YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Jumat, 27 Januari 2017

NU Dan FPI, beda?


(Tetep jangan membenci Personnya boleh benci PRILAKUNYA..)

Saat ini seakan-akan ada gesekan antara NU dan FPI,padahal jujur FPI bukan tandingan bagi NU.

NU itu aswaja dan FPI juga aswaja (katanya),  Yang dimaksud aswaja disini (lebih mudahnya) adalah aliran yang non-wahabi dan non-syiah. Kalau dilihat dari amaliah keagamaan, memang FPI itu mirip NU, ya tahlilan, shalawatan, ziarah kubur, teraweh 20, qunut shubuh dan amaliah diniyah lain sebagainya. Tapi menurut hemat saya, aswaja itu tidak hanya amaliah saja, namun juga aqidah (tauhid), syariah (fiqh), dan akhlak (tasawuf) serta fikrah (pola pemikiran/cara pandang/strategi dakwah). Dilihat dari amaliah bisa dikategorikan aswaja, namun jika dilihat dari "fikrah" nya, FPI mirip wahabi. Persamaan dengan fikrah wahabi adalah: berperilaku keras/radikal/sangar, muddah marah, tidak menghormati pendapat yang berbeda, intpleran, merasa benar sendiri dan yang lain salah haruus dilibas, suka menuduh sesama muslim dengan tuduhan sesat, kafir, antek asing, tuduhan negatif lainnya. Sederhananya, FPI itu secara software aswaja namun secara hardware wahabi, kalau NU itu software dan hardwarenya aswaja.

Disamping masalah fikrah, perbedaan dengan NU adalah masalah pemahaman/penafsiran terhadap terminologi liberal. Ulama-ulama NU yang tidak mendukung maupun mengkritik FPI langsung dicap liberal. Berkenaan dengan liberal ini, saya berkeyakinan FPI disetir oleh HTI, sebagaimana diketahui bahwa proyek HTI itu penegakan khilafah. Sifat khilafah itu penghilangan hasanah lokal, penghilangan pancasila/NKRI karena dianggap duri dalam persatuan Islam dunia, pengharaman nasionalisme/kebangsaan. Efeknya ketika NU melahirkan "maskot" Islam Nusantara, HTI, Wahabi, FPI meradang. Mereka berfikir bahwa Islam Nusantara ini sebagai penghambat persatuan Islam sedunia, karena "terkotak-kotak" dalam suatu negara. Ketika HTI melawan Islam Nusantara, FPI ikut membenci Islam Nusantara, dengan melesetkan ANUS (aliran nusantara) serta menghujat ulama-ulama NU yang mensosialisasikan Islam Nusantara.

Yang membedakan dengan NU lagi adalah ada upaya merubah NKRI "asli" menjadi NKRI "bersyariah", ini adalah entry point proyek awal khilafah HTI untuk merubah dasar negara, dan ini diikuti FPI. Kalau berhasil merubah NKRI "asli" menjadi NKRI "bersyariah", apakah nggak ada jaminan juga Pancasila juga dirubah menjadi Pancasila "bersyariah" misalnya. Sekali lagi hal-hal seperti inilah yang menjadi titik perbedaan dengan NU.

Selanjutnya, bahwa "perseteruan" FPI dengan NU itu ketika Habib Rizieq melecehkan Gus Dur, adahal Gus Dur lah satu-satunya ulama NU ketika itu yang berani membela kaum habib ketika didholimi negara. Mana amal bakti FPI (Habib Rizieq) ke Gus Dur, beliau itu telah mati-matian membela keberadaan habib khususnya di Indonesia. Malahan FPI lagi-lagi  tidak sependapat dengan cara berfikir Gus Dur dengan alasan (katanya) liberal. FPI benci dengan Kiai Said karena sama pemikiran dengan Gus Dur, hal ini bisa dipahami karena Kiai Said adalah anak ideologis Gus Dur (walaupun bukan anak biologis) dan kepada siapapun yang meneruskan pemikiran Gus Dur.

Bagi kami pemikiran Gus Dur, Kiai Said dan penerusnya adalah pemikiran pencerahan, bukan liberal. Gus Dur, Kiai Said dan penerusnya memberi lompatan pemikiran dalam mencerahkan agama Islam. Masalahnya disini, memang ada beberapa orang yang "kaget", belum bisa menerima, belum sampai pikirannya terhadap pikiran Gus Dur, baik ada yang berasal dari intern NU maupun non-NU, mereka lalu menfitnah Gus Dur dan penerusnya sebagai liberal. Padahal beliau-beliau itu memberi pencerahan dalam pemikiran keislaman.

Saya tekankan lagi, karena ketidakmampuan mencerna pemikiran Gus Dur (Kiai Said dan penerusnya) sehingga dianggap liberal. Jadi istilah liberal itu bukan berarti bebas tanpa aturan, bebas menabrak al-Quran Hadits, tapi liberal adalah istilah yang diciptakan kelompok yang tidak bisa/tidak mampu mengikuti pemikiran Gus Dur beserta penerusnya. Kelompok-kelompok itu adalah wahabi, HTI dan FPI. Selanjutnya FPI "ngompor-ngomporin" sebagian nahdliyin yang belum/tidak mampu mengikuti pikiran Gus Dur, Kiai Said dan penerusnya, untuk melawan PBNU, dengan membentuk "NU tandingan", yaitu NU GL (NU Garis Lurus). Jadi NUGL itu adalah warga NU hasil "didikan FPI" sehingga tidak heran apa yang lakukan FPI sama dengan NUGL. Dan buktinya lagi nahdliyin dalam NU GL itu sebenarnya "anggota" FPI.

Jadi titik perbedaan FPI dengan NU itu karena perbedaan penafsiran istilah liberal/plural/sekular. Padahal proyek-proyek tersebut adalahnya proyek kepunyaan wahabi dan HTI.

Untuk itu, NU dan FPi seharusnya duduk bareng untuk membahas persamaan persepsi tentang liberal/plural/sekular, kalau ini ada titik temu, maka NU dan FPI bisa bersatu karena landasan awalnya sama, yaitu sama-sama aswaja.

Untuk FPI juga seyogyanya menghindari masuk ke ranah politik karena rawan dimanfaatkan kelompok tertentu dan cara dakwahnya kembali ke fikrah aswaja yaitu tawasuth, tasamuh, tawazun. Akhirnya jika NU dan FPI bisa bersatu, selanjutnya bareng-bareng mengganyang wahabi dan syiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar