YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Sabtu, 15 Juli 2017

KH. MUNAWIR Krapyak

KH. Moenawwir (Ahli Al-Qur'an & Pendiri Pon.Pes. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta)

==========================================

Siapa yang tak kenal dengan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta yang telah banyak melahirkan 'ulama'-'ulama' ahli Al-Qur'an terkemuka. Semula pesantren yang didirikan sekitar tahun 1909 oleh kh Moenawwir hanya dihuni 10 santri , kini pesantren krapyak berkembang pesat dengan jumlah santri yang mencapai ratusan. Sosok Hadlrotus Syeikh KH Moenawwir atau yang akrab dipanggil Mbah Moenawwir merupakan sosok 'ulama' yang oleh Rosululloh SAW disebut Sebagai “Keluarga Alloh” atau “waliyulloh”, karena kemampuannya sebagai Ahlul Qur’an ( penghafal Al-Qur’an dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an).

 

Sejak usia 10 tahun Hadlrotus Syeikh KH Moenawwir telah Hafal Quran 30 Juz dan Beliau gemar sekali menghatamkan al-Qur'an , beliau dikirim ayahnya KH.Abdul Rosyad untuk belajar kepada seorang 'Ulama' terkemuka di Bangkalan Madura Hadlrotus Syeikh Syaikhona KH.Muhammad Kholil, Bakat kefasihan Mbah Moenawwir dalam Pembacaan Al-Qur'an memberikan kesan tersendiri dihati Gurunya (Hadlrotus Syeikh Syaikhona KH.Muhammad Kholil ) dan suatu ketika gurunya menyuruh KH Moenawwir untuk menjadi imam Sholat sedangkan Gurunya Hadlrotus Syeikh Syaikhona  KH.  Kholil menjadi Mak’mum.

 

Tahun 1888 KH Moenawwir bermukim di Mekkah dan memperdalam ilmu-ilmu Al-Qur'an kurang lebih 20 tahun, kesempatan tersebut Beliau gunakan untuk mempelajari Ilmu Tahfizul Qur'an , qira’at sab’ah dengan 'Ulama' -'ulama' setempat. Hingga Hadlrotus Syeikh KH Moenawwir memperoleh Ijazah Sanad Qira’at yang bersambung ke urutan 35 sampai ke Rosululloh SAW dari Seorang ' Ulama' Mekkah yang termashur yaitu: Al-Syeich Abdul Karim bin 'Umar Al-Badri Addimyati .

 

Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir (Pendiri Pon.Pes. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta) Mampu menghatamkan Al-Qur'an hanya dalam Satu roka'at sholat, dan sebagai orang awam mungkin itu Mustahil dilakukan tapi bagi KH Moenawwir itu mampu . Bahkan Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwirdalam menjaga hafalannya beliau melakukan Riyadloh dengan membaca al-Qur'an secara terus menerus selama 40 hari 40 malam sampai terlihat oleh beberapa murid-nya Lisan/Mulut KH. Moenawwir terluka dan mengeluarkan darah. Kedisiplinan Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwirdalam mengajar Al-Qur'an kepada murid-muridnya sangat ketat bahkan pernah muridnya membaca Fatihah sampai dua tahun diulang-ulang karena menurut KH Moenawwir belum Tepat bacaannya baik dari segi makhrajnya maupun tajwidnya, maka tak heran bila murid murid beliau menjadi 'Ulama'-'ulama' yang Huffadz ( hafal Al-Qur'an) dan mendirikan Pesantren Tahfizul quran seperti Pon-pes Yanbu’ul Qur’an kudus (KH.Arwani Amin) , Pesantren Al-Muayyad Solo ( KH Ahmad Umar) dll.

 

Peristiwa menarik pernah dialami oleh murid Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir, sewaktu beliau disuruh oleh istri Mbah Moenawwir untuk meminta sejumlah uang kepada Mbah Moenawwir yang akan digunakan sebagai keperluan belanja sehari hari, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir selalu merogoh sejadahnya dan diserahkan uang tersebut kepada Muridnya, padahal selama ini muruid-muridnya hanya tahu bahwa sepanjang waktu Mbah Moenawwir hanya duduk saja di serambi masjid sambil mengajar alquran. KH.Moenawwir wafat sekitar tahun 1942 dan dimakamkan di sekitar Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta.

Di paruh pertama abad dua puluh, bisa dibilang Krapyak adalah tujuan utama santri-santri yang ingin menghafalkan Al-Qur'an. Dan di Krapyak, sosok Kharismatik Mbah Moenauwir lah yang merupakan inti magnetnya.

Kiai sepuh kelahiran Kauman Yogyakarta itu memang luar biasa. Tanda-tanda akan menjadi ahli Al-Qur'an sudah nampak sejak putra Kiai haji 'Abdullah Rosyad itu masih kecil. Ia telah mengkhatamkan Al-Qur'an sebelum usianya menginjak delapan tahun.

 

Moenawwir kecil, yang merupakan cucu Kiai Hasan Besari (Senopati Pangeran Diponegoro untuk wilayah Kedu), juga pernah ditantang ayahandanya untuk mengkhatamkan pembacaan Al-Qur'an dalam waktu satu minggu. Waktu itu ia dijanjikan akan diberi hadiah Rp. 150,00 bila mampu. Ternyata Moenauwir berhasil memenuhi tantangan tersebut. Bahkan sejak itu ia selalu istiqamah mengKhatamkan Al-Qur'an seminggu sekali, meski tanpa hadiah.

Bermukim di Haramain Selepas dari Bangkalan, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir mengaji ke beberapa ulama besar seperti Kiai Soleh Darat, Semarang, dan Kiai Abdurahman, Watucongol, Muntilan, Magelang. Usai mengaji di beberapa pesantren, tahun 1888 Moenauwir muda pun bermukim di Al-Haramain selama 21 tahun. Enam belas tahun pertama dihabiskan Moenauwir di Makkah Khusus untuk mempelajari dan mendalami Al-Quran beserta cabang keilmuannya. Beberapa gurunya yang mengajarkan Tahfizh, Tafsir dan Qiraat Sab’ah di Makkah antara lain Syaikh Abdullah Sanqoro, Syaikh Sarbini, Syaikh Mukri, Syaikh Ibrahim Huzaimi, Syaikh Manshur, Syaikh Abdus Syakur dan Syaikh Musthofa. Karena kecemerlangannya dalam mengaji, guru qiraat sab’ahnya, Syaikh Yusuf Hajar, memberinya ijazah sanad qiraah yang bersambung hingga Rasulullah: sesuatu yang sangat jarang didapatkan murid-murid Syaikh Yusuf karena sangat sulit persyaratannya. Dalam silisilah tersebut, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir berada pada urutan ketiga puluh lima. Ada juga yang mengatakan bahwa sanad lain yang diperolehnya dari Syaikh Abdul Karim bin Umar Al-Badri Ad-Dimyathi, yang sedikit lebih pendek.

 

Untuk memantapkan hafalan Al-Qur'annya, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir juga melakukan Riyadloh berjenjang. Tiga tahun pertama ia Mengkhatamkan Al-Qur'an setiap tujuh hari sekali. Tiga tahun kedua ia mengkhatamkan Al-Qur'an tiga hari sekali. Dan tigaTahun ketiga Kiai Moenauwir mengkhatamkan Al-Quran setiap hari. Riyadhah tersebut ditutup dengan membaca Al-Qur'an tanpa henti selama 40 hari 40 malam. Riyadloh tersebut, menurut Kiai Nur Kertosono buku Sejarah Perkembangan Krapyak, membuat mulut Kiai Moenauwir sempat terluka dan mengeluarkan darah.

 

Usai tirakat, Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir lalu melanjutkan pengajian ilmu-ilmu syari'at lainnya, seperti Fiqih dan Tauhid, di Madinah selama lima tahun berikutnya. Setelah itu barulah ia pulang ke kampung halamannya di Kauman, Yogyakarta.

Di Kauman Beliau membuka sebuah pengajian kecil di langgarnya, menambah semarak pengajian-pengajian Al-Qur'an di lingkungan keraton tersebut. Tahun 1909, karena jumlah santrinya semakin banyak, Kiai Moenauwir memindahkan pesantrennya ke kampung Krapyak. Menurut beberapa sumber kepindahan tersebut juga dilakukan ayahanda Kiai Haji Ahmad Warson, penyusun kamus Al-Munawwir, itu untuk menghindari kewajiban kepada sultan.

 

Pesantren Krapyak diawali dengan sepuluh orang santri dan mencapai jumlah enam puluh orang pada sepuluh tahun pertama. Setelah tahun 1920 jumlah santri Krapyak berkembang dengan sangat pesat hingga mencapai ratusan orang.

 

Santri-santri Kiai Moenauwir generasi awal itulah yang kemudian mengembangkan pengajian tahfizhul Qur'an ke seluruh penjuru tanah air. Beberapa pesantren kemudian berkembang pesat. Sebut saja Pesantren Yanbu’ul Qur'an, Kudus (didirikan K.H. Arwani Amin), Pesantren Al-Muayyad, Mangkudan, Solo (didirikan K.H. Ahmad Umar), Pesantren Al-Asy’ariyah, Kalibeber, Wonosobo (K.H. Muntaha), Pesantren Kempek, Cirebon (K.H. Umar Sholeh), Pesantren Benda Bumiayu, Brebes (K.H. Suhaimi) dan lain-lain. Termasuk juga Kiai Moefid Mas’oed pendiri dan pengasuh pesantren Sunan Pandan Aran, Sleman, yang tidak lain adalah menantu Hadlrotus Syeikh KH. Moenawwir.

 

Dua Tahun Mengaji gaya Krapyak memang tidak mudah. Selain haru memperhatikan benar panjang-pendeknya bacaan, pengucapan huruf (makhorijul huruf) juga diawasi dengan sangat ketat. Tidak jarang untuk mampu membaca Surah Al-Fatihah dengan benar, seorang murid harus menghabiskan waktu berbulan-bulan. Bahkan pada masa Kiai Moenauwir, pernah ada santri yang menghabiskan waktu sampai dua tahun untuk membaca surah Al-Fatihah dengan baik dan benar.Apalagi jika ingin mendapatkan ijazah silsilah sanad Al-Qur'an dariHadlrotus Syeikh KH. Moenawwir. Bukan hanya kemampuan membaca dan menjaga hafalan yang menjadi tolok ukur, tetapi juga perilaku selama nyantri di Krapyak. Ketatnya persyaratan memperoleh ijazah sanad belakangan juga diberlakukan kiai-kiai alumni Krapyak terhadap para santrinya.

 

Meski tidak semuanya mengantongi ijazah sanad, namun pesantren-pesantren alumni Krapyak tetap saja merupakan produsen terbesar Huffazh di tanah air. Pesantren Sunan Pandan Aran Asuhan Mbah KH. Mufid Mas'ud , misalnya, setiap tahunnya mewisuda tidak kurang dari tiga puluh orang santri huffazh. Demikian pula di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, dan Al-Asy’ariyyah, Kalibeber, Wonosobo.Karena bersumber dari satu almamater, program pengajian Al-Quran di Pesantren-Pesantren Tahfizhul Quran di Jawa pun rata-rata sama. Diawali dengan Tahfizh juz 30 atau Juz ‘Amma, kemudian disusul program Bin Nazhar atau membaca 30 juz dengan tartil. Dua program tersebut wajib diikuti seluruh santri. Setelah Khatam bin nazdor, barulah santri dapat mengikuti Program Bil Ghoib atau Tahfizh 30 juz.

 

Semua jenjang pengajian tersebut menggunakan metode pengajaran musyafahah atau sorogan, yakni satu persatu santri menghadap gurunya untuk menyetorkan bacaan atau hafalannya. Untuk program Juz ‘Amma, setoran saat mengaji biasanya per surah. Sedangkan untuk program bin nazhar batas setoran adalah per maqra’. Lain lagi dengan program bil ghaib 30 juz yang setoran mengajinya dihitung per halaman. Sebelum diijinkan meneruskan oleh sang guru, para santri akan terus mengulang-ulang bacaan atau hafalan sebelumnya.

 

Agar seragam, pesantren-pesantren tahfizhul Qur'an alumni Krapyak biasanya menggunakan Al-Qur'an yang sudah ditash-hih Kiai Haji Arwani Amin, Kudus. Al-Qur'an tersebut lazim disebut “Al-Quran Ayat Pojok”, karena setiap halamannya ditutup dengan Akhir ayat, sehingga tidak ada potongan ayat yang berada di halaman berikutnya. Ini untuk memudahkan santri dalam menentukan batas menghafal atau menyetorkan hafalan.  Melihat masih cukup besarnya jumlah para penghafal Al-Qur'an yang diwisuda setiap tahunnya, sepertinya umat Islam di tanah masih bisa bernafas lega. Setidaknya satu atau dua dasawarsa ke depan negeri ini masih akan terus berhias lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang tersimpan dengan baik di dalam dada para huffazh.
Semoga kita semua beserta semua anak cucu dan murid-murid kita wal muslimin senantiasa mendapat barokat, nafahat dan do'a mutajbanya Hadlrotus Syeikh  Mbah KH. Moenawwir Krapyak Yogyakarta, Amiin. AL-FATIHAH...
http://wwwahamid.blogspot.co.id/2012/12/kh-moenawwir-ahli-al-quran-pendiri.html?m=0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar