letaknya di kepala : dua liang mata,dua liang telinga, dua liang hidung dan sebuah liang mulut.Yang dua macam di bawah : sebuah liang kemaluan dan liang dubur.

Dijadikan pula lima buah pancaindera :

1. Mata alat penglihatan
2. Hidung alat penciuman
3. Telinga alat pendengaran
4. Mulut alat perasa manis,masin dan sebagainya.
5. Anggota tubuh lainya seperti kulit, telapak tangan, untuk perasa halus, kasar dan sebagainya.

Setelah Roh masuk ke dalam tubuh Adam : Lalu roh itu masuk perlahan-lahan sehingga ke kepalanya yang mengambil masa 200 tahun. Demikianlah Allah memberi kekuatan pada Izrail untuk memasukkan roh ke dalam tubuh Adam.Dahulu Izrail ditugaskan mengambil tanah untuk Adam, dan kini dia pula ditugaskan untuk mencabut nyawa umat manusia.

Setelah itu meresap ke kepala Adam, maka terjadilah otak dan tersusunlah urat-urat sarafnya dengan sempurna. Kemudian terjadilah matanya seketika itu matanya terus terbuka melihat dan melirik kekiri dan ke kanan. Dan juga melihat ke bawah di mana bahagian badannya masih merupakan tanah keras.Dilihatnya kiri dan kanan para malaikat yang sedang menyaksikan kejadian dia.

Ketika itu Adam telah dapat mendengar para malaikat mengucapkan tasbih dengan suara merdu dan mengasyikkan. Kemudian ketika roh sampai kehidungnya lalu ia bersin, serta mulutnya terbuka. Ketika itulah Allah ajarkan padanya mengucap Alhamdulillah. Itulah ucapan Adam pertama kalinya kehadrat Allah.

Lalu Allah berkata: “Yarkhamukallah” yang ertinya: “semoga engkau diberi rahmat Allah” Oleh kerana itu jika orang bersin menjadi ikutan sunat mengucap “Alhamdulillah” dan orang yang mendengarnya sunat  mengucapkan “Yarkhamukallah”.

Kemudian ketika roh sampai pada dadanya, tiba-tiba saja ia mahu bangun. Padahal bahagian badannya kebawah masih menjadi tanah keras. Di sini menunjukkan sifat manusia yang suka tergesa-gesa (tidak sabar). Sebagaimana firman Allah SWT bermaksud :”Dan adalah manusia itu, suka tergesa-gesa”.(Al-Israk:II) Maka ketika roh itu sampai di bahagian perutnya, maka terjadilah susunan isi perut dengan sempurna. Maka seketika itu terasalah lapar. Kemudian terus roh itu meresap sampai ke seluruh tubuh Adam, tangan, kaki lalu terjadi darah daging dan tulang, urat-urat, berkulit dengan sempurna, yang mana kulit itu kian lama kian bagus dan halus. Begitulah proses kejadian-kejadian tubuh Adam.

Setelah kejadian Adam sempurna sebagai manusia baru, maka dialah merupakan jenis makhluk manusia yang pertama.Wajahnya cukup cantik, semua malaikat berasa kagum lihat Adam yang begitu menawan. Kemudian Adam diarak oleh malaikat-malaikat selama 100 tahun lalu diperkenalkan kepada seluruh penghuni langit pertama hinggalah yang ketujuh sebelum dibawa ke syurga tempat mula-mula Adam dijadikan.

Siti hawa telah dijadikan oleh Allah dari tulang rusuk kiri nabi Adam ketika berada di dalam Syurga. Ketika mereka telah memakan buah larangan atas pujukan Iblis maka tertanggallah pakaian mereka dan akhirnya di turunkan oleh Allah di bumi. Menurut riwayat nabi Adam turun di India. Tetapi mengikut setengah riwayat di Mekah dan terpisah dengan Hawa. Akhirnya mereka bertemu di Padang Arafah (Padang Perkenalan).

Umur Nabi Adam menurut satu riwayat adalah 930 tahun dan mengikut riwayat yang lain 934 tahun. Ketinggiannya adalah 60 hasta dan ukuran tapak kaki Adam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Kathir ialah 11 jengkal. Siti hawa telah melahirkan anak sebanyak 40 kali dan setiap kali beranak adalah kembar lelaki dan perempuan. Oleh yang demikian mengikut syariat yang ada pada waktu itu maka dibenarkan berkahwin adik beradik tetapi dengan syarat bukan dengan kembar yang lahir sekali.

Renungan : Sesungguhnya Allah itu Maha Besar, Maha Agung , Maha pencipta sekian alam dan pencipta setiap kejadian. Bertaqwalah kita kepadaNya, kerana pada Allah-lah kita akan dikembalikan.”

Wallahuallam

Senin, 17 April 2017

Manfaat menghafal Al-Qur'an

_dari Said Waqid:_
🌼 *4 Manfaat Menghafal Al-Qur’an yang Jarang Diketahui Selain Penghafalnya* 🌷

Para Penghafal Al-Qur’an yang tekun membaca Al-Qur’an melalui hafalannya disertai tadabbur terhadap ayat yang dibaca apalagi dilakukan dalam shalat, terlebih shalat malam, mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Merupakan Olah Raga Otak
Otak menjadi hangat, karena sel-sel memori otak terus menyimpan ayat-ayat yang akan dibaca secara massif, gerak cepat. Jika hal ini dikerjakan terus-menerus, maka otak akan semakin kuat. Statement sebagian ulama yang mengatakan bahwa penghafal Al Qur’an tidak akan pikun, haq benar karena demikian.

2. Senam Lidah
Seorang penghafal Al-Qur’an yang terus menerus membaca Al Qur’an secara tartil, menjadikan lidahnya bergerak kesana kemari dengan lincah dan simultan. Hal ini akan membantu urat saraf, sehingga semakin kuat. Pada saat ini ada terapi goyang lidah yaitu dengan menjulurkan lidah ke depan beberapa kali, lalu ke kanan dan kekiri beberapa kali. Hal itu utk menguatkan urat saraf.

3. Ketenangan Hati
Membaca Al Qur’an dengan tadabbur bisa menenangkan hati. Hal itu sesuai dengan Ayat Al Qur’an dan hadist-hadits Nabi.

4. Disenangi oleh Allah Subhanahu Wata’ala
Allah sangat senang dengan orang-orang yang selalu tekun membaca Al Qur’an. Jika Allah sudah senang, maka Allah Yang Maha Pemurah, akan memberikan penghargaan yang sangat banyak, sangat agung, mulia dan berharga.

Sumber:
DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA, Al-Hafizh
Ketua Dewan Penasehat Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional

🌷 *Mengapa Membaca Al-Qur'an itu Penting ?* 🌼

Karena menurut survey yang dilakukan oleh dr. Al-Qodhi di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan ayat suci  Al-Qur'an baik bagi  yg mengerti bahasa Arab atau tidak, ternyata memberikan perubahan fisiologis yang sangat besar. Termasuk salah satunya menangkal berbagai macam penyakit.

Hal ini dikuatkan lagi oleh penemuan Abdullah Salim  yang dipublikasikan Universitas Boston.

Lalu, mengapa di dalam Islam, ketika kita mengaji disarankan untuk bersuara? Minimal untuk diri sendiri alias terdengar oleh telinga kita. 👂👂

Berikut penjelasan logisnya :

✅ Setiap sel di dalam tubuh kita bergetar di dalam sebuah sistem yang seksama, dan perubahan sekecil apapun dalam getaran ini  akan menimbulkan potensi penyakit di berbagai bagian tubuh...

Nah... Sel-sel yang rusak ini harus digetarkan kembali untuk mengembalikan keseimbangannya.

Hal tersebut artinya harus dengan suara. Maka munculah TERAPI SUARA yang ditemukan oleh dr. Alfred Tomatis, seorang dokter di Perancis.

Sementara dr. Al-Qodhi menemukan, bahwa
MEMBACA AL-QUR'AN DENGAN BERSUARA,  Memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap sel-sel otak untuk mengembalikan keseimbangannya.

✅ Penelitian berikutnya membuktikan Sel Kanker dapat hancur dengan menggunakan FREKUENSI SUARA  saja.

Dan kembali terbukti bahwa, Membaca Al-Qur'an memiliki dampak hebat dalam proses penyembuhan penyakit sekaliber kanker.

✅ Virus dan kuman berhenti bergetar saat dibacakan ayat suci Al-Qur'an, dan disaat yang sama , sel-sel sehat menjadi aktif. Mengembalikan keseimbangan program yang terganggu tadi.
Silahkan dilihat QS. Al-Isro' ayat 82

Dan yang lebih menguatkan supaya diri ini semakin rajin dan giat membaca Al-Qur'an adalah karena menurut survei :

SUARA YANG PALING MEMILIKI PENGARUH KUAT TERHADAP SEL-SEL TUBUH, ADALAH SUARA SI PEMILIK TUBUH ITU SENDIRI.
Lihat QS. 7 ayat 55 dan QS. 17 ayat 10.

Mengapa Sholat berjama'ah lebih di anjurkan?.
Karena ada bacaan surat yg dilantunkan dengan keras, sehingga terdengar oleh telinga, dan ini bisa mengembalikan sistem yang seharian rusak.

Mengapa dalam Islam mendengarkan lagu hingar bingar tidak dianjurkan?
Karena survei membuktikan, bahwa getaran suara hingar bingar MEMBUAT TUBUH TIDAK SEIMBANG.

Maka kesimpulannya adalah :

1. Bacalah Al-Qur'an di pagi hari bada sholat subuh dan malam hari bada isya/ sebelum tidur untuk mengembalikan sistem tubuh kembali normal..walau hanya 1 halaman.

2. Kurangi mendengarkan musik hingar bingar, ganti saja dengan murotal yang jelas-jelas memberikan efek menyembuhkan.
Siapa tau kita punya potensi terkena kanker, tapi karena rajin mendengarkan murotal Quran, penyakit tersebut bisa hancur sebelum terdeteksi. 👍

3. Perbaiki baca Al-Qur'an (baca dengan tartil, penuhi Hukum Tajwid), karena efek suara kita sendirilah yang paling dasyat dalam penyembuhan.

Niatkan juga untuk me-ruqyah diri sendiri, agar optimal proses tazkiyyahnya.

BarakAllahu lakum..

KH. HASYIM ASY'ARI DIMATA SANTRINYA

Di sebuah dusun yang tenang dan damai, bernama Brunosari, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tinggal seorang kakek berusia hampir seabad. Ia merupakan sedikit di antara murid langsung Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari – sang  pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia – yang kini masih tersisa.

Dalam suasana Hari Lahir (Harlah) NU ke-94 pada 16 Rajab 1438 H. ini, reporter Ahmad Naufa Khoirul Faizun dan juru kamera Ahmad Nasuhan menemuinya, dan mengulasnya khusus untuk Anda, pembaca setia Situs Resmi Nahdlatul Ulama - NU Online.

Untuk menuju kediamannya, kita akan disuguhi pemandangan hijau nan asri. Perbukitan yang tak henti-hentinya bergandeng-gandeng mesra begitu menyejukkan mata. Juga pemandangan para petani yang mengolah sawah, pencari rumput ternak dan suasana alam pedesaan yang jauh dari ingar-bingar kota. Dengan memakai sepeda motor, kediamannya dapat ditempuh satu jam perjalanan dari kota.

Sebelum menemukan alamat pastinya, kami menemui Kiai Mahmud Ali, mantan Ketua GP Ansor Anak Cabang Bruno, yang kebetulan sedesa dengan beliau. “Daya ingatnya masih luar biasa, tak seperti orang seumurannya,” ungkap Mahmud Ali, berkomentar tentang sosok santri Kiai Hasyim Asy’ari. Setelah diberi informasi, kami bergerak menuju rumahnya.

Ketika kami menemuinya, sang kakek yang bernama KH Abdullah Bajuri itu datang sendiri ke ruang tamu, tanpa dipapah. Ia memakai kopiah putih, batik dan sarung cokelat. Di usianya yang renta, kesehatan fisiknya seakan lebih muda dari umurnya. Usai bersalaman – mencium  tangannya – kami disilakan duduk kembali. Dengan nada datar, ia menanyakan maksud dan tujuan kedatangan kami. “Di hari ulang tahun Nahdlatul Ulama ini, kami ingin menggali lebih dalam tentang sosok KH Hasyim Asy’ari,” jawab kami.

Setelah kami berkenalan ala kadarnya, kemudian ia memperkenalkan diri dan bercerita tentang sosok gurunya. “Saya lahir tahun 1921, Mas, masuk Pesantren Tebuireng tahun 1938 sampai keluar pas zaman kemerdekaan (1945). Namun saya sempat berhenti setahun, pulang, ketika Jepang masuk,” ujarnya, mengenang masa silam. Kini usia kakek yang ada dihadapan kami ini 95 tahun, hampir genap 96 tahun, sebuah usia yang panjang untuk ukuran sekarang.

“Kiai Hasyim itu orangnya sabar, tak pernah marah. Kalaupun harus marah karena ada santri yang berbuat kesalahan, beliau marah sambil ternyum,” tutur Kiai Bajuri.

Beliau pun melanjutkan cerita. “Pada awalnya, Kiai Hasyim setiap Pon (salah satu nama lekatan hari dalam penanggalan Jawa – pen) pergi ke pasar untuk jualan sapi, ngajinya libur. Sampai-sampai, kalau libur, santri-santri menamainya dengan istilah Pon. Namun ketika saya disana, Kiai Hasyim sudah kaya, mobilnya sudah dua. Padahal ketika itu orang Jawa masih jarang yang punya mobil,” terang Kiai Abdullah. “Uang beliau pun banyak, seakan datang sendiri tiap kali panen. Uangnya belum seperti sekarang, tapi berbentuk koin, ditaruh di kaleng-kaleng. Uang-uang itu, yang menghitung sekitar lima santri, dihamparkan di serambi rumah ketika dihitung. Saya melihatnya sendiri. Beliau sukses dalam bertani gabah, jagung dan ketela. Santri, jika ingin, tinggal ambil sendiri,” kenangnya.

“Pada waktu itu (1938), santri mukim (yang metetap-pen) di Pesantren Tebuireng baru sekitar 1500-an. Ada santri khusus kiai yang jumlahnya 600-700 tiap bulan Rajab sampai 25 Ramadhan. Sedangkan 15 Sya’ban sampai 15 Syawwal libur, diisi santri luar dari seluruh Indonesia. Ada dari Madura, Bawean, Lombok, Bima dll. Yang dibaca adalah kitab Shahih Bukhori-Muslim,” ungkap Kiai Bajuri.

