YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Sabtu, 11 Februari 2017

Sholawat

ذكر بعض اهل الحقيقة انها توصل الى الله تعالى من غير شيخ

“Sebagian para Ahli Haqiqat berkata bahwa Shalawat kepada Nabi ﷺ dapat menjadi sebab Wushul seseorang kepada Allah Ta’ala tanpa melalui bimbingan seorang Syaikh.“

Ada dua pendapat tentang hal ini. Pendapat pertama adalah Shalawat Nabi itu mempunyai faidah yang sangat banyak. Diantaranya adalah akibat berShalawat Nabi, hati pembacanya akan menjadi bersih dan bersinar dan menguatkan himmah (semangat beragama) nya.

Sesudah hati bersih dan bersinar, dan ditunjang kuatnya himmah, maka Madad serta Asrar akan banyak datang serta bersemayam di dalamnya manghantarkan menuju kedekatan kepada Allah Ta’ala (Wushul). Artinya Shalawat Nabi benar-benar dengan sendirinya mampu menghantar seorang pesalik menuju Allah tanpa bimbingan seorang Syaikh sama sekali.

Tentang hal ini, Syaikh As Sya’raniy dalam Al Yawaqit Wal Jawahir berkata :

“Ketahuilah bahwa Jalan wushul kepada Allah melalui Shalawat kepada baginda Nabi ﷺ adalah salah satu jalan yang paling dekat (mudah untuk mencapai kewushulan). Siapa gerangan yang tidak menghidmahkan dirinya secara khusus kepada Baginda Nabi, kemudian dia berangan-angan untuk dapat masuk kedalam Hadhrotillah حضرةالله, maka sungguh mustahillah angan-angannya itu (dapat terwujud).

Tidak mungkin (Malaikat) para penjaga Hadratillah mau mempersilahkan dia masuk disebabkan ketiadaan adabnya kepada Allah Ta’ala. Hukumnya dia itu seperti seorang petani yang ingin bertemu langsung dengan Raja tanpa melalui perantara khusus (orang-orang dekat) Sang Raja.“

Shalawat-Shalawat Nabi yang mempunyai peran laksana “Syaikh“ tersebut mesti dijalani dengan sebaik-baiknya Adab.

Imam As Sya’raniy dalam kitab Masyariqul Anwar berkata :

“Seseorang yang membaca Shalawat kepada Baginda Nabi ﷺ mesti melakukannya dalam keadaan suci (berwudhu) serta hati yang khudur. Karena bershalawat itu adalah sebuah munajat kepada Allah sebagaimana Shalat yang ada Rukuknya, ada Sujudnya, Hanya saja dalam shalawat, bersuci itu tidak merupakan syarat sahnya (menurut Syara’).

Mengapa bershalawat semestinya bersuci dan dengan hati yang khudhur? Karena seseorang yang bershalawat itu sedang ada dalam kedekatan dihadapan Allah Azza Wajalla, memohon kepada Allah agar memberikan Shalawat ( Rahmat) Nya kepada Nabi Nya, yakni Nabi Muhammad ﷺ… “

Keadaan Rohani yang bersih dari seorang pembaca Shalawat diperlukan karena dari sisi maknawiy, nuansa Shalawat itu tidak ubahnya sebuah kedekatan kesahabatan dengan Nabi. Syaikh As-Sya’raniy berkata :

“Seperti telah aku sebutkan, bahwa persahabatan secara barzahiyyah dengan Rasulullah ﷺ sangat memerlukan kebeningan (spiritual) sehingga layak bersanding dengan beliau ﷺ. Seseorang yang mempunyai hati nurani yang kotor yang dia akan malu seandainya kekotorannya itu terlihat (baik di dunia ataupun di akhirat) maka dia tidak sah bersahabat, bersanding dengan Rasulullah ﷺ.

sebagaimana tidak ada manfaatnya kesahabatannya  orang-orang Munafiq dan sebagaimana orang-orang Kafir yang membaca Al Qur’an, bacaannya itu tidak ada manfaatnya dan  mereka tidak dapat mengambil manfaat dari Al Qur’an yang mereka baca, sebab mereka tidak meyakini hukum-hukum yang ada di dalamnya.“ 

Bershalawat dengan sembarangan, tanpa adab yang sempurna bukannya tanpa manfaat. Bahkan sesungguhnya dengan cara yang seperti itu saja, shalawat sudah sangat tinggi nilainya.

Al Imam Muhammad Abil Mawahib As Syadziliy, seorang Auliya’ besar, bahkan terhitung bagian dari Auliya yang terbesar yang pernah ada, bermimpi bertemu dengan Baginda Nabi ﷺ. Syaikh bertanya :

“Duhai Rasulullah. Apakah balasan 10 Rahmat Allah terhadap satu kali bacaan Shalawat itu diberikan kepada seseorang yang membacanya dengan penuh khudhur?“

Rasulullah ﷺ menjawab :

“Tidak. Tetapi itu untuk seseorang yang membaca Shalawat kepadaku dalam keadaan hatinya yang lalai. (Bershalawat dengan keadaan lalai seperti itu) Allah Ta’ala akan mengutus untuknya, Malaikat-Malaikat yang laksana Gunung-gunung besarnya, mereka beristighfar memohon ampunan dosa untuknya.

Adapun seseorang yang membaca Shalawat kepadaku dengan hati penuh khudhur, maka hanya Allah Ta’ala saja yang mengetahui besarnya balasannya…”

Dengan kemuliaan-kemuliaan sedemikian ini, tidak heran jika banyak Ulama’ meyakini, memperbanyak membaca shalawat dapat dengan mudah mengantarkan menuju kedekatan dengan Allah Ta’ala, meskipun tanpa bimbingan Syaikh. Meskipun ada juga yang berpendapat berbeda.
Seperti  yang diungkapkan oleh Syaikh Al Quthb Mulawiy bahwa kewushulan seorang pesalik mau tidak mau harus melalui bimbingan Syaikh Murabbiy. Adapun Shalawat Nabi “hanyalah” salah satu pintu masuknya saja. Beliau berkata :

  ان هذا من حيث ان لها تأثيرا عجيبا لتنوير القلوب والا فالواسطة فى الوصول لابدّ الا به 

“Sebetulnya hal (kemuliayaan shalawat) ini artinya Shalawat itu mempunyai pengaruh yang mengagumkan dalam membuat hati menjadi bersih dan bercahaya. Jika bukan demikian, maka washilah (jalan) seseorang untuk menggapai Wushul itu, mau tidak mau mesti melalui bimbingan Seorang Syaikh.“

Apapun itu, bershalawat memang merupakan sarana dan jalan kebaikan bagi ummat ini untuk mencapai kemuliaan hidup mereka baik di dunia maupun di akhirat. Sampai-sampai dikatakan :

“Dijaman akhir, segala pintu kebaikan telah tertutup kecuali pintu Shalawat kepada Nabi ﷺ.“

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ ﻭ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺍﻟﻌَﻈِﻴﻢَ ﻭ ﺃَﺗُﻮﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar