YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Kamis, 24 Juni 2021

Pribumisasi Islam



Oleh Yahya Cholil Staquf
(Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)

Pribumisasi terjadi ketika suatu masyarakat menerima Islam hingga tingkat menjadikannya bagian dari identitas kultural masyarakat tersebut. Berbagai lingkungan budaya dan peradaban mengalami hal itu: Persia, Afrika Utara, Nusantara, dan lain-lain.

Bahkan secara teoretis, proses pribumisasi jugalah yang terjadi pada masyarakat di Jazirah Arab sejak Rasulullah Muhammad SAW memulai dakwah risalah, hingga sukses Sayyidina Abu Bakar As Shiddiq radliyallaahu ‘anhu mempersatukan seluruh masyarakat Arab di bawah kepemimpinan beliau.

Di Nusantara yang masyarakatnya sangat heterogen, tingkat pribumisasi tercapai hingga titik di mana komunitas non-Muslim pun mengadopsi ekspresi-ekspresi Islam seolah-olah milik mereka sendiri.

Dengan ringan, mereka mempergunakan ungkapan-ungkapan zikir Islami dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan mereka. "Alhamdulillah, insya Allah, astaghfirullah, assalaamualaikum, yaa Allah" adalah peranti percakapan yang telah diterima sebagai kelaziman umum tanpa sekat identitas agama.

Belum lagi ekspresi-ekspresi nonverbal berupa kegiatan-kegiatan sosial, yang pada mulanya diinisiasi dakwah Islam kemudian diterima sebagai bagian dari kepatutan budaya oleh seluruh masyarakat.

Misalnya, berkumpul di rumah duka dan doa bersama bagi yang meninggal, ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan, berkumpul bersama keluarga dalam suasana Idul Fitri, dan sebagainya. Dari satu sudut pandang, hal ini dapat dianggap sebagai sukses dakwah paling tinggi.

KH Abdurrahman Wahid mengangkat topik “pribumisasi Islam” ke dalam wacana publik pada 1990-an dengan dua tujuan utama.

Pertama, mencairkan ketegangan antara tradisi-tradisi lokal dan seruan-seruan purifikasi atau puritanisme Islam yang mulai marak (lagi) dalam skala lebih luas dan lebih agresif pada waktu itu.

Kedua, membangkitkan kesadaran, Islam tak seharusnya dipandang secara sempit sebagai sistem teologi saja atau direduksi menjadi hanya wawasan akidah dan syariah, tetapi harus dipahami sebagai agenda multidimensional untuk membangun peradaban.

Dalam konteks realitas abad ke-21 ini, paradigma “pribumisasi Islam” sangat relevan untuk dioperasionalisasikan ke dalam strategi untuk mengembangkan peran keperadaban (civilizational role) dari Islam pada masa kini dan masa depan.

Dewasa ini, akselerasi intensitas globalisasi yang luar biasa progresif –disadari atau tidak—telah memicu gejolak sosial, politik, dan ekonomi di seluruh belahan dunia, yang mengarah pada evaluasi terhadap tata dunia yang dikembangkan sejak pasca-Perang Dunia II.

Sejumlah nilai dan institusi yang pada mulanya, disepakati sebagai konsensus global tampak merosot efektivitasnya.

Berbagai aktor, seperti pemerintah-pemerintah otokratis, korporasi transnasional, dan gerakan ideologis bertindak dengan mengabaikan hak-hak asasi manusia, kekuasaan hukum (rule of law), demokrasi, dan perbatasan internasional.

Dinamika yang muncul dari gejala-gejala tersebut menciptakan suatu ruang pergulatan yang cair untuk “memperebutkan” masa depan peradaban umat manusia seluruhnya, dengan hasil akhir sulit diprediksi.

Dalam situasi ini, Islam sebagai agama dan dunia Islam sebagai kekuatan global menghadapi pilihan yang tidak mudah.

Di satu sisi, apa yang dipandang sebagai “ortodoksi Islam” yang mapan dan tetap otoritatif sampai sekarang adalah sistem wawasan yang lahir dan matang dalam konteks masa puncak kejayaan Islam dan kemapanan tata dunia lama sebelum Perang Dunia I.

Tata dunia yang dikembangkan sesudah Perang Dunia II pun pada dasarnya, diinisiasi dunia Barat yang telah keluar sebagai pemenang dalam Perang Dunia I dan II.

Sehingga banyak –jika bukan sebagian besar—kalangan di dunia Islam mengidap tata pikir (mind set) bahwa tata dunia yang ada saat ini, diciptakan untuk mengukuhkan kemenangan Barat atas Islam.

Namun, di sisi lain, memaksakan kembalinya tatanan lama (pra-Perang Dunia I) jelas tidak realistis dan hanya merisik keruntuhan peradaban umat manusia seluruhnya.

Maka itu, Islam harus membuat pilihan: ngotot kembali ke tatanan lama dengan dukungan justifikasi dari ortodoksi yang tersedia atau bekerja sama dengan kekuatan atau pengampu peradaban dunia yang lain untuk menyempurnakan tata dunia baru, yang lebih baik bagi semua orang tanpa kecuali.

Memilih antara supremasisme yang berakibat kehancuran total, atau kerja sama dalam kesetaraan dengan siapa pun demi masa depan bersama.

Paradigma “pribumisasi Islam” membuka ruang bagi pemikiran dan inisiatif, yang diperlukan untuk membangun peran konstruktif bagi Islam dalam kerja sama menyempurnakan tata dunia baru ini. Empat asumsi dasar dalam paradigma ini merupakan modal yang sangat menentukan.

Pertama, pengamalan Islam adalah operasionalisasi dari nilai-nilai substansialnya atau pesan-pesan utamanya, yaitu tauhid, kejujuran, keadilan, dan rahmah.

Kedua, model operasionalisasi tersebut harus dikontekstualisasikan dengan realitas aktual agar praktik-praktik, yang diklaim sebagai pengamalan Islam tidak justru membawa akibat yang bertentangan dengan pesan-pesan utama Islam itu sendiri.

Dalam hal ini, para pemikir Islam sepanjang sejarah telah membuka ruang dan menyediakan perangkat-perangkat intelektual untuk keperluan itu dengan khazanah ilmu-ilmu tafsir, hadis, ushul fikih, dan sebagainya.  

Asumsi dasar ketiga, dakwah Islam harus dijalankan dengan tetap memelihara harmoni masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan keempat, walaupun tidak menjadikan non-Muslim berpindah (identitas) agama menjadi Muslim, diadopsinya nilai-nilai substansial Islam sebagai nilai-nilai yang operasional dalam masyarakat adalah capaian dakwah yang amat tinggi harganya.

Kemelut yang melanda seluruh dunia dewasa ini, di samping merupakan akibat kerentanan (fragility) dari tata dunia itu sendiri, juga merupakan cermin dari tergerusnya nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan rahmah. Sedangkan nilai tauhid itu sendiri lebih banyak dipahami dan diaktualisasikan secara tidak sempurna, bahkan salah arah.

Jika Islam mampu memberdayakan nilai-nilai dasarnya untuk dikontribusikan dalam pergulatan menyempurnakan tata dunia, itulah capaian raksasa yang dicita-citakan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Nahdlatul Ulama, sejak generasi para pendirinya, telah membuat pilihan-pilihan tegas. Pertama, menerima dan mengesahkan berdirinya Indonesia sebagai negara-bangsa (Negara Kesatuan Republik Indonesia), bukan negara agama.

Kedua, mengakui hak asasi manusia dan kesetaraan warga negara di depan hukum, terlepas dari perbedaan latar belakang apa pun, termasuk agama. Ketiga, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Semua itu, jelas mencerminkan keputusan untuk ikut serta membangun tata dunia baru (sesudah Perang Dunia II) dan tidak ingin kembali kepada tatanan lama (sebelum Perang Dunia I).

Kini, saatnya para ulama dan seluruh dunia Islam bangkit untuk bergabung dengan siapa saja, yang memiliki kehendak baik dari semua kebangsaan dan agama, untuk bersama-sama memperjuangkan terwujudnya tata dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, berdasarkan penghormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi sesama umat manusia.

-------------
Sumber: https://www.republika.id/posts/17770/pribumisasi-islam

Selasa, 22 Juni 2021

Doa Tolak Bala (Korona)

*IJAZAH TOLAK BALAK (CORONA)*
_*DARI HABAIB & MASYAYIKH*_

*1. HADLRATUS SYAIKH KH. HASYIM ASY'ARI JOMBANG*
Baca:
*لِيْ خمسةٌ أُطفيْ بها # حرَّ الوباءِ الحاطمة*
*المُصطفىٰ والمُرتضىٰ#وابناهما والفاطمة*

*2. KH. HASAN SAIFOURRIDZAL GENGGONG.*
Baca: 
*اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تَدْفَعُ بِهَا عَنَّا الطَّعْنَ وَالطَّاعُوْنَ يَامَنْ أَمْرُهُ إذَا أرَادَ شَيْئًا أنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ وَعَلَى أٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّمْ*

*3. KH. MAIMUN ZUBAIR SARANG REMBANG*
Baca:
*ونُنَزِّلُ من القُرآنِ مَا هُوَ شِفآءٌ وَّرَحْمَةٌ لِلمُؤْمِنِيْنَ، ولا يَزِدُ الظَّالِمِيْنَ إلا خَسَارًا*
_Kaifiyah:_ sebelum tidur 11x lalu ditiupkan ke telapak tangan & diusapkan keseluruh tubuh.

*4. HABIB LUTHFI BIN YAHYA*
Baca ; 
*بِسْمِ اللهِ الَّرحْمنِ الّرحِيْمِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ كُلِّ دَآءٍ وَدَوَآءٍ*
_Kaifiyah:_ Ba'da Maktubah 11x

*5. HABIB TAUFIQ PASURUAN*
Baca ; 
*اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا، وَعَافِيَةِ الْاَبْدَانِ وَشِفَائِهَا، وَنُوْرِ الْاَبْصَارِ وَضِيَائِهَا، وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّم*
_Kaifiyah:_  Ba'da Maktubah 11x

*6. AL-HABIB 'ABDULLAH BIN MUHAMMAD BAHARUN*
Baca:
*وبالحَقِّ أنْزَلْنَاهُ وَبالحَقِّ نَزَلَ*
_Kaifiyah:_  Subuh + Maghrib 70x

*7. KH. SAID AQIL  SIRODJ (KETUA PBNU)*
Baca ;
*أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ*
*بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فىِ اْلاَرْضِ وَلاَ فىِ السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ*
_Kaifiyah:_ Ba'da  Shubuh + Ashar 3/7x

*8. KH. CHUSEN ILYAS MOJOKERTO*
Baca :
*يارحمٰنُ يارحيمُ ياقدّوسُ ياسلامُ ياعزيزُ ياعليمُ ياكريمُ*
*لاحولَ ولاقوةَ إلا باللهِ العليِّ العظيمِ*
_Kaifiyah;_ Malam hari sebelum tidur 7x

*9. KH. NURUL HUDA DJAZULI PLOSO KEDIRI*
Baca:
*-إستغفار*
_Kaifiyah:_ Ba'da Maktubah 25x
Kmudian membaca Do'a:
*- حَصَّنتُكم بالحيِّ القيُّومِ الذي لا يموتُ أبداً ودفَعْتُ عنكمُ السُّوءَ بألفِ ألفِ لاحول ولاقوة إلا باللهِ العليِّ العظيمِ*

*10. KH. ADIB ROFIUDDIN IZZA BUNTET*
Baca:
*- سلامٌ قولاً من ربِّ الرّحيم*
*- صلّى اللّٰهُ على محمد*
*- أستغفر اللهَ العظيم*
_Kaifiyah:_ Ba'da Maktubah 41x

11. Ijazah dari KH. Ushfuri Anshor
Do’a Mencegah Penyakit Corona Virus  dan Berbagai Macam Penyakit
بِــسْمِ اللهِ الرَّحْـمنِ الرَّحِيْـمِ
بِــسْمِ اللهِ خَيْرِ الْأَسْـمـآءِ بِــسْمِ اللهِ رَبِّ الْأَرْضِ وَالسَّمآءِ بِــسْمِ اللهِ الَّذِيْ بِيَدِهِ الشِّفآءُ بِــسْمِ اللهِ الَّذِيْ لَايَضُرُّ مَعَ اسْـمِه سُـــــمٌّ وَّلَادَآءِ بِــسْمِ اللهِ الَّذِيْ لَايَضُرُّ مَعَ اسْـمِه شَيْئٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَآءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.   
Dibaca 3 kali pagi dan sore setelah Shalat Subuh dan Ashar atau Magrib
*Monggo dipilih,,,*
 _*Untuk Diamalkan!!*_ 

Amalan-Amalan ini  _dari Grup-group NU dan Alumni-Alumni Pondok-Pesantren dan Dipersilahkan oleh Habaib & Para Kyai Tersebut untuk diamalkan._

Selasa, 15 Juni 2021

Pidato KH Hasyim Asyari di Muktamar NU ke 17

Pidato KH. Hasyim Asy'ari pada Pembukaan Muktamar NU ke-17 di Madiun pada tanggal 24 Mei 1947.

Pidato yg disampaikan sekitar 2 bulan sebelum wafat (25 Juli 1947) ini, berbahasa Arab. Kemudian diterjemahkan dalam bhs Jawa oleh KH. Abdul Chamid Kendal. Atas bantuan dr. Mustahal Masjhud Surakarta dan Abdulkarim Husen Kendal dialih bahasakan menjadi bahasa Indonesia dan aksara latin.

Berikut adalah isi dari Khutbah Iftitah HadlratusSyaikh KH. Hasyim Asy'ari:

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Hanya keharibaan-Mu, Ya Allah, kami memuji. Wahai dzat yang merendahkan dan menghinakan orang-orang yang congkak dan sombong yang telah meruntuhkan tahta firaun dan para kaisar yang sombong dan congkak.

Tak seorang pun yang mampu mencegah apa yang engkau berikan dan tak ada seorang pun yang mampu memberikan apa yang tidak engkau kehendaki untuk diberikan. Maha Suci , Engkau ya Allah dan Maha Unggul.

Alangkah luas rahmat-Mu dan betapa agung kedermawanan-Mu, walau kebanyakan manusia ingkar pada-Mu dan tidak percaya akan wujud-Mu serta benci pada-Mu. Meski demikian, Engakau tetap melimpahkan kenikmatan-Mu pada mereka. Engkau beberkan rizki serta karunia-Mu dan engkau panjangkan hidup mereka sepanjang masa.

Tambahan rahmat dan keagungan semoga tetap Engkau limpahkan pada Nabi-Mu yang Ummi Muhammad SAW. Yang telah Engkau perintahkan untuk membeberkan sayap rahmat dan salamnya kepada orang-orang mukmin yang mengikutinya. Yang telah engkau tawarkan padanya gunung uhud untuk diubah menjadi emas namun ditolaknya dan beliau memilih hidup zuhud duniawi. Walau demikian engkau tetap menjadikan beliau unggul melebihi dunia dan isinya.

Sementara itu keagungan budi pekertinya telah meluluh lantakkan hidup orang-orang yang sombong dan pendendam.
Semoga keselamatan dan kedamaian senantiasan menyertai Nabi besar Muhammad SAW, Ahli abit, beserta sahabat-sahabat beliau dihari kiamat. Wa ba’du,

Saudara-saudara, peserta muktamar yang berbahagia. Adalah suatu kewajiban dan keharusan bagi kita untuk mengatur kehidupan kita serta mewujudkan dan merealisasikan tujuan yang mulia dengan memperlajari waktu demi waktu di mana kita telah melangkah dalam perjuangan dan perlawanan kita (dalam melawan kebatilan).

Boleh kita merasa senang bila apa yang telah kita kerjakan sesuai dengan apa yang telah kita canangkan. Namun kita harus prihatin serta menjadikannya sebagai pelajaran dan peringatan bila kegagalan dan kerugian yang kita peroleh.

Hari ini kita sedang bermuktamar, marilah kita jadikan perbandingan dengan muktamar terdahulu. Selanjutnya kita koreksi diri kita sendiri termasuk di antara golongan manakah di antara pernyataan yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, yaitu: “Siapa yang hari ini amal perbuatannya lebih baik dibanding hari kemarin maka ia tergolong orang yang untung. Siapa yang amal perbuatannya hari ini sama dengan hari kemarin (tidak ada peningkatan) maka ia tergolong orang yang rugi. Dan siapa yang amal perbuatannya lebih jelek dibanding kemaren maka tergolong orang yang rusak.”

Pertama:”Marilah kita pelajari poin ini dari dimensi spirit agama, kita akan mengetahui ternyata kondisi keagamaan kemarin justru lebih baik dibanding hari ini. Pada tahun-tahun yang lalu perhatian begitu besar terhadap urusan keagamaan, namun kemudian akhir-akhir ini intensitas dan kepedulian kita terhadap masalah tersebut semakin melemah bahkan kini hampir tak terdengar lagi gaungnya.

Lembaga-lembaga pendidikan agama sepi, penghuninya yang tinggal paling-paling sekitar sepuluh persen dibanding tahun-tahun yang lalu. Sekolah-sekolah Islam (madrasah) banyak yang gulung tikar disebabkan oleh sedikitnya animo masyarakat dan sulitnya mencari orang-orang yang betul-betul punya tanggung jawab dan kepedulian yang besar untuk menghidupkannya kembali. Masjid-masjid dan mushalla begitu menyedihlan kondisinya, karena walau tersebar di mana-mana namun yang tinggi hanya bangunan yang sudah mulai ditinggal jemaah dan orang-orang yang mau merawatnya.

Kedua: Kita pelajari dari dimensi sosial kemasyarakatan. Di sini kita juga mendapati kenyataan bahwa ruh agama sudah mulai melemah bahkan terkesan lumpuh dalam kehidupan masyarakat sehingga bekas-bekas ketaatannya sangatlah sedikit.

Persoalan-persoalan yang bernuansa agama akan sulit saudara-saudara temukan dalam masyarakat, seperti apakah sesuatu itu hukumnya halal atau haram. Kemungkaran begitu merajalela di berbagai tempat, baik yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan. Seperti minum arak yang merupakan sumber malapetaka sudah tersebar luas di berbagai tempat dan suasana dan bahkan sudah menjadi kebanggaan. Begitupun pergaulan laki-laki dan perempuan yang sudah terkesan melecehkan (hukum agama).

Dengan gamblang mata kita telah menyaksikannya dan dengan jelas telinga kita telah mendengar akan realita ini. Dan tak seorangpun yang nampak memperdulikannya, apakah ini halal (diperbolehkan oleh aturan agama)? Semuanya diam seribu bahasa. Apakah haram? yang mengakibatkan siksa dari Allah dan kehinaan di dunia.

Ada lagi hal yang sangat tercela dan hina melebihi apa yang sudah kami tuturkan di atas, yaitu tersebarnya ajaran-ajaran dan tuntutan yang mengarah dan menggiring pada kekufuran dan pengingkaran (terhadap Allah) di kalangan generasi muda Islam, baik di desa maupun di kota-kota besar.

Telah tersebarnya ajaran materialisme-historis sebagai suatu prinsip yang mencanangkan bahwa kebahagiaan di dunia ini hanya bisa diraih dengan materi dan tidak percaya dengan hal-hal yang ghaib. (metafisis, ekstra empiris) serta tidak percaya akan adanya kehidupan setelah mati. Bahaya laten ini tak mungkin terelakkan lagi bila sudah tertanam dalam hati dan sanubari anak-anak kita, dan yang demikian ini bisa mengubah tatanan awal dasar keyakinan mereka terhadap agama Islam yang kita peluk.

Tiada daya dan upaya kecuali dari Allah Yang Maha Luhur dan Maha Agung. Adapun ukhuwah Islamiyah pada saat ini hanyalah merupakan jargon-jargon yang kosong yang keluar dari mulut orator yang hanya merebak di awang-awang tanpa bisa menyentuh dataran empiris tanpa ada bukti yang kongrit dalam realita.

Ukhuwah Islamiyah seakan-akan telah lenyap dari kehidupan masyarakat di mana seorang muslim yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terhadap temannya sesama muslim yang telanjang (kelaparan bahkan yang hampir mati karena kelaparan, hatinya sama sekali tidak tergerak mengulurkan pertolongan dan membantu berbuat baik. Dia atau sang Muslim yang menyaksikan ketimpangan sosial tersebut bahkan membisu bagaikan membisunya batu dan besi. Tidak cukup hanya dengan membisu, tapi masih ditambah lagi dengan mengomel bahwa penghasilan atau income sekarang lagi seret, kehidupan perekonomian sedang mengalami kemacetan dan kemunduran bahkan dia menuduh ini sebagai akibat dari menjalankan kewajiban agama dan kemasyarakatan. Sedangkan dia sendiri mengetahui bahwa Allah itu Maha Pemberi Rizki, menurunkan rizkinya dengan satu kadar yang sama. Tidak sulit bagi orang yang menjaga dengan baik norma-norma agama (‘afif) untuk mendapatkan keutamaan (anugrah, fadhl)dari Allah. Hanya dikarenakan akhlak mereka sajalah yang menyebabkan semuanya menjadi sempit dan sulit.

Ketiga; kita tinjau dari dimensi politik. Dalam konstelasi perpolitikan, kita dapati kenyataan bahwa ternyata peranan umat Islam sangat kecil. Jika jiwa keagamaan, dalam dunia politik di Indonesia ini sangat lemah, bahkan akhir-akhair ini bisa dikatakan sudah mati.

Walau demikian, masih ada juga bahaya yang masih besar yaitu dicatutnya label Islam oleh sebagian manusia sebagai kendaraan yang ditunggangi untuk bisa sampai kepada apa yang diinginkannya, baik itu berupa kemaslahatan dari dimensi politik ataupun untuk kepentingan pribadi dengan mengatas namakan politik. Dan akan lebih berbahaya lagi bila masyarakat menganggap mereka sebagai orang Islam (yang taat) atau bahkan memfigurkannya sebagai seorang tokoh, padahal mereka tidak pernah menundukkan kepala mereka (untuk mentaati) pada hal-hal yang pernah diperintahkan oleh Allah dan tidak berusaha menjauhi larangannya. Merekapun tidak pernah menempelkan keningnya (sujud) di lantai masjid, lalu apakah masih dianggap aneh, bila kondisi semacam ini kemudian menyebabkan lemahnya spirit keagamaan di negara kita, bahkan hampir mati.

Saudara-saudara ulama yang mulia..

Setelah kami jelaskan keterangan tersebut di atas kami ingatkan kepada saudara-saudara sekalian bahwa hidup matinya agama Islam di Indoneisa ini terletak pada saudara,tergantung pada amal perbuatan saudara serta ketangkasan dan kejelian saudara yang melebihi tindakan orang lain !

Hari ini, pada saat-saat kesulitan ini, seluruh umat Islam Indonesia tengah mencurahkan pandangan dan perhatiannya kepada saudara-saudara sekalian. Mereka ingin melihat apa yang akan saudara kerjakan demi perbaikan nasib mereka, baik dalam bidang keagamaan ataupun kemasyarakatan. Jika saudara-saudara melaksanakan kewajiban-kewajiban saudara untuk tercapainya tujuan itu sebagaimana Islam telah memerintahkan saudara untuk berbuat demikian, maka saudara-saudara telah mengobati luka mereka, telah dapat menarik dan memperoleh simpati yang sekaligus akan tetap merupakan kepercayaan mereka terhadap saudara dalam:

Satu,”Sesungguhnya bila amanat Allah yang telah diletakkan pada pundak saudara sekalian sampai disia-siakan, maka umat akan kehilangan kepercayaan mereka terhadap saudara. Sebagaimana lenyapnya kepercayaan mereka dikarenakan sekarang mereka tidak menemukan orang yang yang menunjukkan kepada ada pelindung yang mampu melindungi mereka, juga penanggung yang mau menanggung mereka, ‘pun tidak pelindung yang melindungi mereka, sehingga jadilah keadaaan mereka seperti orang sekarat yang sedang meratap di mana kematian mengancam mereka dari tiap penjuru. Harapan mereka sudah sirna. Kecuali pada saudara sekalian sebagaimana mereka sangat mendambakan pertolongan dari saudara-saudara, apakah saudara akan melaksanakannya?

Kami tidak mengatakan hal ini secara berlebihan atau hanya sebatas agitasi tak berisi. Tapi semuanya ini merupakan kenyataan yang tampak gamblang bagi mata setiap umat Islam yang mau berpikir.

Dua: Demikianlah, kehidupan negara kita senantiasa diancam oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh musuh-musuh negara, baik dari luar maupun di dalam negeri dengan segala macam kekuatan, kebencian dan kedengkian. Dengan segala macam rekayasa, usaha dan tipu daya. Hal ini dilakukan oleh tokoh-tokoh mereka, baik yang perwira maupun yang bintara. Orang-orang yang sudah dalam barisan (pemberontak) ataupun yang masih bercokol dalam lembaga-lembaga resmi pemerintah (satu tahun kemudian, 1943, betul-betul terjadi pemberontakan PKI di Madiun, penerj.)
Firman Allah: “Mereka (musyrikin, munafiqin) bereka daya (makar, nipu) untuk mnghacurkan Islam. Dan Allahpun membalas tipu daya mereka. Sesungguhnya hanya Allah-lah yang paling lihai diantara orang-orang yang berbuat makar”.

Kepada saudara-saudaralah wahai harapan umat Islam Indonesia, kami tumpukan harapan yang tiada duanya. Kepada saudara-saudaralah wahai pemegang panji-panji amanat Allah, kami canangkan panggilan. Dan dari saudara-saudara pula kami mohonkan pertolongan dan keselarasan umat. Seabab hampir semua telah mandeg dari berusaha, sebagaimana mandegnya tentara Thaluth ketika baru saja menyeberangi sungai sambil berkata: “Tak ada kemampuan bagi kita untuk menghadapi Thaluth dan bala tentaranya.”

Bangkitlah wahai saudara-saudaraku Ulama!

Kuatkanlah barisan kalian, kerahkanlah segala potensi dan kekuatan yang ada pada diri kalian, tetaplah pada keteguhan dan percayalah bahwa:
“Tidak sedikit golongan yang kecil dapat mengalahkan golongan yang besar dengan izin Allah dan Allah selalu menyertai orang-orang yang sabar”
Demikianlah, kami memohonkan ampun kehadirat Allah, baik untuk diri kami sendiri ataupun untuk saudara-saudara sekalian .

Wassalamualikaum Wr. Wb.

Malam Ahad, 5 Rajab 1366 H 24 Mei 1947 M

(Diambil dari Tsalatsu Munjiyyat Terjemahan oleh H.M. Ishom Hadzik , S.H)

Dari situs http://nu1926.blogspot.com/

Ikhtiar Covid

Mangga tiasa di sebar luasken ka  kulawargi,,sadulur,rerencangan sareng ka saha wae bilih 
Aya gejala pada tubuh seperti batuk,pilek, meriang,panas , hilangnya indera penciuman dan perasa..dll.. jangan buru-buru kerumah sakit..
Karena ketika diperiksa pasti akan divonis reaktif bahkan positif covid...
Sehingga saat divonis pasti kondisi mental jadi down, sehingga kondisi imun tambah melemah...
Monggo langkah ini barangkali bisa dicoba dan bermanfaat : 
1.istirahat total dirumah..jangan kemana mana
2.istirahat/tidur  paling tidak 8 jam .
3. minum ramuan jahe,kunyit (koneng) ,madu 3x sehari.
4.konsumsi bawang putih 1 siung diparut kemudian dimakan/dikunyah selama 10-20 detik baru ditelan,dan minum air putih 2 menit kemudian.
5.terapi uap air panas satu gayung taruh dibascom dikasih minyak kayu putih kemudian pake selimut rapat2 sambil menghadap ke bascom tadi selama 15-30 menit.
6. Makan yang enak , dipaksakan makan walaupun tidak terasa atau tercium..
7. Minum air kelapa hijau dicampur garam 1 sendok makan madu 2 sendok dan air jeruk nipis 1 buah.
8.minum susu kaleng brand/  bisa juga susu kambing...
9 . Berjemur di pagi hari jam 10 pagi..selama 15 menit.
10.berfikir positif.
11.berdoa dan tawakal..
💐🙏🤲
Mongga selamat mencoba ..semoga sehat selalu wallohualam..mg hidup menebar manfaat Aamiin Aamiin Aamiin..

Sabtu, 12 Juni 2021

Pendiri Daulah Utsmaniyah

*PROFIL SINGKAT OSMAN GHAZI*
*SANG PENDIRI DAULAH UTSMANIYAH (TURKI OTTOMAN)*

Osman I atau Osman Ghazi (Turki Utsmaniyah: عثمان غازى, Osmān Ġāzī; meninggal 1323/1324 M[2]) adalah bapak dari Wangsa Utsmaniyah dan merupakan pemimpin pertama dari Negara Utsmaniyah, yang di masanya masih berupa kadipaten kecil. Ia mewarisi jabatan ayahnya sebagai adipati (bey) di bawah Kesultanan Seljuk. Saat kesultanan tersebut mengalami gonjang-ganjing, Osman memerdekakan diri dan memerintah kadipaten berdaulat itu sampai akhir hayatnya pada 1323 atau 1324 M. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai nama dinasti dan negaranya (nama dinasti dan negara tersebut dieja menjadi 'Utsmani' atau 'Utsmaniyah' dalam bahasa Arab dan Indonesia dan menjadi 'Ottoman' dalam ejaan barat).

Dikarenakan kelangkaan sumber sejarah di masanya, sangat sedikit informasi faktual yang diketahui tentangnya.[3] Tidak ada satupun sumber tertulis dari masa Osman yang tersisa. Pencatatan tentang sejarah Osman baru ditulis pada abad kelima belas masehi, atau lebih dari seabad setelah mangkatnya.[4] Dikarenakan masalah tersebut, adalah sebuah tantangan besar bagi para sejarawan untuk memisahkan antara fakta dan mitos yang berkaitan tentangnya.[5]

*NAMA & GELAR*
Beberapa ahli menyatakan bahwa nama asli dari Osman adalah nama asli Turki, kemungkinan Atman atau Ataman, yang kemudian diubah menjadi Osman yang merupakan nama bahasa Arab. Sumber awal Romawi Timur mengeja namanya dengan Ατουμάν (Atouman) or Ατμάν (Atman), sedangkan sumber Yunani secara teratur menggunakan θ, τθ, atau τσ bila merujuk Utsmān (ejaan Arab) atau ʿOsmān (ejaan Turki). Sumber awal Arab juga menyebut namanya menggunakan huruf ط dan bukannya ث. Osman mungkin kemudian mengambil nama Arab-Muslim yang dipandang lebih berkelas di kemudian hari.

Meski daftar Sultan Utsmaniyah selalu menempatkan Osman berada dalam urutan pertama, gelar sultan baru resmi digunakan pada tahun 1383 M di masa kekuasaan cucunya, Murad I. Osman masih mempertahankan gelar lamanya, bey, dapat disepadankan dengan adipati atau kepala suku dalam konteks ini, gelar yang dia sandang saat masih menjadi bawahan Kesultanan Seljuk Rum.

*KEHIDUPAN AWAL*
Tidak diketahui secara pasti tanggal kelahiran Osman dan sangat sulit pula mengetahui awal kehidupannya karena kurangnya sumber, juga masuknya berbagai mitos dan legenda tentangnya di masa-masa setelahnya.[1][6] Dia diperkirakan lahir di pertengahan abad ketiga belas, kemungkinan tahun 1254 atau 1255 M menurut sejarawan Utsmaniyah abad keenam belas, Kemalpaşazade.[7]

Menurut tradisi Utsmaniyah, Ertuĝrul, ayah Osman, memimpin suku Kayı dari Asia Tengah menuju Anatolia. Dia melarikan diri dari serangan Mongol. Dia berjanji setia kepada Sultan Kayqubad I dari Kesultanan Rum yang memberinya izin mendirikan emirat (kadipaten) di Söğüt yang saat itu merupakan wilayah pinggir Seljuk dan berbatasan dengan Kekaisaran Romawi Timur.[8]

Lokasi ini rupanya menguntungkan. Di barat, Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) yang saat itu melemah. Sementara di timur, pasukan muslim di bawah Turki Seljuk kacau karena menghadapi agresi Mongol dalam pengepungan Baghdad.

Sekitar tahun 1281 M, Osman menjadi adipati dan kepala suku setelah ayahnya meninggal.[8] Pada saat inilah, banyak para tentara bayaran berdatangan kepadanya yang dengan harapan dapat melemahkan monarki Ortodoks. Selain itu, populasi Turki di bawah kepemimpinan Osman I secara terus-menerus diperkuat dengan banjir pengungsi yang melarikan diri dari Mongol. Dari jumlah tersebut, tentara Ghazi atau pejuang Islam, pejuang perbatasan yang percaya bahwa mereka berjuang untuk ekspansi atau membela Islam. Di bawah kepemimpinan Osman yang kuat dan mampu, prajurit ini segera terbukti menjadi kekuatan yang tangguh, dan dasar-dasar negara pun dapat dengan cepatnya bisa diletakkan.

*MIMPI OSMAN*
Osman memiliki hubungan dekat dengan Syaikh Edebali, tokoh sufi terkemuka di wilayahnya. Salah satu kisah paling terkenal yang berkaitan dengan Osman dan Syaikh Edebali adalah "Mimpi Osman", kisah yang menceritakan bahwa saat Osman tidur di kediaman Syaikh Edebali,[9] Osman bermimpi bahwa rembulan muncul dari dada Syaikh Edebali dan kemudian masuk ke dalam dada Osman sendiri. Kemudian dari pusar Osman tumbuhlah pohon besar yang menaungi dunia. Di bawah naungan pohon ini ada pegunungan dan air mengalir dari kaki-kaki gunung ini. Beberapa orang mengambil airnya untuk minum dan sebagiannya untuk berkebun. Syaikh Edebali kemudian menafsirkan mimpi Osman bahwa Osman dan keturunannya akan dianugerahi kekuasaan dan putri Syaikh Edebali sendiri (dilambangkan sebagai rembulan dalam mimpi Osman) akan menjadi istri Osman.[10]

Kisah mimpi Osman ini ditafsirkan menjadi tanda bahwa kekuasaan Osman dan keturunannya adalah pemberian Tuhan.[11] Namun selain kekuasaan yang diberikan, mimpi itu juga secara implisit bermakna bahwa Osman dan keturunannya harus menjaga kesejahteraan para bawahannya.[12]

*KEMENANGAN MILITER*
Penaklukan nyata yang dilakukan Osman setelah runtuhnya Kesultanan Seljuk adalah pendudukan atas benteng Eskişehir dan Karacahisar. Kemudian Osman juga menguasai kota penting di wilayah tersebut, Yenişehir, yang kemudian digunakan menjadi ibu kota negaranya.[13]

*MAKAM OSMAN GHAZI DI BURSA*
Setelah kemenangannya melawan pihak Romawi Timur pada Pertempuran Bapheus, Osman memulai untuk mengatur pasukannya di dekat wilayah kekuasaan Romawi Timur.[14] Pengaruh Osman yang semakin menguat membuat masyarakat Romawi Timur secara bertahap keluar menuju seberang Anatolia. Para pemimpin Romawi Timur berusaha untuk menahan Osman, tapi persiapan mereka sangat buruk dan tidak efektif. Di sisi lain, Osman menghabiskan sisa masa kekuasaannya untuk meluaskan wilayahnya melalui dua arah, yakni sebelah utara sepanjang Sungai Sarkaya dan barat daya menuju Laut Marmara, dan dia berhasil pada 1308 M.[13] Pada tahun yang sama, para pengikutnya turut serta dalam penaklukan salah satu kota Romawi, Ephesus, dan menduduki kota tepi pantai terakhir milik Romawi, meskipun kota itu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Amir Aydin.[14]

Perang Osman terakhir adalah menduduki Bursa.[15] Meskipun Osman tidak secara langsung terjun ke medan laga, keberhasilan menduduki Bursa membuktikan betapa pentingnya kedudukan kota tersebut sebagai pijakan untuk melawan Romawi Timur di Konstantinopel. Bursa kemudian dijadikan ibu kota pada masa kekuasaan putra dan penerus Osman, Orhan.

*KELUARGA*
Berdasar penulis Utsmaniyah abad kelima belas, Osman termasuk keturunan suku Kayı yang merupakan cabang Oghuz Turk dan ini menjadi silsilah resmi Utsmaniyah.[16] Meskipun begitu, permasalahan ini tidak pernah muncul di awal silsilah Utsmaniyah.

*ORANG TUA*
Ayah Osman adalah Ertuĝrul, kepala suku Kayı, suku bangsa Oghuz Turk. Ibunya adalah Halime Hatun, putri dari Mes'ud II, Sultan Romawi (Rum) Seljuk yang berkuasa pada tahun 1284–1296 dan 1303-1307.

*PERNIKAHAN*
Osman menikah dengan putri dari Syaikh Edebali. Selain itu, dia juga menikah dengan wanita yang merupakan anak dari adipati Anatolia, Ömer Bey. Sebagian juga menyatakan bahwa wanita ini adalah anak dari Ömer Abdülaziz Bey, seorang wazir (menteri) pada masa Kesultanan Seljuk. Nama-nama istri Osman ini terkadang saling tertukar dengan identitas istrinya yang lain. Beberapa nama-nama yang disebut sebagai istri Osman:
1. Rabia Hatun
2. Bala Hatun. Ada kemungkinan bahwa Bala Hatun adalah orang yang sama dengan Rabia Hatun
3. Mal atau Malhun Hatun

*PUTRA (& PUTRI)/KETURUNAN OSMAN BEY*
1. Alaeddin Bey, wazir agung Utsmaniyah pertama
2. Orhan Bey, pemimpin Utsmaniyah kedua[17]
3. Çoban Bey[18]
4. Melik Bey[18]
5. Hamid Bey[18]
6. Pazarlu Bey[18]
7. Savji Bey. Savji memiliki putra, Suleyman, yang menikah dengan putri Orhan, Hatice
8. Fatma Hatun (Putri)

Sekian tentang sekilas Osmān Ghazi. Semoga bermanfaat.

https://t.me/PendiriUtsmaniyah

KERJA CORONA

*JANGAN TUNGGU HARI KE 7*
Waspada covid19, jangan tunggu timbulnya demam tinggi dan banyak batuk, baru berpikir ! Terlambat sudah !

Kenali lebih awal mulai hari ke1 masuknya virus ke dalam tubuh, agar parahnya sakit bisa dicegah. Gejala demam tinggi baru muncul di hari ke 8, dimana virus sudah berhasil berkembang, merusak dan merasuk luas di dalam tubuh. Tingkatkan daya tahan tubuh sebelum virus berhasil menghancurkan kita.

Perhatikan keadaan diri kita sejak kemungkinan mulai terpapar, yaitu sebagai berikut :

Hari ke 1- 3 :
• Hanya seperti masuk angin ringan.
• Makan minum masih normal.
• Tenggorokan hanya sedikit sakit.

Hari ke 4 :
• Sakit kepala ringan.
• Badan sedikit anget, sekitar 36.5°C.
• Sakit tenggorokan ringan.
• Suara mulai serak.
• Selera makan mulai terganggu.
• Indera Perasa/Pengecap "hilang"
• Indera penciuman juga menghilang.
• Sedikit diare ringan.

Hari ke 5 :
• Sakit tenggorokan.
• Suara serak.
• Badan mulai terasa meriang.
• Temperatur sekitar 36.5 - 36.7 °C.
• Badan terasa lelah, cape, sakit.
• Jari² dan persendian terasa sakit.

Hari ke 6 :
• Mulai demam ringan sekitar 37°C.
• Batuk kering atau sedikit berlendir.
• Sesekali terasa susah bernapas.
• Sakit Tenggorokan ketika bicara. 
• Sakit waktu makan dan menelan.
• Mual dan mungkin muntah.
• Ada diare.

Hari ke 7 :
• Demam agak tinggi 37.4 - 37.8 °C.
• Batuk lebih banyak dan berdahak.
• Napas pendek² dan tetap.
• Kepala sakit kepala dan berat.
• Nyeri² seluruh tubuh.
• Diare bertambah.

Hari ke 8 :
• Demam tinggi 38°C atau lebih.
• Sulit bernapas, dada terasa berat.
• Sakit kepala, punggung dan sendi².
• Batuk terus menerus.
• Sulit berbicara, seperti bisu.

Hari ke 9 :
• Semua gejala tidak berubah.
• Batuk bertambah parah.
• Demam tak menentu, tak teratur.
• Napas bertambah Sulit.
• Pencegahan sudah tak mungkin.
• Harus segera ditolong intensif.

Bila waspada di hari ke 1-3 tingkatkan daya tahan tubuh, minum vitamin² C, D, E serta sedia panadol (parasetamol), mungkin penyakit ini dapat dihalau untuk berakhir sebelum parah dan kesembuhan boleh didapatkan.

Gejala hari ke 1-3 sangat² ringan dan sering terabaikan tak terdeteksi. 
Mungkin hari ke 4 baru mulai curiga. Cepat isolasi mandiri, banyak minum air hangat atau jamu²an juga boleh. Berjemur diri, banyak cuci tangan, cuci muka, ganti baju. Makan makanan yg bergizi dan minum vitamin².

Selamat bersikap dan waspada. Tetap tenang namun bijak. Hindari kemungkinan terpapar sebisa mungkin. Semoga berhasil “berperang” melawan covid dan semoga kita tetap sehat.

*Harap Perhatikan Perbedaannya !!!*                      (Supaya tidak berprasangka buruk) 

1. Batuk kering + Bersin = Polusi udara.

2. Batuk + Lendir + Bersin + Pilek = Pilek biasa.

3. Batuk + Lendir + Bersin + Pilek + Sakit tubuh + Kelemahan + Demam ringan = Flu.

4. Batuk kering + Bersin + Nyeri tubuh + Kelemahan + Demam tinggi + Kesulitan bernapas + Hilangnya indra pengecap dan perasa =  Corona virus.

Departemen patologi AIIMS, 
Din. Kes. 

--------------------------------------------------
ini kiriman dari Din. Kes. tolong di share ke wadah dan komunitas masing-masing

Jadikan pesan ini tersedia untuk diketahui orang sebanyak mungkin !🙏🏻🙏🏻

Jumat, 11 Juni 2021

Gagal Berangkat Haji Kok Sewot?



Oleh : Iing Rohimin

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, sehingga wajib hukumnya bagi umat Islam yang “mampu” untuk melaksanakan ibadah di tanah suci tersebut. kata mampu sengaja saya berikan tanda kutip karena memang hal itu mengandung makna yang luas dan menyangkut berbagai hal, termasuk di dalamnya adalah soal keamanan, kesiapan pemerintah dan berbagai hal lain yang mendukung terselenggaranya ibadah haji. 

Ketika pemerintah memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji ditiadakan dengan alasan keamanan, khususnya terkait masih belum meredanya pandemi covid-19 di dunia, maka hal itu bisa menjadi salah satu alasan bolehnya tidak melaksanakan ibadah haji. 

Lalu pertanyaannya kenapa kita harus marah ketika gagal berangkat haji? Jawabannya ya sederhana, bukan Indonesia namanya jika segala sesuatu tidak dijadikan polemik, pro kontra, berkembangnya hoaks, kemarahan, kekecewaan dan tuduhan miring terhadap pemerintah, termasuk soal pembatalan pemberangkatan ibadah haji.

Bagi orang-orang yang telah siap untuk berangkat haji, yang namanya kekecewaan, kesedihan dan berbagai perasaan lainnya adalah wajar dirasakan, tetapi pasti tidak akan berpikir jauh untuk melemparkan tuduhan yang berlebihan terhadap pemerintah. 

Mengapa sekarang begitu gencarnya informasi dan viralnya masalah haji ini, adalah karena begitu banyaknya pihak-pihak yang sengaja menghembuskan issu ini untuk menyerang pemerintah, menyerang Menteri Agama yang nota bene adalah Ketua Ansor dan kader Nahdlatul Ulama, untuk kepentingan pribadi, kelompok dan tujuan politik mereka sendiri.

Dengan kekuatan medsos dan kebiasaan mereka menebar hoaks ditambah dengan mudahnya rakyat Indonesia “diracuni” berita bohong, maka semakin gegap gempitalah issu pembatalan haji tersebut, dengan berbagai gorengan politik dan penggunaan agama sebagai tamengnya.

Maka kita sebenarnya tidak perlu sewot ketika gagal berangkat haji, karena bagi umat Islam sebenarnya telah menyadari bahwa ibadah haji bukan hanya mengandalkan urusan duniawi semata dengan syarat “mampu” yang mengandung berbagai konsekuensi tersebut. tetapi di dalamnya juga terkandung nilai-nilai bathiniyah dan ada campur tangan Allah SWT.

Yang harus kita lakukan sekarang adalah bersabar dan ihlas menerima ketentuan ini, disertai upaya dan do’a kepada Yang Maha Kuasa agar kita bisa segera dipanggil ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji, serta pandemi covid-19 ini segera berahir agar perjalanan melaksanakan rukun Islam ke lima tersebut pada tahun depan tidak akan terkendala lagi.

Hal lain yang dapat kita cermati dari pembatalan ibadah haji akibat virus corona ini adalah, dampak virus berbahaya tersebut telah menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia di dunia. Mulai dari gangguan kesehatan yang jelas-jelas tidak perlu dibahas lagi akan dampaknya, hingga persoalan ibadah yang kini terbukti tidak dapat dijalankan akibat virus tersebut. 

Jika sudah demikian,  maka persoalan besar yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia bukan hanya soal ekonomi, politik dan keamanan semata, melainkan juga soal kesehatan yang harus menjadi perhatian bersama. 

Ketika perilaku manusia semakin tidak terkendali, tidak percaya akan adanya virus ini, tidak patuh pada protokol kesehatan  dan bertindak semaunya sendiri, maka dampaknya bukan hanya menyangkut kesehatan dan ekonomi saja, tetapi persoalan ibadahpun menjadi terkendala.

Rasa marah, kesal dan kecewa akibat gagal berangkat haji hanya akan menambah runyam situasi, maka yang harus kita lakukan adalah introspeksi diri, tidak perlu menyalahkan orang lain atau pemerintah. Mungkin belum saatnya kita berangkat ke tanah suci karena disamping rumah kita, tetangga kita, saudara-saudara kita dan orang-orang miskin serta anak yatim masih banyak yang kita abaikan. 

Dengan adanya pembatalan haji ini, maka dana-dana yang telah disiapkan untuk bekal berangkat ke tanah suci tersebut, bisa dialihkan untuk membantu orang-orang yang sangat membutuhkan, kita ihlaskan kegagalan berangkat haji ini dan kita fokuskan perhatian kita untuk membantu saudara-saudara kita yang masih terjerat dalam lubang kemiskinan dan penderitaan.
 
Ingatlah berbagai kisah yang telah diceritakan oleh para ulama, bahwa begitu banyak orang-orang yang gagal berangkat haji demi membantu orang lain, dan dengan tindakannya tersebut justeru ia telah meraih predikat haji yang mabrur meski tanpa harus berangkat ke tanah suci.

Ingatlah  akan sebuah kisah tentang percakapan dua malaikat saat melihat jutaan jamaah haji yang kesemuanya tidak diterima ibadahnya, tetapi kesemuanya selamat dan diterima hajinya karena ada amal seseorang yang sangat luar biasa. Malaikat berkata "Namun, akibat amal salah seorang yang batal haji di tahun ini. Seluruh ibadah haji jamaah tahun ini diterima oleh Allah subhanahu wata'ala " "Siapakah orang tersebut" tanya malaikat satunya penasaran. "Ia adalah Al-Muwafaq". 

Al-Muwafaq gagal berangkat haji karena uang untuk biaya haji itu ia serahkan untuk membantu keluarga miskin yang sangat membutuhkan. 

Dari kisah tersebut kita bisa mengambil pelajaran besar yang dapat dikaitkan dengan situasi saat ini, ihlas dan peduli dan pada orang-orang yang susah bisa menjadi ladang amal kita yang pahalanya bisa setara dengan pahala orang yang berangkat haji dan bahkan bisa jadi, amal kita tersebut menjadi penentu bagi diterimanya ibadah haji umat Islam yang akan melaksanakan rukun Islam ke lima tersebut di tahun ini. 

Indramayu, 11 Juni 2021