“Kiai-kiai se-Nusantara yang 600-700 itu, urusannya tidak hanya ngaji kitab Bukhori - Muslim. Kalau siang ngaji, dan malamnya dikumpulkan secara bergiliran 150-150, karena aula atas tidak muat waktu itu. Rapatnya tertutup, dijaga oleh beberapa santri. Yang memimpin Mbah Wahab Chasbullah dan diisi oleh Mbah Hasyim. Ini dilakukan selama saya di sana, sampai Indonesia merdeka (1938 – 1945). Mungkin sebelum saya disana juga sudah seperti itu. Acaranya doa bersama, mujahadah, istighosah dan shalat tahajjud,” terangnya, membuat kami semakin penasaran.

Mendengar ada ritual tersebut, saya jadi teringat paparan Kiai Muwaffiq dalam Mukernas BEM PTNU di Jogjakarta, 2009 silam. “Mbah Hasyim Asy’ari, ketika membikin Nahdlatul Ulama, meyakinkan dirinya, untuk shalat hajat selama hidup, sampai meninggal, dengan shalat hajat dua rakaat, demi NU dan umat. Jadi, tiap malam dulu beliau shalat dua rakaat dan mendoakan. Cuma rakaat pertama yang dibaca 41x Surat at-Taubah, dan rakaat kedua yang dibaca 41x Surat al-Kahfi. Ini untuk ngetes: sanggup nggak dirinya kalau memperjuangkan Islam,” tuturnya. Apakah ritual bersama para kiai ini yang Gus Muwaffiq maksud, atau yang Mbah Hasyim lakukan sendiri dikamar, saya belum mendapat kejelasan.

Sesekali, kakek yang menurut Mahmud Ali setiap jumat masih rajin mengisi pengajian rutin di Masjid Ismailiyyah – yang tak jauh dari kediamannya – ini menyilakan kami minum teh dan hidangan yang disajikan di meja. Sambil merekan dan mencatat, kami bertanya: apa isi forum tertutup dalam suasana penjajahan itu, selain berdoa? Beliau kembali mengingatnya.

“Lima orang santri berjaga di jalan dan pintu. Semua serba tertutup. Karena penasaran, suatu ketika sewaktu berjaga, saya pernah pura-pura tiduran: menempelkan telinga dibawah pintu. Saya mendengar Mbah Hasyim berpidato di depan para kiai se-Nusantara itu: ‘Jika Indonesia tidak merdeka, Islam tidak akan subur’. Selain itu, saya tidak berani lagi menguping, takut ketahuan, bisa dihukum karena itu sangat rahasia,” terangnya. Ternyata, selain usaha batin, melangitkan doa, juga ada propaganda anti-penjajahan, memupuk spirit islam dan nasionalisme sebagai perlawanan. Semakin nyatalah, bahwa semenjak dahulu, para ulama NU berjuang untuk kemerdekaan Indonesia – baik secara lahir maupun batin – tak mempertentangkan Islam dengan nasionalisme, seperti yang marak dewasa ini.

“Tokoh-tokoh pergerakan nasional sering sowan kepada Mbah Hasyim. Saya pernah mengetahui Bung Karno sowan tiga kali. Kalau Bung Tomo nggak bisa dihitung, saking seringnya. Ketika hendak menurunkan bendera Jepang di Gedung Agung Surabaya, Bung Tomo sebelumnya juga sowan,” katanya.

“Beliau meniatkan diri berjihad, mengunggulkan dan meneruskan agama. Meski dipenjara oleh penjajah Belanda, dan paling lama Jepang, beliau tetap ayem (tenang), sabar, tidak bersedih hati,” tutur Kiai Bajuri, mengenang sosok gurunya. “Yang bagian mengeluarkan (Kiai Hasyim dari penjara) adalah Mbah Wahab,” katanya.

Dalam buku Antologi NU, dijelaskan bahwa pada tahun 1942, karena menolak Saikere, Kiai Hasyim dipenjara oleh fasisme Jepang selama empat bulan, dengan waktu berpindah-pindah: dari penjara Jombang, Mojokerto, hingga Bubutan Surabaya, membaur dengan tawanan Sekutu. Beliau dipenjara Dai Nippon itu akhir April 1942 sampai 18 Agustus 1942.

Dari kesaksian saksi sejarah ini menginformasikan banyak hal: bahwa Kiai Hasyim sosoknya tetap tenang, sabar dan tak sedih, meskipun dipenjara dan di siksa, keyakinan dan prinsipnya kokoh, tak takut, tak goyah melawan musuh. Dan entah mengapa, saya kemudian teringat sebuah ayat Al-Quran, yang intinya bahwa para wali Allah itu tak pernah memiliki rasa takut, tidak pula bersedih hati: Alaa inna auliyaallah la khaufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun (QS. Yunus: 62).

KH Hasyim Asy’ari, menurut Kiai Bajuri, pengaruhnya sangat besar, baik di kalangan umum maupun kiai. “Beliau jadi ketua apa-apa tidak pernah yang namanya pemilihan, istilah sekarang aklamasi, termasuk ketika berdirinya NU. Kalau sudah ada Mbah Hasyim, semua sudah tidak berani. MIAI (NU, Muhammadiyah, PSII dll) juga aklamasi, dua kali berturut-turut. Kemudian Masyumi,” terangnya.

Pesan-Pesan Mbah Hasyim
Kemudian saya penasaran, adakah pesan-pesan tertentu Kiai Hasyim kepada para santrinya, khususnya yang pernah di dengar oleh santri beliau ini? Jawabannya ada. Diantara pesannya kepada para santri adalah himbuan untuk tidak kebanyakan jajan dan makan. “Koe ning kene lak ngaji, luru ilmu. Nek balik lak ditakokke. Ngerti yo? (Kamu disini ngaji, menuntut ilmu. Ketika pulang kan akan ditanyakan. Tahu ya maksud saya?,” ungkapnya, menirukan nasehat Kiai Hasyim.

“Beliau juga sering berpesan: ‘Nek moco kitab ati-ati, sing ngarang sinten (Kalau baca kitab hati-hati, lihat siapa pengarangnya)’”, imbuhnya. Pesan ini nampak sederhana, namun masih sangat relevan sampai sekarang, dimana banyak orang (ter) sesat karena membaca tulisan di internet, buku atau kitab yang salah, tergiur judul atau sampulnya, lebih-lebih tak ada arahan dari guru.

Ada lagi:”Kowe suk luruo duit nggo ngangkat derajat agomo, ojo agomo nggo luru duit (kamu kelak carilah uang untuk mengangkat derajat agama, jangan jadikan agama untuk mencari uang) ”. Dewasa ini, kita tentu banyak menyaksikan wanti-wanti Kiai Hasyim ini, dimana industri motivasi, spiritual dan ayat-ayat tumbuh bak jamur di musim hujan.

Diberbagai kesempatan, menurut beliau, Kiai Hasyim juga sering berpesan untuk senantiasa takut, bertaqwa kepada Allah. Terakhir, pesan yang masih direkam oleh beliau, sosok yang diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Bung Karno itu berpesan: “Sregepo nuduhke wong-wong marang barang kang mbejaake dunyo lan akhirat (jadilah orang yang memberitahukan orang lain pada hal-hal yang memberi kemanfaatan di dunia dan akhirat)”.

Dalam kesempatan itu, beliau juga bercerita suasana politik pasca-kemerdekaan, dimana Indonesia diuji oleh berbagai pemberontakan, salah satunya PKI di Madiun.

“Peristiwa 48 itu yang dibunuh pertama kali kiai, dari Madura sampai Termas (Pacitan). Kiai Termas ada 6 yang dibunuh. Saya tahu, karena guru saya termasuk: Gus Habib Termas. Orang  beliau itu tidak apa-apa kok dibunuh, padahal kita tidak sedang perang terbuka atau perang tentara. Saya empat kali ikut perang melawan PKI. Yang ampuh ketika itu menantu Mbah Hasyim, Kiai Idris Cirebon. Di tubuhnya, pedang tidak mempan,” ungkapnya, memberi kesaksian.

Paham NU Tidak Radikal
Kemudian kami menanyakan sosok Kiai Hasyim ketika ada di mimbar. Tentang hal ini, Kiai Bajuri punya jawaban tersendiri. “Mbah Hasyim tidak bisa ceramah, dalam artian tidak seperti orator ulung yang disukai para jamaah. Beliau orangnya lugu, lempeng, lurus kalau berceramah. Seperti khotbah jumat.  Meski begitu, tiap kali beliau dipanggil ke panggung, semua orang langsung fokus, yang sedang ngopi di warung ditinggal untuk mengikuti pengajian beliau,” tuturnya.

Tak hanya itu, Kiai Bajuri juga menginformasikan ayat yang sering dikutip oleh Sang Kiai dalam forum-forum ulama pesantren. “NU itu tidak radikal. Mbah Hasyim sering mengutip surat Ali Imrān sebagai pedomannya,” tuturnya, dilanjutkan melafaldkan dengan fasih barisan kalam Tuhan yang berusia lebih dari 14 abad lalu.

Fabimā rahmatim minallāh linta lahum, walau kunta fadzdzann ‘ghalidzal qalbi la angfaddhuu min chaulika, fa’fu ‘anhum wastaghfirlahum wasyāwirhum fil amri, faizā ‘azamta fatawakkal ‘alallāh, innallāha yuhibbul mutawakkiliin;

Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal. (Ali Imrān: 159)

“Kalau dakwahnya keras, orang bisa lari. Walau disalahkan-salahkan seperti apa, Mbah Hasyim tidak jengkel. Mereka (yang menyalah-nyalahkan) kan tidak atau belum tahu,” tegasnya.

Kalau dalam pidato-pidato untuk orang umum di lapangan besar seperti di Jombang, Kediri, Pare, beliau sering mengutip Surat Al-A’raf.

Walau anna ahlal qurāā āmanuu wattaqauu lafatahnā ‘alaihim barakātim minassamāāi wal ardli walākin kazzabuu faakhadznāhum bimā kānuu yaksibuun.

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka seseuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf: 96)

Tak terasa, sudah satu jam setengah kami bertamu di sore itu. Kami baru menyadari, diluar sudah terdengar gemuruh hujan. Meski begitu, tak enak jika terlalu lama dengan beliau yang telah berusia senja. Kami pamit, mohon undur diri meski membelah hujan yang mengguyur jalanan. Sebelum kami pulang, beliau sempat berpesan, entah itu menerjemahkan pemikiran Kiai Hasyim, pesan untuk kami atau menyoroti fenomena jihad dewasa ini, kami tidak tahu. Dari dan untuk siapapun pesan itu, yang penting kami tulis disini.

“Jihad itu bi amwa likum (dengan harta kalian) dan angfusikum (diri, pertaruhan jiwa kalian). Jihad nabi dulu membawa pedang, jihad hari ini pedangnya pena,” pungkasnya.[]

Dimuat di NU Online:

Minggu, 16 April 2017

KAROMAH MBAH KHOLIL

Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syeikh Thahir bin Shaleh Al-Jazairi dalam kitab Jawahirul Kalamiyah mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi.

1. Melihat Berkat di Kepala Kiyai Imam Masjid

kiyai Kholil muda dan besetatus sebagai santri, beliau melaksanakan shalat jumat di Pesantren yang beliau tempati, tiba-tiba saat akan melaksanakan Takbirotul Ikhrom Kiyai Kholil Muda Tertawa sangat keras, hingga terdengar seluruh jamaah sholat jumat, kiyai ditegur oleh teman-temanya tidak boleh tertawa ditakutkan kiyai yang menjadi imam marah-marah, namun beliau masih saja terpingkal.
Dugaan teman-temannya tidak keliru, setelah selesai sholat sang kyai menegur Kyai Kholil muda bahwa dalam shalat itu tidak boleh tertawa, Akhirnya Kyai Kholil muda menjawab “Saya melihat berkat di kepala Kiyai saat shalat berlangsung tadi” sambil tersenyum. Mendengar jawaban tersebut, sang kyai menjadi sadar dan merasa malu Karena kyai ingat bahwa saat mejadi imam tadi merasa tergesa-gesa untuk menghadiri kenduri sehingga mengakibatkan solatnya tidak khusyuk.

2. Mengambil kepiting dan rajungan dilaut saat batshu masail di Makkah

Para Ulama Makkah berkumpul di Masjidil Haram untuk berdiskusi membahas masalah dan hukum Islam yang sedang terjadi di Makah. Semua masalah dapat diselesaikan kecuali mengenai halal haramnya kepiting dan rajungan terjadi banyak pendapat dan tidak menemukan solusi.

Kyai Kholil duduk berada diantara peserta lainya, Melihat permasalah tersebut belum menemukan solusi, Kyai Kholil minta izin untuk menawarkan solusi. Akhirnya Kyai Kholil dipersilahkan kedepan oleh pimpinan diskusi untuk mejelaskan. “Saudara sekalian, ketidaksepakatan dalam menentukan hukum kepiting dan rajungan ini disebabkan kita belum pernah melihat bentuk aslinya” Ujar Kiyai Kholil.
“kepiting seperti ini”
ucap kyai Kholil sambil memegang dan menunjukan kepiting yang masih basah.
“sedangkan rajungan seperti ini” lanjut beliau,
seakan beliau baru saja mengambilnya dari laut. Semua hadirin merasa terpana dan suasana menjadi gaduh, mereka saling bertanya dari mana Kyai Kholil mendapatkan kedua hewan tersebut dalam sekejap saja. Setelah kejadian tersebut, akhirnya para ulama menemukan solusi dan Kyai Kholil disegani para ulama Masjidil Haram.

3. Menyelamatkan Perahu Tenggelam

Kesaktian lain dari Mbah Kholil yang diluar nalar manusia yaitu beliau bisa berada dibeberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau pengajian di pesantren, Mbah Kholil melakukan gerakan yang tak terlihat mata.
”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyup,” Cerita KH. Ghozi.
Para santri heran dan penuh teka-teki. Sedangkan beliau cuek tidak bercerita apapun. Langsung meninggalkan santrinya dan masuk rumah untuk ganti baju.
Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan ke Mbah Kholil untuk mengucapkan terimakasih, karena pertolongan beliau bisa selamat dari bahaya tenggelamnya perahu di tengah laut.
“Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu” Papar KH. Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

4. Menyembuhkan Orang Lumpuh Seketika

Dalam buku yang berjudul “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar” menerangkan bahwa Mbah Kholil Bangkalan termasuk salah satu guru Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar yang mempunyai karomah luar biasa. Diceritakan oleh penulis buku tersebut sebagai berikut:
“Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal ia sudah dibawa ke Jakarta, namun belum juga sembuh. Lalu ia mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit. Kemudian pergilah ia ke Madura yakni ke Mbah Kholil untuk berobat. Ia dibawa dengan menggunakan tandu oleh 4 orang.
Di tengah perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang dibopong karena sakit (kakinya kerobohan pohon). Lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat ke Mbah Kholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Kholil, muncullah Mbah Kholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata:
“Mana orang itu?!! Biar saya bacok sekalian”
Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung lari tanpa ia sadari sedang sakit. Karena Mbah Kholil terus mencari dan membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh. Setelah Mbah Kholil wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau.

5 . Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk

Pada suatu hari petani timun di Bangkalan mengeluh. Timun yang siap panen selalu raib dipanen maling. Kejadian tersebut berlangsung lama, akhirnya para petani bermusyawarah, untuk sowan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah Mbah Kholil, sebagaimana biasanya Kyai sedang mengajar Nahwu.
“Assalamu’alaikum, Kyai,” Salam para petani serentak.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh” Jawab Mbah Kholil.
Salah satu dari petani menceritakan kejadian timun raib dan meminta Kiyai kholil untuk mencarikan solusi penangkal. Kebetulan ngaji beliau sampai pada kalimat “Qoma Zaidun” salah satu contoh pelajaran nahwu yang artinya Zaid berdiri, Lalu serta-merta Mbah Kholil berbicara sambil menunjuk lafald “Qoma Zaidun”.
“Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai sebagai penangkal,” Seru Kyai dengan tegas dan mantap.
“Sudah, Pak Kyai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya.
“Ya sudah,” Jawab Mbah Kholil menguatkan.
Keesokan harinya, Betapa terkejutnya mereka melihat Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling tersebut. Maling itu tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton banyak warga. Andaikan zaman sekarang mungkin maling itu akan di foto dan di upload di facebook.
Kasihan melihat kawanan maling, salah satu dari petani sowan ke Mbah Kholil dan diberi obat penangkat, Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak mencuri lagi.
Sejak saat itu, petani timun di Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terimakasih, petani menyerahkan hasil panen ke pondok pesantren berdokar-dokar.

6. Kisah Ketinggalan Kapal Laut

Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Mekkah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba salah satu penumpang wanita meminta pada suaminya untuk membelikan anggur.

Suaminya menulusuri seluruh wilayah pelabuhan namun tidak menjumapai penjual buah, kemudian mencoba menuju ke pasar agak jauh dari pelabuhan, alhamdulilah akhirnya anggur didapatkan juga. bergegas kembali ke pelabuhan. Namun betapa terkejutnya, kapal sudah berangkat dan jauh dari dermaga, ia berteriak sekeras mungkin memangil awak kapal, namun tak membuahkan hasil.

Ia menyesali keadaan itu dan duduk di pinggir pantai, datanglah laki-laki menghampirinya memberikan nasihat agar mendatangi Mbah Kholil, ia bertanya-tanya siapa Mbah Kholil, apa bisa menolong saya saat ini, lelaki itu meyakinkan bahwa mbah kholil insyallah bisa menolongmu.
Lalu suami yang malang itu sowan dan menceritakan kejadian dari awal hingga datang ke Mbah Kholil, dengan nada datar mbah kholil menjawab “ini bukan urusan saya, ini urusan petugas pelabuhan!”

Suami malang itu kembali dengan tangan hampa. Saat sampai di pelabuhan bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi, dan suami menjelaskan dengan nada putus asa bahwa ia di suruh ke petugas pelabuhan. Namun lelaki tadi mengulang perkataanya untuk kembali ke Mbah Kholil.

Tanpa Putus asa suami kembali lagi ke Mbah Kholil. Baru setelah ketiga kalinya, Mbah Kholil berucap: “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.”
Lalu Mbah Kholil memberi syarat Tidak boleh menceritakan apapun yang terjadi kepada orang lain termasuk istrinya, kecuali mbah kholil sudah meninggal. Suami menyanggupi syarat tersebut.

Lantas, mbah kholil memerintahkan untuk memegang buah anggur dan memejamkan mata, Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya ia sudah berada di dalam kapal. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dialaminya. Dikucek-kucek matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di kapal. Segera ia temui istrinya dan memberikan anggur pesanannya tadi.

7. Kyai Kholil dipenjara oleh Penjajah

Masa hidup Kiai Kholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Kiai Kholil melakukan perlawanan;s pertama, ia melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Kiai Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu di antaranya: Kiai Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebuireng.

Cara yang kedua, Kiai Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada pejuang, pun Kiai Kholil tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian.

Ketika pihak penjajah mengetahuinya, Kiai Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Kiai Kholil, malah membuat pusing pihak Belanda; karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti; seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri.

Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Kiai Kholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Kiai Kholil untuk di bebaskan saja.

9. Semalam Menghafal Imriti, Asymuni dan Al-Fiyah Ibnu Malik

Ketika Kiai Kholil masih muda, dia mendengar bahwa di Pasuruan ada se­orang kiai yang sangat sakti mandra­guna. Namanya Abu Darin. Kholil muda ingin sekali belajar kepada Abu Darin. Sema­ngat untuk menimba ilmu itu begitu meng­gebu-gebu pada dirinya sehingga jarak tempuh yang begitu jauh dari Bang­kalan di Pulau Madura ke Pasuruan di Pulau Jawa tidak dianggapnya sebagai rintangan berarti, meski harus berjalan kaki.

Namun apa daya, sesampainya Kholil muda di Desa Wilungan, Pasuruan, tem­pat kiai Abu Darin membuka pesantren, ternyata Kiai Abu Darin sudah wafat. Dia meninggal hanya beberapa hari sebelum kedatangan Kholil muda. Habislah ha­rapannya untuk mewujudkan cita-cita­nya berguru kepada kiai yang mempu­nyai ilmu tinggi tersebut.

Dengan langkah gontai karena capai fisik dan penat mental, hari berikutnya Kho­lil berta’ziyah ke makam Kiai Abu Da­rin. Di depan pusara Kiai Darin, Kholil membaca Al-Qur’an hingga 40 hari. Dan pada hari yang ke-41, ketika Kholil te­ngah ketiduran di makam, Kiai Abu Darin hadir dalam mimpinya.

Dalam kesempatan itu almarhum mengatakan kepada Kholil, “Niatmu untuk belajar sungguh terpuji. Telah aku ajarkan ke­padamu beberapa ilmu, maka peliharalah” Kholil lalu terbangun, dan serta merta dia sudah hafal kandungan kitab Imrithi, Asymuni, dan Alfiyah, kitab utama pesantren itu. Subhanallah.

10. Melindungi calon santrinya dari musibah

Pada kisah yang lain, Kiai Kholil berusaha melindungi calon santrinya dari musibah, padahal dia berada di Bangkalan, sementara si calon santri di te­ngah Alas Roban, Batang, Pekalongan.

Menurut cerita si calon santri yang ber­nama Muhammad Amin, ia berang­kat dari Kempek, Cirebon, bersama lima orang temannya, menuju Madura, untuk berguru kepada Kiai Kholil. Mereka tidak membawa bekal apa-apa kecuali beberapa lembar sarung, baju, dan celana untuk tidur, golok serta thithikan, alat pemantik api yang terbuat dari batu.
Setelah berjalan kaki berhari-hari, menerobos hutan dan menyeberangi sungai, mereka sampai di tepi Hutan Roban di luar kota Batang, Pekalongan.

Hutan itu terkenal angker, sehingga tidak ada yang berani merambahnya. banyak perampok yang berkeliaran di tepi hutan itu.

Menjelang malam, tatkala enam orang calon santri itu sedang mencari tempat untuk tidur, tiba-tiba muncul sosok laki-laki. Namun karena tampang­nya biasa-biasa saja, mereka tidak menaruh curiga. Bahkan orang itu kemudian bertanya apa mereka punya thithikan, karena ia akan menyulut rokok.
Namun setelah benda itu dipegang­nya, ia mengatakan bahwa batu itu ter­lalu halus sehingga sulit dipakai untuk membuat api. “Masih perlu dibikin kasar sedikit,” kata orang itu sambil memasuk­kan batu tersebut ke mulutnya lalu meng­gigitnya se­hingga pecah menjadi dua.

Terbelalak mata enam orang calon santri itu menyaksikan kekuatan mulut laki-laki itu. Mereka gemetar ketakutan. “Serahkan barang-barang kalian,” hardik orang itu. Amin, yang paling berani di antara me­reka, menjawab, “Kalau barang-ba­rang kami diambil, kami tidak bisa me­lanjutkan perjalanan ke Bangkalan.” Mendengar kata “Bangkalan”, orang itu tampak waswas. “Mengapa kalian ke sana?” dia balik bertanya. “Kami mau berguru kepada Mbah Kholil,” jawab Amin.

Tersentak laki-laki itu, seperti pem­buru tergigit ular berbisa. Wajahnya pu­cat pasi, bibirnya menggigil. “Jadi kalian mau nyantri sama Kiai Kholil?” “Betul,” sahut enam calon santri itu ber­samaan. Mereka gembira karena me­rasa tidak akan dirampok. Tapi dugaan itu meleset. “Kalau begitu, serahkan semua ba­rangmu kepadaku,” kata lelaki itu. “Kali­an tidur saja di sini, dan aku akan men­jaga kalian semalaman.”

Makin ketakutan saja para remaja itu. Mereka kemudian memang membaring­kan badan tapi mata tidak bisa diajak tidur sema­laman. Maut seakan sudah dekat saja. Keesokan harinya, selepas mereka shalat Subuh, lelaki itu mengajak mereka pergi. “Ayo kita berangkat,” ujarnya. “Ke mana ?” tanya para calon santri. “Akan kuantar kalian ke luar dari hu­tan ini agar tidak diganggu oleh peram­pok lain,” jawabnya tampak ramah.

Dalam hati mereka bertanya-tanya, apa maunya orang ini. Namun sebelum pertanyaan itu terjawab, orang itu ber­kata. “Sebenarnya kalian akan aku ram­pok, dan menjual kalian kepada onder­neming untuk dijadikan kuli kontrak di luar Jawa. Tapi ilmu saya akan berbalik mencelakakan diri saya kalau berani mengganggu para calon santri Kiai Kholil. Sebab guru saya pernah dikalah­kan Kiai Kholil dengan ilmu putihnya.”

Maka enam remaja dari Kempek itu kian mantap untuk nyantri ke Bangkalan. Terlebih lagi baru di perjalanan saja un­tuk menuju pesantren Kiai Kholil mereka telah memperoleh karamah dari pemim­pin pesantren tersebut