YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Minggu, 09 April 2017

Bangga ! Istighotsah tanpa nomer togel

Bangga! Istigosah NU Tanpa Nomer Togel dan Ajakan Pembunuhan
BY ALIFURRAHMAN

Semalam saya melihat rombongan begitu panjang menuju Sidoarjo. Aneka bus dan minibus berjejer rapi tanpa saling mendahului. Semuanya penuh berisi orang berkopiah. Saya bertanya-tanya ada apa? Barulah pagi tadi saya tahu bahwa mereka merupakan warga nahdiyin yang menggelar istigosah qubro. Bertempat di stadion Glora Delta, dengan tema “mengetuk pintu langit menggapai nurullah.”

Merinding. Itu yang saya rasakan melihat warga NU berbondong-bondong melakukan doa bersama. Mereka begitu berbeda dengan sekelompok orang yang kita lihat di Jakarta beberapa bulan terakhir.

Saya tidak melihat Polisi harus menyiapkan water cannon, tidak ada strategi pengamanan berarti, tak ada heboh-heboh seperti yang kita lihat di Jakarta. Semua berjalan begitu senyap, begitu menggetarkan.

Dengan kekuatan massa yang begitu besar, warga NU berjalan tertib tanpa perlu bersenggolan dengan aparat keamanan. Mereka berdoa untuk negeri ini, untuk agama Islam dengan sejuk dan damai. Tak ada suara speaker yang mengajak massa untuk membunuh seorang pejabat, seperti yang kita lihat di Jakarta.

Tak ada polisi luka-luka karena ditusuk bambu dan dilempari batu. Benar-benar tidak ada. Warga NU begitu sempurna menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lilalamien. Begitu kontras jika dibandingkan dengan sekelompok pembela agama di Jakarta.

Mereka juga tidak latah dengan nomer-nomer togel. Tidak menunggu angka cantik seperti 411, 212, 313 dan 114 seperti para kaum bumi datar. Mereka datang dan berdoa, itu saja. Tak ada kaos alumni 212. Tak ada cerita termehek-mehek berjalan kaki. Tak ada cerita rekayasa Sari Roti. Warga NU menjalani semuanya dengan biasa saja. Mereka naik mobil, bawa bekal, tiba di lokasi untuk berdoa. Tidak aneh-aneh. Fokus mendoakan negeri ini, Indonesia. Luar biasa!

Mereka juga tidak menempeli stiker pribumi pada setiap mobil yang lewat. Tak ada banner sinting “mencium bau surga.” Tak ada banner “gantung Ahok di sini.” Semuanya begitu sempurna menunjukkan bahwa mereka datang tanpa kepentingan politik, tanpa orasi provokatif dan tanpa niat-niat syaitoni.

NU dan Islam Nusantara

Negara Indonesia itu terkenal ramah dan santun. Memiliki adat budaya yang begitu kuat dari pakaian sampai hiburan. NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia melebur dengan adat dan budaya nusantara.

Kita kerap melihat warga NU mengenakan sarung dan peci, dibanding daster dan surban. Kita akan lebih sering mendengar warga NU menggunakan bahasa daerah atau Indonesia, dibanding sapaan bahasa arab akhi-ukhti.

Kita bisa lihat Gus Dur, Gus Mus dan semua kyai-kyai NU pada umumnya, semua mereka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Padahal soal kitab-kitab arab, mereka sudah pasti jauh lebih tinggi derajatnya dibanding kader-kader PKS, FPI dan sejenisnya. Jauh! Tapi itulah Islam Nusantara. Menjadi muslim tidak harus melepas indentitas kenusantaraan. Tidak otomatis kearab-araban, dan seterusnya. Semua aktifitas dan identitas yang melekat dalam diri, mereka jalani dengan biasa saja, sebagai orang Indonesia yang tak kehilangan jati dirinya.

Dan yang paling penting dari semua itu, warga NU santun dan tidak suka marah-marah. Tidak sedikit-sedikit teriak kafir, dajjal, setan, iblis, dan babi seperti yang dipertontonkan oleh pimpinan ormas radikal perusak agama Islam. Warga NU matang dalam berpikir dan berpendapat, mampu melihat dan menghargai sesama sekalipun beda etnis, beda agama dan seterusnya.

Semua ciri-ciri NU dan Islam Nusantara terlihat jelas dalam istigosah qubro hari ini. Sekali lagi, semuanya mereka lakukan dengan biasa saja.

NU benteng terakhir Indonesia

Saat ini harus diakui Indonesia sedang dilanda krisis ormas radikal. Mereka dengan tanpa rasa bersalah berteriak bunuh, gantung dan kalimat-kalimat syetan di tempat umum. Di masjid-masjid, isi khutbah sudah penuh dengan pesan dan doktrin politik. Persis seperti cerita konsultan Anies Sandi, memang tidak partisan dan secara jelas menyebut nama politisinya, tapi diarahkan dengan doktrin terukur.

Tapi jika melihat istigosah qubro hari ini, kita semua bisa sedikit tenang, karena kekuatan NU justru jauh lebih besar dari ormas-ormas radikal tersebut. Kita masih punya harapan Indonesia nantinya bisa terbebas dari teroris dan seruan khilafah yang terus merongrong Pancasila dan kebihnekaan kita. Karena masih ada NU yang menjadi benteng terakhir kerukunan serta kedamaian di Indonesia.

Begitulah kura-kura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar