YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Jumat, 11 Juni 2021

Gagal Berangkat Haji Kok Sewot?



Oleh : Iing Rohimin

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, sehingga wajib hukumnya bagi umat Islam yang “mampu” untuk melaksanakan ibadah di tanah suci tersebut. kata mampu sengaja saya berikan tanda kutip karena memang hal itu mengandung makna yang luas dan menyangkut berbagai hal, termasuk di dalamnya adalah soal keamanan, kesiapan pemerintah dan berbagai hal lain yang mendukung terselenggaranya ibadah haji. 

Ketika pemerintah memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji ditiadakan dengan alasan keamanan, khususnya terkait masih belum meredanya pandemi covid-19 di dunia, maka hal itu bisa menjadi salah satu alasan bolehnya tidak melaksanakan ibadah haji. 

Lalu pertanyaannya kenapa kita harus marah ketika gagal berangkat haji? Jawabannya ya sederhana, bukan Indonesia namanya jika segala sesuatu tidak dijadikan polemik, pro kontra, berkembangnya hoaks, kemarahan, kekecewaan dan tuduhan miring terhadap pemerintah, termasuk soal pembatalan pemberangkatan ibadah haji.

Bagi orang-orang yang telah siap untuk berangkat haji, yang namanya kekecewaan, kesedihan dan berbagai perasaan lainnya adalah wajar dirasakan, tetapi pasti tidak akan berpikir jauh untuk melemparkan tuduhan yang berlebihan terhadap pemerintah. 

Mengapa sekarang begitu gencarnya informasi dan viralnya masalah haji ini, adalah karena begitu banyaknya pihak-pihak yang sengaja menghembuskan issu ini untuk menyerang pemerintah, menyerang Menteri Agama yang nota bene adalah Ketua Ansor dan kader Nahdlatul Ulama, untuk kepentingan pribadi, kelompok dan tujuan politik mereka sendiri.

Dengan kekuatan medsos dan kebiasaan mereka menebar hoaks ditambah dengan mudahnya rakyat Indonesia “diracuni” berita bohong, maka semakin gegap gempitalah issu pembatalan haji tersebut, dengan berbagai gorengan politik dan penggunaan agama sebagai tamengnya.

Maka kita sebenarnya tidak perlu sewot ketika gagal berangkat haji, karena bagi umat Islam sebenarnya telah menyadari bahwa ibadah haji bukan hanya mengandalkan urusan duniawi semata dengan syarat “mampu” yang mengandung berbagai konsekuensi tersebut. tetapi di dalamnya juga terkandung nilai-nilai bathiniyah dan ada campur tangan Allah SWT.

Yang harus kita lakukan sekarang adalah bersabar dan ihlas menerima ketentuan ini, disertai upaya dan do’a kepada Yang Maha Kuasa agar kita bisa segera dipanggil ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji, serta pandemi covid-19 ini segera berahir agar perjalanan melaksanakan rukun Islam ke lima tersebut pada tahun depan tidak akan terkendala lagi.

Hal lain yang dapat kita cermati dari pembatalan ibadah haji akibat virus corona ini adalah, dampak virus berbahaya tersebut telah menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia di dunia. Mulai dari gangguan kesehatan yang jelas-jelas tidak perlu dibahas lagi akan dampaknya, hingga persoalan ibadah yang kini terbukti tidak dapat dijalankan akibat virus tersebut. 

Jika sudah demikian,  maka persoalan besar yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia bukan hanya soal ekonomi, politik dan keamanan semata, melainkan juga soal kesehatan yang harus menjadi perhatian bersama. 

Ketika perilaku manusia semakin tidak terkendali, tidak percaya akan adanya virus ini, tidak patuh pada protokol kesehatan  dan bertindak semaunya sendiri, maka dampaknya bukan hanya menyangkut kesehatan dan ekonomi saja, tetapi persoalan ibadahpun menjadi terkendala.

Rasa marah, kesal dan kecewa akibat gagal berangkat haji hanya akan menambah runyam situasi, maka yang harus kita lakukan adalah introspeksi diri, tidak perlu menyalahkan orang lain atau pemerintah. Mungkin belum saatnya kita berangkat ke tanah suci karena disamping rumah kita, tetangga kita, saudara-saudara kita dan orang-orang miskin serta anak yatim masih banyak yang kita abaikan. 

Dengan adanya pembatalan haji ini, maka dana-dana yang telah disiapkan untuk bekal berangkat ke tanah suci tersebut, bisa dialihkan untuk membantu orang-orang yang sangat membutuhkan, kita ihlaskan kegagalan berangkat haji ini dan kita fokuskan perhatian kita untuk membantu saudara-saudara kita yang masih terjerat dalam lubang kemiskinan dan penderitaan.
 
Ingatlah berbagai kisah yang telah diceritakan oleh para ulama, bahwa begitu banyak orang-orang yang gagal berangkat haji demi membantu orang lain, dan dengan tindakannya tersebut justeru ia telah meraih predikat haji yang mabrur meski tanpa harus berangkat ke tanah suci.

Ingatlah  akan sebuah kisah tentang percakapan dua malaikat saat melihat jutaan jamaah haji yang kesemuanya tidak diterima ibadahnya, tetapi kesemuanya selamat dan diterima hajinya karena ada amal seseorang yang sangat luar biasa. Malaikat berkata "Namun, akibat amal salah seorang yang batal haji di tahun ini. Seluruh ibadah haji jamaah tahun ini diterima oleh Allah subhanahu wata'ala " "Siapakah orang tersebut" tanya malaikat satunya penasaran. "Ia adalah Al-Muwafaq". 

Al-Muwafaq gagal berangkat haji karena uang untuk biaya haji itu ia serahkan untuk membantu keluarga miskin yang sangat membutuhkan. 

Dari kisah tersebut kita bisa mengambil pelajaran besar yang dapat dikaitkan dengan situasi saat ini, ihlas dan peduli dan pada orang-orang yang susah bisa menjadi ladang amal kita yang pahalanya bisa setara dengan pahala orang yang berangkat haji dan bahkan bisa jadi, amal kita tersebut menjadi penentu bagi diterimanya ibadah haji umat Islam yang akan melaksanakan rukun Islam ke lima tersebut di tahun ini. 

Indramayu, 11 Juni 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar