YAUMUL IJTIMA' MWC NU BINONG, MINGGU, 29 JANUARI 2017, PUKUL 08.00 - 12.00 WIB, TEMPAT MASJID JAMI AL-MUWAHHIDIN KP. PAWELUTAN DESA CITRAJAYA

Kamis, 07 Desember 2017

Khilafah menurut Mahfud MD

Terima kasih Bang Karni, selamat malam menjelang pagi untuk semuanya para pendengar.

Pertama ingin saya sampaikan bahwa saya bukan Alumni 212. Kemarin kan agak rame di medsos, saya tidak hadir di reuni 212, ya saya jawab memang saya tidak pernah ikut.

Jadi begini, saya tidak sependapat dengan pak Felik tentang Khilafah.

Di dalam penjelasannya tadi, saudara Felix Siauw mengatakan bahwa khilafah adalah keniscayaan. Kalau tidak percaya Khilafah berarti tidak percaya pada Abu Bakar sebagai kholifah padahal kita katakan tiap hari, itu kan sejarah.

Tetapi khilafah di dalam konsep FPI, di dalam konsep HTI di Indonesia itu adalah sistem pemerintahan dan itu jelas-jelas ideologi yang sangat bertentangan dengan Pancasila.

Saya sudah katakan berkali-kali, kalau Khilafah sebagai sebutan terhadap Pemimpin itu tidak apa-apa, tetapi kalau Khilafah sebagai gerakan Ideologi politik untuk mengganti sebuah sistem yang sudah disepakati yang bernama Negara Pancasila itu jelas-jelas itu adalah gerakan TERLARANG.

Saya sudah mendapatkan penjelasan dari orang-orang HTI bahwa yang dimaksud khilafah itu adalah sistem pemerintahan, oleh sebab itu mereka menolak Demokrasi, menganggap demokrasi itu thogut (sesat).

Dan menolak negara kebangsaan, dia maunya transnasional, satu negara yang berdasarkan Islam yang meliputi beberapa bangsa menjadi satu negara. Dan itu tidak pernah dibantah.

Dan itu sangat Berbahaya bagi kita sebagai bangsa.

Dari sudut Akidah, Teologis, memang tidak ada di dalam sumber primer islam itu ajaran khilafah sebagai sistem. Tidak ada.

Kita bisa berdebat kapan saja, saya ingin tau di mana Khilafah itu sebagai sistem. kalau sebutan sebagai pemimpin, iya.

Oleh karena sebagai sistem tidak ada di dalam Quran dan Hadist, maka khilafah itu bermacam-macam.

Sesudah nabi, lahir bermacam-macam jenis khilafah.

Yang sekarang pun ada 57 jenis negara Islam yang tergabung di dalam OKI, ada 22 negara Arab, itu beda-beda lagi sistem khilafahnya.

Dan saya memastikan bahwa Indonesia dengan sistem Pancasila-nya adalah juga khilafah, dalam arti sistem pemerintahannya yang khas Indonesia.

Al khilafah Al Indunisya itulah kira-kira. Dan itu merupakan produk ijtihad ulama, seperti ulama-ulama di negara lain.

Saya belajar Hukum Tata Negara Islam dan Hukum Pemerintahan Islam itu dua semester dari KH Ahmad Ahsar Basir pimpinan Muhammadiyah pada waktu itu.

Ndak ada khilafah itu hanya satu yang harus diikuti, boleh buat sendiri-sendiri.

Bahkan beliau mengatakan Indonesia ini adalah negara yang sudah sangat sesuai dengan Syariat Islam.

Oleh sebab itu, tetap Berbahaya gerakan khilafah itu sebagai sebuah gerakan alternatif yang ingin mengganti ideologi.

Yang terakhir bung Karni, saya ingin menanggapi tentang apa yang disampaikan oleh saudara Eggi Sudjana, bahwa negara Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa yang tadi katanya Tuhannya Allah SWT lalu tidak ada tafsir lain kecuali itu hukum islam.

Penafsiran seperti itu, bukan hanya bertentangan dengan gramatiknya tetapi juga Sebuah Hal Yang Bertentangan dengan fakta historisnya.

Gini, memang betul dulu disebutkan "Negara berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya," lalu dicoret dan terjadi kesepakatan menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Lalu Pak Eggi mengatakan arti ketuhanan yang maha esa itu hanya Allah SWT. Itu bukan arti pancasila, itu kata Ki Bagus Hadikusumo. Beliau mengatakan bagi orang Islam, ketuhanan yang maha esa itu tauhid.

Nah artinya apa? Bagi orang yang tidak Islam silahkan tuhannya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, kalau kamu kristen ya silakan bertuhan pada kristen dengan baik, Hindu dengan baik.

Jadi tidak ada keharusan dengan kata ketuhanan yang maha esa yang bersumber dari Piagam Jakarta sebelumnya itu, lalu mau dikatakan bahwa negara Indonesia harus berdasar hukum islam.

Apalagi ini perdebatan tentang Hukum Islam itu apa, kadangkala orang tidak ngerti.

Saya khawatir itu juga. Jangan-jangan pak Eggi itu tidak ngerti bedanya syariah, hukum, fiqih, qanun dan sebagainya. Itu di dalam Ilmu hukum itu beda-beda.

Nah yang anda katakan tadi itu kan seperti menyulap orang itu untuk percaya pada hal yang seperti itu. Itu teorinya jauh, masih jauh.

Oleh sebab itu, saya kira kita tidak perlu lagi mundur, berdebat tentang piagam jakarta dan sebagainya. Pokoknya Negara ini berdasar Pancasila dan bukan Negara Islam, dan tidak bisa berlaku Hukum Islam di sini.

Kecuali di bidang keperdataan yang sudah disahkan sebagai Qanun oleh negara seperti Hukum perkawinan, bahwa itu harus sesuai dengan agama, nah itulah yang sudah jadi hukum. Yang lain, itu adalah Norma agama biasa yang tidak bisa dipaksakan keberlakuannya sebelum ditetapkan oleh negara sebagai hukum.

Saya kira begitu saja Bang Karni dari saya, selamat malam menjelang pagi.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D, dalam acara ILC yang bertajuk "212: Perlukah Reuni"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar