YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Senin, 08 November 2021

LELAKI

Lelaki 

Sebelumnya saya membayangkan seorang lelaki dalam rumah tangga adalah raja yg penuh kuasa. Di dalam keluarga besar kami, posisi lelaki selalu istimewa. Pagi hari mereka ngobrol sambil menunggu suguhan kopi dan ketersediaan sarapan yang dibuat oleh para penghuni perempuan, dari Ibu, saudara perempuan, dan mantu perempuan. Para perempuan ini sudah umek dari habis Subuh untuk membuat sarapan. Sedangkan anggota lelakinya, jalan pagi dan duduk santai, ngopi, ngrokok dll. Yah pokoknya gitu lah. 

Saya memaklumi, karena ya mau gimana Ibu dan keluarga besar kan dibesarkan dalam tradisi pesantren yang yah tau sendiri lah. Namun belakangan, ketika punya cucu, ibu punya perlakuan berbeda. Jika ada cucunya nangis atau rewel, ibu pasti juga akan memanggil anak² dan mantu lelakinya untuk turut membantu dan mengawasi anak² mereka. Mantu dan anak lelakinya sekarang punya peran sama dengan yg perempuan. Khususnya kalau sedang berada di rumah Ibu.

Kami sendiri, saya dan suami dari awal sudah memahami pembagian tugas dalam keluarga. Dari dulu kami memang mandiri, tidak ada support system dalam membangun keluarga baru. Tentu hal itu cukup teruji karena kami pernah mempunyai pengalaman hidup mandiri di luar, tanpa ada keluarga dll. Melahirkan anak pertama dan kedua nyaris tanpa bantuan keluarga besar. Semua sendiri. Akhir² ini saja kami rasanya butuh ART karena kondisi yang mulai tidak seimbang jika tanpa bantuan. 

Suami biasa masak, cuci piring, jemur pakaian, belanja, ngopeni krucils dan lain². Oia kecuali beres², karena itu wilayah saya hahaha. Dia kalo beberes malah rusuh, jadi mending saya sendiri yg ambil alih. 

Padahal pekerjaannya di kampus juga cukup menguras energi. Sebagai pasangan, kami masing² paham, jika salah satu dari kami ada pekerjaan yg cukup tinggi intensitasnya, salah satu dari kami pasti akan menyetel ulang ritme kegiatan agar imbang tanpa perlu diminta. 

Ini penting. Ego masing² pasangan harus selalu dikelola dengan baik.  Yah karena kami juga berusaha menyadari betul keterbatasan kami sebagai manusia biasa dengan energi yg perlu diseimbangkan. Tidak bisa lantas mengerjakan semua hal. Ada skala prioritas yang harus dijaga.

Anak² kami juga dekat dengan ayahnya. Belajar juga sama ayah. Lagi² kami bagi tugas, untuk science suami yg tanggungjawab tapi kalau seni dan bahasa saya yg tanggungjawab. Pokoknya hampir semua tugas mendidik anak dan ngopeni rumah kami sudah paham betul tugas masing². 

Saya hampir tidak pernah membuatkan suami kopi, teh dll. Lah dia mau bikin sendiri. Dia terbiasa mengerjakan sesuatu yg berhubungan dengan dirinya sendiri secara mandiri. Tentu saya beruntung punya suami yg mandiri, dan tidak demanding dengan istrinya. 

Saya pun juga demikian, belajar tidak terlalu demanding dengan suami apalagi hal² remeh dan sepele. Saya belajar nyetir, biasa ke bengkel dan belajar hal² baru yg challenging untuk kebutuhan hidup kami dan diri sendiri. Kalau sedang galau ya tentu dia adalah partner terbaik untuk berbagi. 

Lelaki tidak melulu mendominasi, dan  nyatanya kami dipertemukan untuk saling membutuhkan satu sama lain sebagai partner, kekasih, sahabat, dan bukan pembantu. 

Bahkan ketika Ramadhan, jika saya sedang tidak puasa, suami melarang saya untuk bangun nyiapin sahur. Padahal si sulung juga sedang puasa, jadi nyaris setiap sahur  ayahnya yg nyiapin dan nemenin sulung. Saya tidur hehehe. 

Yah selama hampir sepuluh tahun, pandangan saya terhadap lelaki dalam rumah tangga sudah jauh berbeda. Anak² juga melihat ayah Ibunya dengan pandangan yg lebih egaliter. Tidak seperti pengalaman saya dulu.

Kami seringkali berdiskusi dengan krucils tentang apa saja, apalagi terkait dengan peran ayah ibu. Keluarga merupakan pondasi paling kuat untuk membentuk pemahaman gender yang ideal untuk kemudian diterapkan dalam ranah yg lebih luas. Agar masing² pribadi paham betul peran dan tanggungjawabnya tanpa berusaha mendominasi yg lain. 

Setiap keluarga pasti punya keseimbangannya masing². Selamat menemukannya kembali, terus dan tanpa henti. Karena yg abadi adalah perubahan itu sendiri. Nikmati ketika masing masing dari kita tumbuh dan terus bersemi. šŸ„°

(Maria Ulfa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar